Saya paham betul apa yang akan ditawarkan oleh cerita yang menyadur game berjudul Rampage ini dalam menghasilkan sebuah tontonan yang menyenangkan. Selain sebagai bentuk kecanggihan berupa spesial efek yang menampilkan para monster dalam menjalankan sektor cerita, Rampage yang merupakan kolaborasi ketiga sutradara Brad Peyton bersama Dwayne Johnson pasca Journey 2: The Mysterious Island dan San Andreas adalah pop corn movie yang dengan senang hati saya sambangi dua kali, terlebih sosok monsternya pun memiliki hati.
Ya, dalam Rampage Dwayne Johnson berperan sebagai Davis Okoye, seorang ahli primata yang juga mengurus seekor gorila albino besar. Seperti yang telah saya singgung, George adalah seekor gorila yang memiliki hati. Dalam sebuah adegan, Davis membawa Pavoo, seekor gorila baru yang kehilangan keluarga setelah peristiwa perburuan gelap. Awalnya George bersikap ketus terhadap Pavoo, melalui bahasa isyarat yang disampaikan Davis, George kemudian menjinak, membuka sebuah jalan terhadap momen berperasaan yang ditampilkan oleh sorot mata Pavoo pula George yang memberikan sebuah empati. Ini adalah kelebihan Rampage, kala monster dalam film bertema serupa urung memiliki hati.
Hingga sewaktu sebuah sampel rahasia jatuh dari langit dan mendarat di kandang George, George berubah menjadi ganas. Saya dapat memahami apa yang terjadi semata karena rasa takut yang dialami, itu pula yang membuat Davis meminta para petugas lain agar tak menembak George. Tragedi serupa pun menimpa pada Ralph seekor serigala raksasa dan seekor buaya raksasa yang bak gabungan dari Lizzie dan Crock dari sumber aslinya. Dimulailah aksi yang kita inginkan dari sebuah tontonan eskapisme.
Sebersit pertanyaan muncul dalam benak kala sebuah game yang hanya menampilkan kekacauan kota oleh para monster akan tersaji bagaimana dengan plot tipis miliknya. Naskah yang dikerjakan secara keroyokan oleh empat penulis yang terdiri dari: Ryan Engle, Carlton Cuse, Ryan J. Condal, dan Adam Sztykiel memang formulaik, formula serupa mungkin terlampau sering dipakai, alhasil repetisi pun dipilih. Sepasukan militer mencoba mengamankan kota, menembak para monster yang berujung sebuah kegagalan terjadi. Yang pada momen ini turut menampilkan Harvey Russell (Jeffrey Dean Morgan), seorang agen pemeintah yang bergaya ala koboy, lengkap dengan pistol emas miliknya.
Walaupun demikian, suntikkan sebuah hiburan bahkan tak pernah surut berkat kepiawaian Peyton dalam merangkai amukan massal para monster yang tersaji sedemikian masif. Tunggu sebuah puncak battle para monster dalam serang-menyerang hingga kehadiran Kate (Naomie Harris) ilmuwan pemrakarsa eksperimen Rampage yang bekerja sama dengan Davis dalam "menyembuhkan" George.
Melalui Rating PG-13 yang dimiliki, Peyton tak merasa terkrkang ataupun kehilangan taji dalam merangkai sekuen hiburan yang nikmat untuk disaksikan. Itu yang membuat Rampage dapat bekerja dengan baik dan nyaris menutupi kelemahan plot yang dimilikinya. Jangan harapkan sebuah script yang kaya gizi dalam film sejenis ini, itu seperti mengharap gizi lebih pada makanan fast food. Lantas siapakah yang bodoh?
SCORE : 3.5/5
0 Komentar