Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

FANNEY KHAN (2018)

Disadari/tidak, pernah/masih, kita (termasuk saya) selaku seorang anak pernah bersikap abai maupun ketus terhadap orang tua atau dalam konteks ini ayah. Kita sebagai seorang anak menganggap orang tua terlalu ikut campur akan masalah pribadi, membela diri seakan kita sudah benar-benar dewasa. Terlebih perihal kemauan dan impian. Jurangkultural ini jelas masih/akan terjadi. Padahal, menilik dari sisi lain, orang tua hanya ingin membuat anaknya bahagia, bahkan tanpa bersusah-susah payah dahulu seperti dirinya. Dan Fanney Khan menyoal dan menjawab isu tersebut.

Prashant Sharma (Anil Kapoor) adalah megabintang kelas kampung. Memakai nama "Fanney Khan" sebagai nama panggung, impiannya jelas ingin menjadi seorang penyanyi terkenal. Namun, kala ia menapaki tanah realita semuanya berbeda lagi. Fanney harus bekerja keras demi menghidupi keluarga, hingga menggantungkan impian yang tak terlaksananya kepada sang puteri, Lata (Pihu Sand). Tak seperti kebanyakan film bertema serupa, Fanney tak memaksa Lata untuk mengikuti jejak langkahnya yang tak terselesaikan, sang anak pun memiliki mimpi serupa, hingga tubuh tambun yang dimilikinya menghalangi kemampuannya, menghasilkan sebuah olokan dari para penonton.
Lata adalah korban ketidakadilan standar kecantikan. Dari sini naskah buatan Atul Manjrekar (turut merangkap sebagai sutradara), Hussain Dalal dan Abbas Dalal turut menyetil isu yang sedang hangat diperbincangkan, yakni mengenai body shaming. Namun keputusan naskahnya tak ingin mengeruk simpati dari sana, lebih dari itu, Lata digambarkan seorang anak yang menyebalkan. Seperti dalam adegan, kala Fanney dengan semangat menciptakan lagu untuk Lata, ia hanya menutupi telinganya memakai earphone. Menyebalkan memang? Namun jangan menghakimi perbuatannya, mari kita berkaa pada diri sendiri, pernahkah kita bertingkah serupa Lata terhadap orang tua?
Harus diakui, naskahnya mengusung tema tearjerker formulaik yang semakin usang. Beberapa orang mungkin akan terasa bosan dan jengah menikmatinya. Penyutradaraan Atul lah yang terasa dinamis, mampu mempermainkan emosi pula simpati lewat pakem. Meski tak sesegar tema arus Bollywood belakangan dalam merangakai pengadeganan Fanney Khan sejatinya masih tersaji sedemikian kuat, meski tak selamanya mencengkram.
Elemen terbesar dari hal ini adalah kehadiran Anil Kapoor. Performa sang aktor menyuntikkan beragam rasa lewat keputusannya yang tak masuk akal, meski tak sepenuhnya bisa dibenarkan,-namun bisa dipahami. Kala ia menculik Baby Singh (Aishwarya Rai) sang megabintang sekaligus idola Lata naskahnya memang tampil terlampau menggampangkan. Namun, momen ini menghantarkan Fanney Khan ke sebuah momen komedik paling berkesan. Fanney yang cenderung polos bersama Adhir (Rajkummar Rao) sang partner yang amatir dibuat kelimpungan oleh yang diculik.
Intensi semakin memuncak kala Atul mengajak penonton melihat Fanney. Kita melihat Anil Kapoor dengan mata berbinar, yang kemudian disusul dengan senyuman yang mengembang lebar. Dari sini, saya tersentuh dan kemudian mendukung perjuangan Fanney dalam mewujudkan mimpi sang anak tercinta di tengah situasi ekonomi pula keuangan yang memadai.
Third act-nya kembali menampilkan elemen formulaik, kala turut memasukkan unsur Stockholm Syndrome antara Adhir dan Baby Singh. Bisa dipahami, sebab lelaki mana yang tak terpikat dengan pesona megabintang yang dimiliki Aishwarya, pula sebaliknya kita turut menengok keresahan sang megabintang yang tak diketahui publik. Elemen ini mungkin tak ada dari sumber aslinya, Everybody's Famous (2000) yang mengantarkan film asal Belgia ini meraih nominasi Best Foreign Film di kancah bergengsi Oscar tahun 2000.
Memasuki konklusi, penyutradaraan Atul Manjrekar memang tesandung sebuah simplifikasi. Dan sekali lagi, saya tak keberatan dengan keputusan demikian di tengah Fanney Khan sukses merangkai momen haru pula bangga di saat bersamaan. Di tutup oleh lagu Tera Jaisa Tu yang sempurna menyampaikan pesan utama. Layaknya sebuah lagu sederhana yang mengikuti permintaan pasar, Fanney Khan tersaji dengan sarat keklisean. Itu pula mengapa lagu tersebut bisa diterima. Fanney Khan termasuk jenis demikian. 

SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar