Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

DUA GARIS BIRU (2019)

Para pihak petisi dari penolakan pula pemboikotan film ini seharusnya malu, karena dalam penerapannya, Dua Garis Biru tampil lembut pula tak memberikan dampak negatif, itulah yang akan dijabarkan sang penulis skenario yang turut merangkap sebagai sutradara dalam debut perdana seorang Gina S. Noer (Posesif, Keluarga Cemara). Gina tak mengajarkan kepada para penonton untuk melakukan seks bebas, ini lebih kepada efek pasca melakukan hubungan terlarang itu, bagaimana dampak pada diri sendiri, masa depan, kesehatan, pun yang terpenting adalah keluarga.
 
 
Entah sebuah kesengajaan atau bukan, sekuen pembuka Dua Garis Biru seolah menyentil para mereka yang gampang mengambil kesimpulan sendiri dan bertindak main hakim sendiri. Pada sebuah kejadian di ruang kelas kita melihat Dara (Zara JKT48) yang mendapat nilai 100, sang guru berkata bahwa masa depan Dara cerah. Sementara itu kita melihat Bima (Angga Yunanda) yang mendapat nilai 40, sang guru mengutuknya memiliki masa depan yang suram. Walaupun perbedaan prestasi pula keadaan sangatlah jomplang, Dara dan Bima yang tengah dimabuk asmara mengenyahkan perbedaan tersebut. Merasa yakin akan cinta dan kasih sayang, Dara dan Bima justru melanggar batas dari sebuah percintaan.
 
 
Seperti yang telah diungkap di trailer, Dara akhirnya mengandung. Awalnya mereka menyembunyikan kehamilan Dara dengan segala cara-yang mengukuhkan betapa naifnya pola pikir para remaja. Mereka berpikir bahwa kehamilan dapat disembunyikan hingga menjelang ujian tiba, mereka pula berpikir bahwa melahirkan dan mengurus bayi adalah sebuah hal yang menggampangkan. Namun, nyatanya menjadi orang tua bukanlah sebuah perkara yang mudah.
 
 
Hingga tiba akhirnya semuanya terungkap, memang terasa dipaksakan dalam mengungkap kehamilan Dara-yang kemudian saya tak mempermasalahkannya karena sekuen bergerak pada pertemuan semua karakter (baca: para orang tua Bima dan Dara) pada sebuah "adegan UKS" yang menjadi puncak sekaligus salah satu adegan terbaik film Indonesia sejauh ini, makin indah kala sang DOP bidikan kamera Padri Nadeak (Belok Kanan Barcelona, Hit & Run) menerapkan teknik single shot yang membungkus enam menit penuh keindahan pula emosi bergelora- yang bergerak lincah pula kerap memperhatikan timing.
 
 
Dari sana kita melihat kekecewaan ibu Dara (Lulu Tobing), amukan ayah Dara (Dwi Sasono) yang membuat orang tersentak, kesabaran ayah Bima (Arswendy Bening Swara) sebagai penengah, dan kebisuan ibu Bima (Cut Mini) yang menyimpan setumpuk emosi di dalam hatinya. Pertemuan mereka menjadikan sebuah barter kalimat kaya emosi yang memikat berkat jajaran para pelakon senior, sementara Zara dan Angga tak terasa tersisihkan berkat raut penuh rasa bersalah miliknya terlihat begitu nyata. 
 
 
Selanjutnya, Gina S. Noer menerapkan sebuah dampak dari perlakuan mereka-yang jauh dari kesan menghakimi maupun menggurui. Dua Garis Biru tahu betul bagaiman memperbesar penceritaan yang berbekal dari sebuah satu kesalahan fatal. Ini yang kerap dimainkan Gina dalam membungkus pula melanjutkan adegan selanjutnya sebelum solusi itu tiba.
 
 
Solusinya sendiri tak berjalan gampang begitu saja, penyesalan pula kekecewaan dari mereka dan keluarga tak semudah itu. Guna menjaga atensi penonton, Gina turut pula menaburkan dialog pemantik tawa penonton, menghadirkan sebuah kesejajaran porsi cerita supaya jauh dari kesan menjemukan. Semua memang berawal dari dialog serta tingkah konyol para pelakonnya, sebutlah momen kekecewaan pertama kalinya dari Dewi (Rachel Amanda), kakak Bima, yang turut pula menyentil para remaja dalam peragualan pula percintaan yang jarang bermain aman, hanya memenuhi hasrat semata.
 
 
Seperti yang telah saya singgung di atas, Dua Garis Biru memang tak menyalahkan pula menghakimi perbuatan karakternya. Gina memberikan sebuah kepastian pula hal nyata dalam kehidupan perihal berdamai dengan permasalahan. Momen itu kembali menghasilkan sebuah adegan yang ampuh memantik tangis, kita melihat Dara maupun Bima yang meminta maaf kepada sang ibu hanya bermodal dua kata, pula kepedulian kasih serta cinta ibu yang nyata sepanjang masa.
 
 
Saya berani menyebut Gina S. Noer sebagi sutradara debutan yang akan mengantarkan karirnya masuk ke dalam jajaran sutradara terbaik negeri ini, sensibilitas pengadegan begitu nyata kala Gina kerap memakai teknik  mise-en-scène, mengatur intensitas serta kejeliannya dalam menggunakan metafora (clue: kerang, stroberi, poster kamar hingga ondel-ondel) memiliki arti tersendiri-yang mewakili unsur filmnya.


Berbicara mengenai konklusi, Dua Garis Biru memberikan sebuah "pilihan pasti" perihal kehidupan pasca setumpuk konsekuensi yang menjerat diri, sebuah pilihan yang berani pula mungkin untuk dibenahi. Bukankah pasca sebuah kejadian, berdamai dengan diri sendiri pula kehidupan sangatlah penting untuk dijalani?  Dua Garis Biru mengamini pertanyaan itu.


SCORE : 4.5/5

Posting Komentar

0 Komentar