(REVIEW ini mengandung SPOILER)
Serupa tokoh protagonisnya, Zero adalah tontonan yang ambisius. Saya sarankan, tinggalkan nalar anda di rumah kala menyaksikannya. Maka, hasilnya akan dapat begitu diterima. Ini alasan mengapa kebanyakan kritikus asal India menyalahkannya. Tokoh utama kita bernama Bauua Singh (Shah Rukh Khan) yang seperti judulnya, ia adalah seorang pria yang "zero". Kondisi ini merujuk pada perawakan tubuhnya yang kecil dan tak bertumbuh besar seperti impiannya. Kehidupan Bauua memang sempurna, ia adalah anak seorang keluarga kaya raya yang bisa menghamburkan uang senilai 600 ribu rupee alias setara dengan 124 juta rupiah demi membuktikan cintanya kepada seorang wanita.
Itu terjadi kala sekuen musikal Mera Naam Tu, di mana Bauua menyanyi di tengah semburan air dengan warna-warni menyala serta orkestra megah demi memberikan sebuah kejutan kepada Aafia (Anushka Sharma), seorang ilmuwan NASA penderita cerebral palsy yang mengharuskannya duduk di kursi roda. Pertemuan mereka berawal dari sebuah biro jodoh kala Bauua menemukan foto Aafia. Hingga pertemuan pun dilakukan yang membuat Bauua kecewa dengan angannya. Ini yang membuat pertemuan mereka tak berjalan harmonis, Bauua bahkan sempat mempermalukkan Aafia di depan para awak media. Namun, kondisi ini semua tak berjalan lama, kala cinta diantara mereka datang secara tiba-tiba. Inilah perwujudan dari sebuah kalimat "benci jadi cinta".
Bauua adalah orang yang penuh talenta, selain karena rupanya yang menawan (Come on guys, we will talk about SRK) ia pun dengan sangat mudah mampu menjatuhkan bintang dengan telunjuk jarinya. Berawal dari "10, 9, 8, 7, 6, 5, 4, 3, 2, 1, zero" bintang pun jatuh dengan sendirinya. Seperti yang telah saya singgung, Bauua memiliki ambisi pula mimpi yang besar, ia pun ingin memetik "bintang" lain, yakni Babita Kumari (Katrina Kaif). Memang, terdengar seperti pungguk yang merindukan rembulan. Tak ada yang sulit untuk mewujudkannya, seperti apa yang Bauua rasakan kala ia memenangkan sebuah kontes untuk bersama dengan Babita.
Bauua mengejar mimpi muluknya dengan pergi bersama Babita, meninggalkan Aafia yang tulus mencintainya. Paruh kedua merupakan rutinitas Bauua bersama sang bintang yang alkoholik, terlebih pasca ditinggal sang kekasih. Bauua menjalani kehidupan bersama Babita, ia minum bersama, melihatnya berakting pula melihat proses pemotretan. Memamerkan kelihaiannya memetik "bintang" yang gagal karena berada di tengah para "bintang". Momen ini turut pula menampilkan sederet cameo besar mulai dari Alia Bhatt, Rani Mukerji, Kajol, Deepika Padukone, Madhuri Dixit, Kharisma Kapoor hingga mendiang Sridevi-yang menjadi film terakhirnya.
Puncaknya, sutradara Aanand L. Rai (Tanu Weds Manu, Raanjhanaa) menampilkan sebuah percakapan singkat di sebuah mobil, di mana ini membuktikan kapasitas seorang Katrina Kaif dalam melakoni adegan dramatik. Bauua merasa cinta sejatinya adalah Aafia yang telah ia tinggalkan, keputusan untuk memperbaiki semuanya, memulai kembali dari awal pun dilakukan. Meski, kini semuanya tak lagi sama, Aafia telah memiliki seorang tunangan pula tengah mempersiapkan pesta pernikahan. Namun, Bauua tak menyerah begitu saja, ia pun tetap berjuang, termasuk (Spoilers start here) mengikuti sebuah audisi menerbangkan manusia ke Mars yang diadakan oleh Aafia.
Dari menjatuhkan bintang, merengkuh seorang bintang, dan kembali menuju bintang, semua Bauua lakukan demi membuktikan impiannya. Ini yang merupakan aspek terbaik dari Zero, kala secara tak disadari, naskah garapan sang sutradara bersama Himanshu Sharma menampilkan sebuah korelasi antar-karakter yang masing-masing memiliki sebuah kekurangan, membuktikan bahwa mereka mempunyai kelebihan. Lebih dari itu, Zero sukses memainkan sebuah metafora pula analogi di setiap adegannya, meski itu terkendala kala konklusi dijalankan.
Ini adalah sebuah kisah mengenai "keterpurukan" dan "penebusan". Jika anda pernah bergulat dengan setumpuk masalah hidup dan cinta, semuanya bisa dipahami. Meski, jika di pikir masak-masak semuanya terlampau menyalahi logika. Itu bisa diterima, kala sedari awal naskahnya memang enggan untuk tampil memenuhi logika, bermain-main dengan angan pula mimpi yang begitu dapat terealisasi dengan cepat, meninggalkan lubang logika yang rasanya harus dienyahkan guna mendapatkan sebuah kepuasan.
Ya, kepuasan memang di dapat. Sejauh ini, Zero adalah tontonan yang dengan senang hati saya nikmati dua kali demi memetik "pesan" yang dikandungnya. Itu semua lantas tak serta merta berjalan sempurna kala memasuki konklusi yang terburu-buru, mengingat 164 memit durasi ditempuh guna pembangunan cerita. Rai pun sedikit kelabakan kala menutup konklusi yang bisa diterima karena mulai membengkak di pengeluaran budget. Alhasil digunakanlah epilog singkat yang sederhana menggambarkan proses penceritaan, menurunkan sedikit rasa pula emosi yang urung untuk membekas lama.
Padahal, saya tak keberatan jika menyatroni kisahnya sekitar 20-30 menit lebih. Namun, ini adalah pilihan. Zero adalah film Shah Rukh Khan dengan budget termahal, ini tentu digunakan untuk membuat tubuh sang aktor "mengecil" dengan menerapkan teknik forced perspective yang dikombinasikan dengan teknik double scale. Pula visualnya menampilkan sinematografi cantik, seperti kala Bauua dan Aafia melayang di sebuah ruangan kedap udara. Dan satu lagi, Anushka Sharma tampil begitu meyakinkan menghantarkan sebuah emosi yang tersaji sedemikian meyakinkan.
SCORE : 3.5/5
0 Komentar