Menandai kembalinya
seorang Helfi Kardit (Hantu Bangku
Kosong, TEEN: The Secret Mission) ke ranah horror pasca Arwah Goyang Jupe Depe yang dirilis 7
tahun yang lalu, The Origin of Santet
memang bukanlah sebuah sajian yang main-main dalam menekan budget yang terlontar sekitar 7 Milyar. Memang sebuah budget yang
terhitung tinggi untuk ukuran sebuah film horror (kebanyakan film horror lokal
berbudget rendah). Terasa menggiurkan memang, -namun pasca menilik hasil akhir
dari kualitas filmnya, sekali lagi saya harus mengusap wajah, membayangkan
betapa mubazirnya uang yang begitu banyak demi sebuah akhir film yang mempunyai
kualitas jongkok.
Premis ceritanya masih
mengikuti pakem “keluarga yang terjebak teror supranatural”. Dikisahkan Randy
(Marcelino Lefrandt) yang tinggal di Amerika memboyong sang istri, Laura
(Kelly Brook), beserta kedua puterinya, Aliyah (Jazz Ocampo) dan Kelly (Bali
Nadeya Curtain), pulang ke Indonesia guna menjenguk sang ibu (Tien Kadaryono)
yang menderita penyakit aneh. Pada hari pertama mereka berjumpa, sang ibu
muntah darah yang kemudian terdapat belatung beserta pecahan kaca di dalamnya.
Tentu ini pertanda sebuah kiriman santet.
Dalam judulnya yang
mengandung “The Origin of ...”,
harapan saya jelas ingin dijelaskan asal-muasal dari ilmu santet. Terlebih
pembukanya menampilkan sebuah tulisan berupa sempat akan diadakannya
undang-undang mengenai santet yang urung terealisasi akibat kurangnya bukti
yang jelas. Kemudian disusul oleh opening
sequence yang sekali lagi tampil cukup meyakinkan, berupa kematian Dharma
yang diperankan oleh Ray Sahetapy yang menjadi satu-satunya penampilannya di
sini. Sejenak terpikir, untuk apa memasang nama sang aktor jikalau kehadirannya
hanya sebatas cameo belaka?
Alih-alih dijelaskan, The Origin of Santet mulai menampilkam
ketidakseriusannya. Selain mengkhianati judul, ia kemudian memilih jalur yang
terlampau mengikuti pakem kala mayoritas durasi tersusun atas serangan berupa jump scare murahan yang kemudian
diiringi scoring pemekak telinga.
Untuk apa tampil meyakinkan jikalau yang dilakukan nihil sebuah esensi? Ya,
saya menanyakan tujuan dari Randy kala ia menggali tanah belakang rumah yang
hingga film selesai pun urung untuk dijelaskan.
Pun menilik para pelakon
pun jauh dari kesan meyakinkan, terutama Marcelino Lefrandt yang sekuat tenaga
mencoba tampil serius dan terlihat meyakinkan, namun jatuh sebagai sebuah
kecanggungan. Kelly Brook hanya bermodal teriakan demi teriakan bagaimana kala
ia menangani film kelas B, Jazz Ocampo memang tak tampil terlalu buruk,
performanya saja yang kurang diberi ruang lebih, yang terkesan hanya sebatas
pelengkap demi kelancaran sebuah teror, demikian pula dengan Bali Nadeya
Curtain.
Keberadaan Kelly Brook (The Italian Job, Piranha 3D) dan aktris
asal Filipina, Jazz Ocampo tak lain dan tak bukan hanya menekankan kalau film
ini merupakan kerja sama tiga rumah produksi dengan tiga negara: Skylar
Pictures (Indonesia), GMA Films (Filipina), dan The Annex Entertainment
(Kanada) yang ternyata menghasilkan sebuah karya yang remuk redam akibat naskah
buatan sang sutradara bersama Maruska Bath (Jejak
Darah, Ghost).
Padahal keberadaan Kelly
Brook yang merupakan orang asing bisa saja dimanfaatkan perihal
ketidaktahuannya terhadap ilmu santet. Ketimbang dieksploitasi, ia hanya
memerlukan halaman Wikipedia singkat dan video amatir dari kanal YouTube yang
menampilkan seseorang tengah terkena santet. Sungguh sebuah usaha yang
terlampau menggampangkan jikalau tidak ingin disebut bodoh.
Menuju second-act, film mulai menghadirkan
setumpuk pertanyaan yang mengganjal di kepala: Santet mana yang meneror
korbannya lewat troli? Mengapa sebuah teror terjadi kala berada di tempat lain?
Untuk apa kehadiran sosok wanita? Apakah ia kurir santet? Jika ya, mengapa di
kesempatan lain ia tidak muncul. Mengapa luka bekas santet di punggung Laura
bak seperti bekas kerokan? Semuanya tak mempunyai jawaban yang pasti. Dan
bodohnya saya bertanya.
Memasuki konklusi yang
membuka sebuah twist terhadap sang
pelaku kian menggelikan dan sama sekali tak memiliki komparasi yang yang
signifikan. Ini hanya memiliki 3 tujuan: 1) Sebagai sebuah shocking moment yang
tampil kusut, 2) Memberi Ayu Dyah Pasha peran lebih, dan 3) sebagai bentuk
kebingungan para penulisnya. Seketika The
Origin of Santet di tutup oleh sebuah sekuen kecelakaan yang tergarap cukup
rapi yang kemudian secara tak langsung memberikan sebuah jawaban terkait
keseluruhan filmnya bak sebuah kecelakaan. Tak diketahui asal-muasalnya.
SCORE
: 1/5
0 Komentar