Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

ANT-MAN (2015)

Pasca Guardians of the Galaxy (2014) yang membuka Marvel Cinematic Universe (MCU) ke ranah cosmic, Ant-Man pun demikian, menjadikan tokoh cosmic dengan segala aksi santai kaya akan sebuah amunisi di samping sebuah aksi. Di belakang layarnya, kasus Ant-Man memang kurang beres, awalnya Edgar Wright adalah sang sutradara, hingga beliau memutuskan keluar karena perbedaan misi serta visi dengan pihak MCU yang gemar menanamkan easter egg ke film berikutnya. Pun naskah yang awalnya ditulis oleh Wright bersama Joe Cornish pun turut diperbaiki ulang oleh Adam McKay (Anchorman) beserta Paul Rudd sementara kursi sutradara jatuh kepada Peyton Reed (Yess Man) yang merupakan sutradara spesialis komedi.


Bagaimanapun Wright maupun Reed berbeda soal selera dalam menerapkan komedi. Pun, dari sini saya tak akan membahas wacana belakang layar ini sedemikian runut, sebelum review ini berubah menjadi sebuah analisis. Ant-Man dibuka sedemikian lambat, memilih membungkam aksi demi sebuah penceritaan mengenai sebuah perpecahan antara Hank Pym (Michael Douglas) dengan S.H.I.E.L.D yang berusaha mencuri formula penemuannya pada 1989. Kemudian, cerita menampilkan Scott Lang (Paul Rudd) yang pasca keluar dari bilik penjara, mendatangi pesta ulang tahun puteri tercinta kemudian terpaksa kembali terlibat pada sebuah pencurian yang secara tak sengaja mempertemukannya dengan Hank Pym dan memulai misi, untuk itu Scott harus menjadi Ant-Man guna mencuri Yellowjacket dari tangan Darren Cross (Corey Stoll), mantan murid Pym yang menggunakan semuanya demi urusan finansial.
 
 
Ant-Man tak lebih dari sekedar heist movie berbasis tontonan superhero, terdengar klise memang. Meski demikian, hal yang patut diacungi jempol dari film garapan Reed ini adalah pembawaan narasi yang membawa penonton memahami latar belakang kisahnya yang tersaji cukup rapi. Belum lagi, lewat Ant-Man alih-alih kita dibawa mengarungi samudera maupun luar angkasa, filmnya berjalan unik, di mana hal terkecil seperti karpet, rumput, hingga lintasan mainan kereta menjadi arena.
 
 
Dari sini, hiburan tercipta kala efek CGI turut berjasa bukan karena gempuran visual, melainkan guna meminimalkan "dunia mini" yang menjadi wadah bagi hiburan itu tercipta. Bukan tanpa celah, unsur cosmic dari Ant-Man sejatinya kurang mempunyai nyawa lebih, meskipun di belakang layar maupun di depan layar (baca: Michael Pena) yang berperan sebagai sidekick. Pun, terkait karakter Hope (Evangeline Lily) kurang kedalaman guna persiapan ke seri berikutnya. Ini bisa dimaklumi, secara tak mengganggu guliran penceritaan.


Dengan demikian, saya tak keberatan dengan hal itu asalakan hiburan paripurna masih bisa dinikmati. Pun, menilik easter egg ke film selanjutnya, Ant-Man terhitung rapi menggulirkan hal tersebut tanpa mengurangi esensi filmnya. Sajian drama-nya pun begitu hangat, ini tak lepas dari pancaran persona likeable milik Paul Rudd.


SCORE : 4/5

Posting Komentar

0 Komentar