Berawal dari sebuah film pendek berjudul sama pada tahun 2014 garapan sutradara asal Norwegia, Lars Klevberg (Child's Play remake) kembali memulai debut film panjangnya kali ini tak lebih dari sekedar pengulangan tema horor remaja belakangan yang sempat di populerkan oleh Ringu kala seseorang yang menonton video akan menemui ajalnya. Polaroid pun serupa demikian meski sejatinya tak sama. Gantikan video dengan potretan kamera.
Ialah Bird Fitcher (Kathryn Prescott) yang menemukan sebuah kamera polaroid kuno pemberian sang sahabat kala menemukannya di sebuah pelelangan barang. Impresi pertama Bird adalah takjub kala barang kuno yang langka kini ia miliki. Namun, seketika berubah kala Bird yang membawa kamera polaroid tersebut ke sebuah pesta remaja SMA yang kemudian ia gunakan untuk memotret kebersamaan para sahabat yang perlahan berubah-karena siapa saja yang berhasil terpotret oleh kamera tersebut akan menjadi calon mayat yang siap menemui ajal.
Ini tak lebih dari sekedar pengulangan yang nihil sebuah esensi maupun substansi. Polaroid berubah menjadi tontonan klise nan repetitif kala sekelompok remaja ceroboh nan mempunyai sifat bodoh berjuang menyelamatkan nyawa. Tak masalah jika eksekusi berani ditampilkan. Namun, Klevberg sama sekali tak memberikan sebuah perubahan yang signifikan, kecuali setumpuk lubang logika yang menganga.
Ya, sulit memungkiri kebenaran bahwa entitas jahat bisa bersarang dalam sebuah teknologi, pengkaitannya dengan dunia fisika sama sekali terasa dipaksakan. Tak ada latar belakang yang jelas selain sebagai sebuah benda terkutuk yang menjadi saksi bisu tewasnya seseorang yang menyimpan sebuah urusan yang belum selesai. Dari sini, naskah garapan Blair Butler terlihat jelas tipisnya.
Polaroid adalah horor b-movie yang menolak untuk mengakui statusnya. Akan berakhir menyenangkan kala Polaroid mampu bersenang-senang layaknya horor b-movie yang tampil seharusnya. Sekali lagi, Klevberg dengan tak tahu malunya enggan mengakui hal tersebut. Mayoritas penyerangan yang dilakukan makhluknya disajikan secara off-screen dan penuh kemalasan. Dari sini saya mulai pasrah dengan apa yang hendak dicapai Polaroid.
Hingga akhirnya seketika menyerah kala 88 menit durasinya penuh dengan penguluran yang sama sekali tak berdampak. Mudah sekali menebak bagaimana Polaroid berakhir, cukup pikirkan dan yakinkan bahwa iblis maupun entitas lainnya berasal dari api dan akan kembali ke ..... Sungguh sebuah simplifikasi yang sangat menggampangkan.
SCORE : 1.5/5
0 Komentar