Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PETUALANGAN MENANGKAP PETIR (2018)

Petualangan Menangkap Petir adalah film anak yang asyik. Secara tak langsung, film ketiga garapan Kuntz Agus (#republiktwitter, Surga Yang Tak Dirindukan) ini membuka sebuah kegemaran sekaligus peluang baru bagi anak, yakni membuat film. Ya, terdengar berlebihan memang. Namun, bukankah dalam meraih mimpi semua harus ekstra lebih? Filmnya sadar betul bagaimana dalam merealisasikan sebuah mimpi terhadap anak. Meski itu semuanya harus kembali ke orang tua.

"Boleh gak, kita ngejar mimpi tapi dilarang orang tua?" demikian ucap protagonis utama kita, Sterling (Bima Azriel) kepada sang kakek (Slamet Rahardjo). Awanya, Sterling memang tinggal di Hong Kong, mempunyai kanal YouTube kreatif berkat ajaran sang ibu, Beth (Putri Ayudya). Hingga kala kepindahan sang ibu beserta sang ayah, Mahesa (Darius Sinathrya) ke Indonesia membuat Sterling sedih. Ini bisa dipahami karena sedari awal, Sterling di pupuk untuk beraktivitas di rumah oleh sang ibu yang kelewat overprotektif, tak ingin anaknya terluka maupun kotor.
Kedatangannya ke Boyolali menimbulkan sebuah titik balik bagi Sterling pasca bertemu dengan Gianto alias Jayen (Fatih Unru). Lewat Jayen, Sterling belajar banyak hal, terlebih mengenai kebersamaan dan tentunya mewujudkan mimpi sang sahabat pasca mengetahui Sterling mempunyai beribu follower, yakni membuat film Legenda Penangkap Petir, kisah Ki Ageng Selo yang konon dapat menagkap petir ketika bertani.
Motivasi Giant untuk membuat film sangatlah jelas, selain karena mewujudkan keinginannya mempunyai fillm dan bertindak layaknya seorang aktor film, Jayen ingin bertemu sang ibu yang tak pulang-pulang, menurutnya, sang ibu bisa melihatnya jika ia mempunyai film. Naskah garapan Eddie Cahyono (Siti) bersama Jujur Prananto (Ada Apa Dengan Cinta?, Aisyah: Biarkan Kami Bersaudara) jelas tak main-main mengenai background. Ia punya tampuk yang kuat guna menyajikan sebuah hiburan yang menghibur nan inspirasional.
Kembali ke permasalahan seputar pertanyaan Sterling, film sejatinya punya karakter antagonis berupa rasa "hati-hati" dan overprotektif yang dimunculkan sang ibu. Ini memang menjadi jembatan yang cukup kuat guna menampilkan sebuah hambatan berupa konflik. Namun, pula turut melemahkan pesan yang diusung. Jikalau kalian bertanya apa yang saya dapat seusai menonton film ini, saya akan melontarkan pesan berupa "Jadi orang tua jangan overprotektif, mengertilah kemauan sang anak". Terasa terbalik memang, film lebih getol menyalahkan orang tua ketimbang membuka sebuah jalan bagi karakter Sterling sendiri.
Pun karakterisasi Sterling kalah menarik dari para pemeran pendukung, terlebih Jayen yang berkat kepiawaian seorang Fatih Unru, karakternya punya motivasi yang kuat pula bisa tampil begitu santai nan menghibur. Saya tak menyebut performa Bima Azriel kalah telak, Bima mampu menampilkan sebuah kondisi muak pula capek terhadap tekanan orang tua yang bertubi-tubi, kondisi melelahkan ini dilakoni Bima sedemikian mewadahi.
Untuk membuat sebuah film, Sterling dan Jaiyen kemudian meminta bantuan dua videografer kawinan yang konon telah membuat sebuah film fenomenal. Mereka adalah Arifin (Abimana Aryasatya) dan Kriwil (Arie Kriting). Kurangnya interaksi antara Sterling bersama Arifin dan Kriwil sedikit melemahkan pondasi yang terkesan kurang natural. Walaupun demikian, sulit untuk menampik pembawaan seorang Abimana Aryasatya yang begitu kalem dan meluluhkan, terlepas dari karakter Arifin yang tak sedemikian besar.
Untuk ukuran film anak, Petualangan Menangkap Petir memang jelas menghibur. Saya dibuat kagum melihat kegigihan para pelakon cilik dalam membuat sebuah film. Namun, rasanya sulit untuk memantik pesannya sendiri, terlebih soal bahasa "ke-sinema-an" yang dilontarkan dalam dialog, seperti kata "film itu magis" atau " Mise-en-scène" yang saya yakin para anak maupun orang tua tak banyak yang memahami.

Kendala terbesar untuk Petualangan Menangkap Petir tampil bersinar adalah konfliknya yang hanya sebatas sambil lalu, ini semuanya bermula dari orang tua, dan akan selesai jika orang tua sendiri mengerti. Terlampau menggampangkan memang. Pun kurangnya pesan khusus terhadap anak menyulitkan anak maupun penonton dewasa untuk terikat secara langsung ketimbang hanya sebatas menikmati tanpa berhasil memetik pesannya sendiri.

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar