Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

LUPT (2018)

Harus diakui, film Bollywood arus utama belakangan ini piawai memainkan isu sosial dengan pendekatan yang ringan, menjadikan filmnya begitu menyenangkan pula tepat sasaran. Namun, untuk urusan horor, film Bollywood jauh berada di belakng kualitas film horor buatan lokal yang mempunyai kualitas rata-rata, sekalipun itu yang memiliki predikat kurang sekalipun. Entah kurangnya formula atau eksekusi, sepanjang menonton film horor Bollywood saya belum menemukan yang benar-benar berada di rata-rata, sekalipun baik pun itu juga bukan murni horor (baca: Stree).
 
 
Premis yang dimiliki Lupt sejatinya tergolong familiar pula klasik sekalipun. Tentang sebuah perjalanan liburan yang mengalami kendala dan kemudian berada dalam marabahaya. Keluarga tersebut adalah keluarga Harsh Tandon (Javed Jaffrey) yang memboyong keluarganya yang terdiri dari: istri, Shalini (Niki Aneja Walia) dan kedua anaknya, Sam (Risabh Chadha) dan Tanu (Meenakshi Dixit) yang turut memboyong sang kekasih, Rahul (Karan Anand) pasca memutar arah jalan menuju Naintal yang berpotensi macet selama dua jam ke sebuah jalan menuju Lucknow yang merupakan tipikal jalan yang akan dilalui sebuah film horor, yakni hutan dengan suasana sepi.
 
 
Tentu, ini dalam kitab cerita horor klasik semuanya tak akan baik-baik saja, terlebih kala keluarga Harsh bertemu dengan seorang pria misterius, Dev (Vijay Raaz) yang mengalami mogok di jalan. Kondisi yang seharusnya dibantu Harsh ini kemudian ia abaikan, hingga keadaan berbalik-mobil Harsh mengalami mogok dan terpaksa beristirahat sejenak di rumah milik Dev.
 
 
Sampai sini, materi cerita yang ditulis oleh Prabhuraj (turut merangkap sebagai sutradara) terlampau klasik. Pun, mengenai bumbu horornya pun demikian. Kita akan melihat beragam keanehan yang dialami masing-masing karakter, sebelum mereka mendekati, menceritakan kepada karakter lain, penampakan tersebut hilang begitu saja. Kondisi ini acap kali mengalami sebuah repetisi, terlebih di karakter Harsh yang mengalami insomnia akut pula sang putera yang sulit bertingkah serius, Sam.
 
 
Saya tak masalah jika materi klasik digarap begitu menarik. Pembaharuan jelas diperlukan, meski itu sedikit. Namun, Lupt enggan untuk memberikan sentuhan lain kecuali membiarkannya mengalir begitu saja, memberikan nuansa klasik yang sangat kentara. Sayang, rasa klasik itu tak berjalan epik. Prabhuraj kesulitan memberikan sentuhan penggugah cerita agar berjalan menarik. Sekalinya memadukan unsur psikologis, tersaji kesan tanggung.
 
 
Yang sangat mengganggu adalah penampakan hantu yang menggunakan CGI yang kurang mulus. Ini jelas pemandangan yang tak diharapkan. Ketika berpindah menggunakan sosok yang menggunakan make-up, terlihat dengan jelas kurang rata dan jauh dari kesan menyeramkan. Alhasil, bayangan yang dirasakan ketika menonton filmnya pun sama sekali tak menakutkan, menggelikan pasti.
 
 
Scoring-nya pun luar biasa buruk. Memekak gendang telinga dengan musik sekeras-kerasnya, tunggu ketika anda menyasikan para karakter meregang nyawa yang luar biasa mati dengan konyol. Entah ini sebuah film komedi atau kurangnya modal pembuatan. Memperlihatkan keburukan dengan tak tahu malu atau memang disengaja untuk tampil memalukan.
 
 
Entah boneka, troli, hingga penampakan setan kurang polesan dilakukan sedemikian sering, mengukuhkan Lupt mempunyai kualitas yang di bawah rata-rata. Tunggu, kala sebuah twist di hadirkan begitu saja yang merupakan wujud kebingungan para penulisnya. Twist yang gagal memberikan rasa kejut karena sedari awal sudah tercium baunya. Serupa judulnya yang berarti punah, Lupt pun mengamini makna tersebut dengan kualitas yang semuanya punah.
 
 
SCORE : 1/5

Posting Komentar

0 Komentar