Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

THE ORIGIN OF SANTET (2018)

Menandai kembalinya seorang Helfi Kardit (Hantu Bangku Kosong, TEEN: The Secret Mission) ke ranah horror pasca Arwah Goyang Jupe Depe yang dirilis 7 tahun yang lalu, The Origin of Santet memang bukanlah sebuah sajian yang main-main dalam menekan budget yang terlontar sekitar 7 Milyar. Memang sebuah budget yang terhitung tinggi untuk ukuran sebuah film horror (kebanyakan film horror lokal berbudget rendah). Terasa menggiurkan memang, -namun pasca menilik hasil akhir dari kualitas filmnya, sekali lagi saya harus mengusap wajah, membayangkan betapa mubazirnya uang yang begitu banyak demi sebuah akhir film yang mempunyai kualitas jongkok.


Premis ceritanya masih mengikuti pakem “keluarga yang terjebak teror supranatural”. Dikisahkan Randy (Marcelino Lefrandt) yang tinggal di Amerika memboyong sang istri, Laura (Kelly Brook), beserta kedua puterinya, Aliyah (Jazz Ocampo) dan Kelly (Bali Nadeya Curtain), pulang ke Indonesia guna menjenguk sang ibu (Tien Kadaryono) yang menderita penyakit aneh. Pada hari pertama mereka berjumpa, sang ibu muntah darah yang kemudian terdapat belatung beserta pecahan kaca di dalamnya. Tentu ini pertanda sebuah kiriman santet. 

Dalam judulnya yang mengandung “The Origin of ...”, harapan saya jelas ingin dijelaskan asal-muasal dari ilmu santet. Terlebih pembukanya menampilkan sebuah tulisan berupa sempat akan diadakannya undang-undang mengenai santet yang urung terealisasi akibat kurangnya bukti yang jelas. Kemudian disusul oleh opening sequence yang sekali lagi tampil cukup meyakinkan, berupa kematian Dharma yang diperankan oleh Ray Sahetapy yang menjadi satu-satunya penampilannya di sini. Sejenak terpikir, untuk apa memasang nama sang aktor jikalau kehadirannya hanya sebatas cameo belaka?

Alih-alih dijelaskan, The Origin of Santet mulai menampilkam ketidakseriusannya. Selain mengkhianati judul, ia kemudian memilih jalur yang terlampau mengikuti pakem kala mayoritas durasi tersusun atas serangan berupa jump scare murahan yang kemudian diiringi scoring pemekak telinga. Untuk apa tampil meyakinkan jikalau yang dilakukan nihil sebuah esensi? Ya, saya menanyakan tujuan dari Randy kala ia menggali tanah belakang rumah yang hingga film selesai pun urung untuk dijelaskan.

Pun menilik para pelakon pun jauh dari kesan meyakinkan, terutama Marcelino Lefrandt yang sekuat tenaga mencoba tampil serius dan terlihat meyakinkan, namun jatuh sebagai sebuah kecanggungan. Kelly Brook hanya bermodal teriakan demi teriakan bagaimana kala ia menangani film kelas B, Jazz Ocampo memang tak tampil terlalu buruk, performanya saja yang kurang diberi ruang lebih, yang terkesan hanya sebatas pelengkap demi kelancaran sebuah teror, demikian pula dengan Bali Nadeya Curtain.

Keberadaan Kelly Brook (The Italian Job, Piranha 3D) dan aktris asal Filipina, Jazz Ocampo tak lain dan tak bukan hanya menekankan kalau film ini merupakan kerja sama tiga rumah produksi dengan tiga negara: Skylar Pictures (Indonesia), GMA Films (Filipina), dan The Annex Entertainment (Kanada) yang ternyata menghasilkan sebuah karya yang remuk redam akibat naskah buatan sang sutradara bersama Maruska Bath (Jejak Darah, Ghost).

Padahal keberadaan Kelly Brook yang merupakan orang asing bisa saja dimanfaatkan perihal ketidaktahuannya terhadap ilmu santet. Ketimbang dieksploitasi, ia hanya memerlukan halaman Wikipedia singkat dan video amatir dari kanal YouTube yang menampilkan seseorang tengah terkena santet. Sungguh sebuah usaha yang terlampau menggampangkan jikalau tidak ingin disebut bodoh.

Menuju second-act, film mulai menghadirkan setumpuk pertanyaan yang mengganjal di kepala: Santet mana yang meneror korbannya lewat troli? Mengapa sebuah teror terjadi kala berada di tempat lain? Untuk apa kehadiran sosok wanita? Apakah ia kurir santet? Jika ya, mengapa di kesempatan lain ia tidak muncul. Mengapa luka bekas santet di punggung Laura bak seperti bekas kerokan? Semuanya tak mempunyai jawaban yang pasti. Dan bodohnya saya bertanya.

Memasuki konklusi yang membuka sebuah twist terhadap sang pelaku kian menggelikan dan sama sekali tak memiliki komparasi yang yang signifikan. Ini hanya memiliki 3 tujuan: 1) Sebagai sebuah shocking moment yang tampil kusut, 2) Memberi Ayu Dyah Pasha peran lebih, dan 3) sebagai bentuk kebingungan para penulisnya. Seketika The Origin of Santet di tutup oleh sebuah sekuen kecelakaan yang tergarap cukup rapi yang kemudian secara tak langsung memberikan sebuah jawaban terkait keseluruhan filmnya bak sebuah kecelakaan. Tak diketahui asal-muasalnya.

SCORE : 1/5


Posting Komentar

0 Komentar