Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PET SEMATARY (2019)

Pet Sematary yang merupakan adaptasi dari novel Stephen King ini adalah sebuah film horor yang nihil sebuah jumpscare menghentak maupun penampakan yang masif. Jauh sebelum versi terbarunya di buat, pada tahun 1989 yang juga pertama kali filmnya dibuat, materi Pet Sematary adalah soal kematian dan bagaimana menyikapinya. Kematian adalah sebuah kepastian yang mana akan menimbulkan sebuah lubang menyakitkan kala sang orang tercinta pergi dan meninggalkan kita. Ini adalah sebuah persentasi yang begitu relatable pun menarik kala divisualisasikan.
 
 
Masih dengan cerita yang sama seputar kepindahan keluarga ke sebuah kota kecil di Ludlow, Maine. Di mana sang kepala keluarga, Louis (Jason Clarke) yang seorang dokter menganggap dan meyakini keputusannya ini adalah sebuah usaha yang tepat guna memberikan waktu luang pula menjalin hubungan yang lebih baik lagi bersama sang istri, Rachel (Amy Seimetz) dan kedua anaknya, Ellie ( Jeté Laurence) yang berusia 9 tahun dan bocah balitanya, Gage (diperankan saudara kembar Hugo Lavoie dan Lucas Lavoie).


Pet Sematary tanpa tampil basa-basi dengan cepat memperlihatkan Ellie yang tengah melihat segerombolan anak kecil yang menggunakan topeng mengerikan tengah menjalankan proses penguburan bagi anjing kesayangannya yang kemudian menggiring Ellie pada sebuah kecurigaan guna melihat Pet Sematary. Dari sini menghasilkan sebuah impak berupa ketakutan Ellie akan kucing kesayangannya, Church.


Tak butuh waktu lama untuk Church meregang nyawa, mayat si kucing ditemukan oleh sang tetangga, Jud (John Lithgow) yang kemudian mengajak Louis untuk menguburkannya di Pet Sematary. Namun, berdasar karena tak ingin membuat Ellie sedih, Jud membawa Louis untuk menguburkan jasad Church di sebuah bukit di atas Pet Sematary yang merupakan sebuah tanah Indian yang dapat menghidupkan kembali mayat yang dikubur di atas tanahnya.


Benar saja, Church hidup kembali. Namun, kali ini bersikap lebih agresif dan tak seperti biasanya. Ini adalah langkah awal bagi sutradara Kevin Kölsch dan Dennis Widmyer (Starry Eyes, Absence) dalam membangun nuansa teror. Kevin dan Dennis memang bukanlah sutradara yang piawai membangun jumpscare yang efektif, berkat naskah garapan Jeff Buhler (The Midnight Meat Train, The Prodigy) semua tampil cukup efektif karena naskahnya tersaji sedemikian rapi, meluangkan clue berupa peristiwa masa lalu dari para karakternya guna melaju ke sebuah teror berikutnya.


Saya memang belum menonton film original-nya,-namun berkat hasil berselancar di media sosial, Pet Sematary versi baru ini sukse menambal apa yang tak dijamah film pendahulunya, seperti menjelaskan lebih mengenai pekarangan Pet Sematary pula tanah di atas bukitnya serta memberikan ruang lebih guna penonton merasa terikat pula mengerti akan kondisi karakternya, terlebih mengenai Rachel yang masih dihantui kejadian masa lalu terkait kematian sang saudara yang terjangkit penyakit meningitis tulang belakang.


Dari situ, Kevin dan Dennis memanfaatkan momen disturbing imageries guna menambal jumpscare agar penonton tak larut dalam rasa bosan. Pun kehadiran Victor Pascow (Obssa Ahmed) yang merupakan korban kecelakaan truk yang ditangani oleh Louis pun mampu memberikan sebuah pertanda di balik tampilan seramnya dengan kepala pecah dan otak yang masih berdenyut, tak seperti versi terdahulunya yang sempat memberikan sebuah lelucon.


Mengenai pandangan soal kematian pun sejatinya tampil menarik, di mana Louis lebih terbuka mengenai kematian kepada Ellie dengan menceritakan yang sebenarnya. Sementara Rachel memilih memperhalus perkataannya dengan mengucapkan bahwa setelah kematian, orang mati akan menanti di surga. Pandangan yang berbeda ini memberikan sebuah sumbangsih tersendiri bagi pemikiran personal Ellie.


Hingga kala filmnya mulai menyentuh konflik utama, perubahan tampil beda pun dilakukan. Sebuah kewajaran memang kala modernisasi beserta relevansi diterapkan. Namun, dalam kasus Pet Sematary kala ia banting setir ke arah slasher kesenangan mungkin di dapat, sementara esensi kian terlucuti. Ini yang sangat disayangkan dari Pet Sematary kala sebuah modernisasi pula relevansi ternyata mengeliminasi sebuah esensi yang paling krusial bagi filmnya sendiri. Alhasil kesan berikut pesan yang coba disampaikan pun runtuh seketika.


Padahal, Jason Clarke memainkan performa apik seorang ayah yang dengan degradasi yang ditampilkannya begitu meyakinkan pula dapat dipahami segala keputusannya. Sementara John Lithgow mampu menyulap barisan dialog agar tak terdengar kaku di samping Jeté Laurence yang diberikan sebuah tantangan tersendiri. Sangat disayangkan memang pasca sebuah tantangan itu turut meruntuhkan nilai krusial filmnya.


SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar