Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

THE DEVIL FISH (2018)

The Devil Fish yang di negara asalnya berjudul The Tag-Along: Devil Fish ini merupakan sebuah prekuel dari The Tag Along (2015) dan The Tag Along 2 (2017) sebuah urban legend di Taiwan mengenai iblis kecil bernama Mosien yang hidup di dalam tubuh ikan. Sedari awal durasi bergulir, kita diperlihatkan sekelompok pria yang memancing ikan dan tak sengaja memakan ikan yang di dalamnya hidup Mosien, membawa guliran penceritaannya kepada sebuah proses eksorsisme yang dilakukan Lin Zhi Cheng (Cheng Jhen-shuo) sang protagonis utama film ini.
 
 
Pria yang memakan ikan yang di dalamnya hidup iblis Mosien ini melakukan sebuah pembantaian terhadap keluarganya sendiri. Ini dikarenakan pengaruh Mosien yang sangat kuat, yang kemudian memaksa Zhi Cheng guna dirasuki Dewa Harimau yang sulit untuk ia terapkan semenjak kepergian sang istri tercinta. Mosien akhirnya lumpuh ketika ikan tempat bersemayamnya di goreng. Seperti kebanyakan film horor lainnya, ini bukanlah akhir dari masalah, melainkan turut membuka masalah baru berupa anak ikan Mosien yang keluar dari ikan yang di goreng kemudian di ambil dan di bawa oleh Jia Hao (Chaster Wu), bocah yang tengah asik-asiknya merekam prosesi pengusiran yang dilakukan Zhi Cheng guna mengikuti lomba pembuatan film pendek.
 
 
Anak ikan yang di bawa Jia Hao ia masukan ke dalam akuarium miliknya, ini yang kemudian membuat sang ibu Huang Ya Hui (Vivian Hsu) kerap diganggu beragam penampakan, terlebih mentalnya yang sedikit terganggu kala ia larut dalam depresi akibat perceraiannya bersama sang suami. Dari sini, sutradara debutan, David Chuang mengkombinasikan teror hantu beserta kondisi psikologis kedua karakter yang sama-sama di rundung duka akibat ditinggal orang tercinta.


Sayang, naskah garapan Shi-Geng Jiang tak punya amunisi yang cukup guna menghasilkan sebuah double terror yang melanda karakter-alhasil apa yang didapat hanya sebatas latar belakang tanpa kejelasan yang tepat. Kita hanya tahu kedua karakter utama kita sama-sama dirundung duka atas kepergian orang tercinta tanpa memahami apa yang mereka rasakan. Poin ini sejatinya gagal tersaji serupa niat yang pada awal diterapkan.


Pun, eksekusi dari Chuang sejatinya berjalan liar, melompat dari satu adegan ke adegan berikutnya yang sama sekali tak berkesinambungan. Ini tentu menurunkan tensi dan mengakibatkan sekuen berjalan tak pasti. Editing yang kacau dan pengadeganan yang serba tanggung turut melekat pada film ini. Oh ya, saya belum menyebut bahwa The Devil Fish terjangkit parade jumpscare berisik yang amat sekali mengganggu. Sekali lagi, ini diakibatkan oleh penyuntingan yang sangatlah buruk.


Meskipun Cheng Jen-shuo dan Vivian Shu tak pelak tampil dengan performa serupa, tetap saja kehadiran mereka tak mengangkat derajat filmnya yang bergerak acak, lincah tanpa mengindahkan aturan. Saya paham, niat Chuang ingin menyajikan sebuah "kebangkitan serta pergerakan" dari sebuah duka dengan sebuah kekuatan menghadapi kenyataan tanpa dibayangi bayangan masa lalu mengenai kehilangan, pesan ini memanglah kuat pula penting untuk diterapkan yang kemudian tenggelam begitu saja akibat kurang jelasnya penyampaian pula penempatan pengadeganan.


Dari sini saya sudah pasrah, menyerah ingin dibawa kemana oleh The Devil Fish yang kemudian menyiratkan sebuah kelanjutan akan kisahnya pasca menampilkan dua mid-credit title yang menghidupkan kembali teror yang kurang meneror berkat penggunaan penampakan CGI pula make-up yang kurang memadai. Bagaimana saya menyambutnya dengan perasaan gembira jikalau pendahulunya saja sudah begini adanya?


SCORE : 1.5/5

Posting Komentar

0 Komentar