Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

ROMPIS (2018)

Secara mengejutkan, Rompis yang disadur dari novel Roman Picisan rekaan Eddy D. Iskandar yang kemudian sempat dikembangkan ke dalam bentuk sinetron yang melambungkan nama pemainnya sebanyak 107 episode ini tampil begitu meyakinkan pula menggemaskan. Saya memang bukan penonton setia sinetronnya, -namun melihat interaksi antara Roman (Arbani Yasiz) dan Wulan (Adinda Azani) kala bersama membuat saya merasa bahagia, tergiur akan romantika remaja yang mereka bawakan. Ini berarti mereka sukses merenggut atensi, memberikan simpati yang sukses terpatri.

Penceritaannya sendiri melanjutkan kisah di sinetronnya, kala acara kelulusan sekolah menjadi hari terakhir Roman dan Wulan bersama. Roman memenangkan beasiswa di sebuah Universitas di Belanda bersama sang sahabat, Samuel (Umay Shahab). Roman sebelumnya berjanji akan kuliah bersama dengan Wulan. Tak seperti film romansa bertemakan remaja, naskah garapan Monty Tiwa (Test Pack: You Are My Baby, Critical Eleven) yang turut merangkap sebagai sutradara bersama Haqi Achamd (Ada Cinta di SMA, Sajen) dan Putri Hermansyah tak menuturkan kisah yang ingin tampil (sok) dewasa dengan berurai air mata, melainkan menjadi sebuah proses pendewasaan diri kala mereka berjanji menjaga hati, tak melulu harus sering berinteraksi.
Selanjutnya, pendewasaan ini turut menimpa pada eksekusi Monty Tiwa, yang sebelumnya telah berpengalaman mengerjakan film romansa dewasa. Monty tahu betul kapan ia membuat Roman mengeluarkan puisinya (Ini alasan mengapa ia disebut Roman Picisan atau Rompis), sehingga tak sepenuhnya bergantung pada buaian kata yang fana, yang menjadi alasan penguat cerita. Sebaliknya, Monty membangun sebuah interaksi lewat tuturan verbal, yang mana lebih terasa. Apalagi baik Arbani maupun Adinda telah sama-sama bersama dalam sinetronnya, ini menjadikan pertukaran interaksi kaya chemistry yang manis. Seperti kita lihat di trailer yang menempatkan mereka berjalan bersama, Wulan yang malu tapi mau menggandeng tangan Roman, dan Roman dapat membacanya secara alamiah.
Seperti kita tahu pula ceritanya akan melibatkan tuturan kisah cinta segitiga, kehadiran Meira (Cut Beby Tshabina) mengusik perasaan Wulan untuk segera bertandang ke Belanda. Alhasil terjadilah aksi tarik ulur berupa kecemburuan Wulan terhadap kehadiran Meira. Ini pula yang menarik di sini, interaksi dingin berbalut curiga melanda para karakternya. Terlebih Wulan dengan sikap cemburunya yang menghasilkan sebuah sekuen benci tapi cinta nan menggemaskan. Sementara Beby Tshabina dengan tampang cewek misterius nan judesnya turut menghasilkan sebuah percikap semakin membara, berskala kecil,-namun ampuh menciptakan sebuah gejolak membara.
Ya, memang ceritanya terasa repetitif, Roman dan Wulan bersama-hadir Meira-Wulan kesal-Roman minta maaf. Sekuen tersebut diulang hingga mencapai 3-4 adegan. Yang mana menghasilkan sebuah emosi yang kurang kala menjelang konklusi. Bukan berarti buruk, melainkan turut terlucuti pesonanya berkat repetisi tadi. Untungnya, Rompis bukanlah film remaja yang mengandalkan kata, tersimpan muatan serius nan dewasa dalam tuturannya. Di samping Umay Shahab sebagai sidekick yang dijejali rasa humor terlihat lebih dewasa dibanding Roman.
Itulah mengapa kala menontonnya membuat betah, Monty tetap tak kehilangan tensi meski cerita gampang tertebak, selalu punya tenaga guna menarik penonton masuk ke dalam ceritanya. Seperti kala Roman mengambil ponsel kemudian ber-selfie bersama Wulan yang memang bukan kebiasaannya. Roman berjuar "untuk diperlihatkan ke anak cucu". Wulan meresponnya dengan muka menatap wajah Roman disertai senyuman manis yang begitu dalam. Saya terbawa perasaan kala momen tersebut menyimpan sebuah intensi lebih, yakni keinginan Roman untuk bersama dengan Wulan sampai lanjut usia, berkumpul bersama sebuah kelompok yang dibangun atas dasar cinta. Saya pun tesenyum, mengangguk dan mengamini hal serupa dapat terjadi kepada saya di masa mendatang.
SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar