Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

SUI DHAAGA: MADE IN INDIA (2018)

Sui Dhaaga: Made in India memang bertindak sebagai tontonan inspirasional. Sutradara Sharat Katariya (Dum Laga Ke Haisha) yang merangkap sebagai penulis naskah pun menyadari hal itu. Secara tak langsung, Sui Dhaaga: Made In India terjebak pada sebuah pola eksplorasi penderitaan dan ketidakberdayaan para karakternya. Mengubur semangat yang serta merta timbul lewat ucapan karakternya. Pola ini bukannya haram terjadi, melainkan komparasi jomplang yang kemudian menggiring ke sebuah penebusan akan filmnya sendiri sarat akan ketidakseimbangan bertutur. Ini pula yang menimpa pada filmnya yang melemahkan perjuangan sang karakter.

Karakter utamanya adalah Mauji (Varun Dhawan) seorang pria yang meskipun dilanda kesusahan selalu tersenyum simpul sambil berkata "Sab Badhiya Hai (Semuanya baik-baik saja)". Saya selalu mendukung karakternya untuk berjuang pula merengkuh kesuksesan meski perlakuan bak hewan acap kali dilayangkan kepadanya. Ini yang membuat Mamta (Anushka Sharma) merasa sedih terhadapnya. Dalam perspektif lain pun ditampilkan omelan sang ayah (Raghubir Yadav) yang menganggap Mauji seorang yang pemalas. Interaksi mereka memang tak sejalan, -namun menghasilkan barter sindir-menyindir yang terasa relevan, terlebih perihal perbedaan sudut pandang.
Pun, perbedaan sudut pandang yang menjadi poin vital film ini. Kala larangan sang ayah terhadap Mauji untuk menjadi seorang penjahit karena melihat pengalaman sang kakek yang dilanda kebangkrutan bersebrangan dengan pikiran Mamta-Mauji yang lebih terbuka, memanfaatkan keahlian dalam hal menjahit merupakan sebuah jalan untuk menuju kesuksesan. Hingga puncaknya ketika sang ibu (Yamini Das) terkena serangan jantung, menimbulkan sebuah kecemasan keluarga yang justru berujung pada sebuah tawa. Ini pula tempat terbukanya jalan terang bagi Mamta-Mauji dalam memperbaiki masalah ekonomi.
Sampai di sini, saya mendukung penuh semangat juang mereka. Menantikan sebuah senyuman merekah yang tergambar dari bibir mereka. Namun kembali lagi pada eksekusi yang diterapkan oleh Sharat Katariya, di mana tak lengkap rasanya kalau tak menaburkan bumbu penderitaan kepada mereka. Alhasil terjadilah momen "gali lubang tutup lubang" yang berujung pada sebuah momen repetisi hal demikian. Melelahkan bagi saya untuk menikmati sajian uplipting dari perjuangan dan kebersamaan mereka.
Padahal, momen terbaik dari Sui Dhaaga: Made in India hadir dari sana, sebuah momen memperlihatkan Mauji dan Mamta dalam sebuah bus, ditemani lagu Chav Laaga yang mengalun. Interaksi inilah yang saya harapkan dari filmnya, kala kebahagiaan tak berarti harus dengan sebuah kemewahan, melainkan cukup dengan kesederhanaan.
Menilik sisi teknik dan penceritaan dalam penggambaran masyarakat ekonomi menengah ke bawah, Sharat Katariya memang teliti akan hal itu. Andai saja filmnya tak terjebak pada sebuah pola dalam mengeksplorasi penderitaan alih-alih mengeksploitasinya untuk menjadikannya sebgai sebuah tontonan  inspirasional yang mengena. Memang realita berjalan demikian, -namun tak setiap kesengsaraan harus terus dilanda kesedihan. Semangat mereka sudah cukup mewakili dalam menjalani kehidupan. Mamta dan Mauji pun melakukan hal itu. Menguatkan Varun Dhawan beserta Anushka Sharma sebagai pelakon yang multitalenta sekaligus masa depan yang cerah.
Hingga sebuah konklusi yang bersebrangan pun ditampilkan oleh Sharat Katariya, di mana separuh filmnya berjalan kita terasa sulit untuk tersenyum, membalikkan hal tersebut sarat akan sebuah transisi kasar nan jomplang. Pula turut mempertanyakan sebuah ketidaklogisan kala seorang yang tak menempuh jalur pendidikan tinggi bisa membuat sebuah karya yang setara dengan seorang desainer kenamaan. Apapun hal itu, ini merupakan sebuah ketidakpekaan sang pembuat demi menciptakan sebuah kesan "menginspirasi" tanpa terlebih dahulu "meneliti" karyanya.
SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar