Dalam fase kehidupan kita, selain keluarga, sahabat adalah salah satu elemen yang sudah barang tentu kita miliki. Kehadiran mereka jelas berarti dalam mengisi lembaran kisah demi kisah yang terpatri. Mulai dari kisah cinta, canda hingga tawa menemani yang memberikan sebuah kesenangan tersendiri kala mengingatnya. Sunny menawarkan premis tersebut, menandai kali kedua sutradara Kang Hyeong-choel berkarya pasca Scandal Makers (2008).
Pertemuan tak sengaja yang terjadi di sebuah rumah sakit kala Im Na-mi (Yoo Ho-jeong) dengan sahabat semasa SMA bernama Ha Chun-hwa (Jin Hee-kyung) membawa sebuah berita baru perihal Chun-hwa yang menderita penyakit kanker stadium akhir yang menurutnya hidupnya tak kurang dari dua bulan. Mendengar hal itu jelas Na-mi terkejut, satu permintaan terakhir sebelum Chun-hwa meninggal adalah ingin berkumpul dan berjumpa kembali dengan teman semasa SMA-nya yang tergabung dalam sebuah kelompok bernama "Sunny". Bersama Kim Jang-mi (Ko Su-hee), anggota pertama yang ia temukan, mereka mencari hingga memutuskan untuk meminta bantuan detektif demi mengabulkan permintaan terakhir dari Chun-hwa.
Pasca mengetahui premis utama filmnya, kita dibawa menuju 25 tahun yang lalu, kala Im Na-mi (Shim Eun-kyung) merupakan siswa baru pindahan dari sebuah kota kecil di Korea Selatan yang di hari pertama sekolahnya mendapati sebuah perundungan. Beruntung, Ha Chun-hwa (Kang So-ra) membantu hingga membelanya. Na-mi yang merupakan gadis periang tak membutuhkan waktu yang lama untuk berbaur bersama teman barunya, hingga ia pun tergabung dalam kelompok "Sunny" bersama keenam anggota wanita lainnya.
Hal mendasar yang paling berhasil Hyeong-choel tampilkan adalah rasa nostalgia pula keceriaan yang khas. Penonton dengan mudah memberikan simpat terhadap para karakter, lebih dari itu mereka sanggup memberikan rasa tersendiri kala menontonnya. Sunny tak mengutamakan romantika sebagai jangkar utama, melainkan bagaimana sebuah persahabatan terjalin lengkap dengan konflik masing-masing. Pun, menilik konfliknya yang suram membuat Sunny terkesan realistis.
Dari korban perundungan, keluarga disfungsional, kemiskinan, perselingkuhan hingga cinta pertama Hyeong-choel tampilkan. Choel yang merangkap sebagai penulis naskah tahu betul bagaimana menempatkan konflik tersebut pada ranah yang tepat. Meskipun bertindak sebagai pelengkap, korelasi dalam ranah penceritaan non-linier mampu memberikan sebuah dampak yang signifikan. Dari sini, kita akan melihat sebuah realita nyata kehidupan yang selalu tak berjalan sesuai apa yang diharapkan.
Ini yang membuat Sunny terasa relevan dengan masa kini karena menggambarkan sebuah kepastian di tengah cerita fiktif yang dirangkai Choel (Konon, cerita Sunny terinspirasi dari masa remaja sang ibunda tercinta). Sunny bak sebuah kotak misteri yang perlahan-lahan tersibak. Hal ini merujuk pada nasib para anggota kelompok Sunny setelah dewasa kala mereka benar-benar menapaki kehidupan, makin terasa kala Choel piawai memberikan rasa kala menaikkan intensitas.
Tak melulu berkutat pada ranah kelam, Sunny memiliki adegan memorable kala mereka melakukan tawuran antar geng yang dibungkus sedemikian menyenangkan berkat ketepatan memainkan timing. Pun, senada dengan hal itu momen menyentuh pun mencuat kala dalam salah satu adegan menampilkan Na-mi menonton video masa SMA yang mereka buat, kontras sekali perbedaan pula mimpi yang kini ia rasakan.
Sunny adalah sebuah paket komplit yang benar-benar memuaskan. Bersama mereka saya tertawa, bersama mereka pula saya menangis. Ini membuktikan bahwa Choel berhasil memberikan sebuah jalinan serta koneksi terhadap penonton. Saya teringat, ketika duduk di bangku SMA membicarakan tentang masa depan bersama sahabat tercinta. Entah bagaimana semua itu terlaksana, sebuah misteri yang akan kita pecahkan sendiri nantinya. Mari kita nantikan Bebas garapan Riri Riza yang merupakan remake dari film ini.
SCORE : 4.5/5
0 Komentar