Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

DHADAK (2018)

Satu lagi romansa yang menggunakan formula ala Romeo & Juliet, yakni Dhadak. Dhadak adalah remake Sairat (2016) sebuah film berbahasa Marathi yang berbicara perihal perbedaan kasta. Kala si penguasa berhak atas apa yang mereka punya dan inginkan, seseorang yang berada di bawah harus tetap menurut sembari mendongak ke atas. Bukankah hal demikian sangat relevan serta lumrah terjadi pada masa kini? Dhadak pun demikian, kala hasrat untuk mencinta mengalahkan semua hal, termasuk kasta sekalipun. Meski kita tahu, mencintai berarti harus siap menerima resiko tinggi.
 
"Aku akan membuatkan istana untukmu", begitu ujar seorang pria bernama Madhu (Ishaan Khatter) kepada Parthavi (Janhvi Kapoor). Parthavi kemudian membalas, "Aku tak membutuhkan istana, yang kubuthkan hanyalah kasih sayang". Sungguh indah memang melihat dua insan yang tengah di mabuk kepayang. Menjadikan Dhadak sebagai sebuah romantika yang kerap tampil menyenangkan pula menggemaskan di samping cerita tarik-ulur yang kentara di pakai sang sutradara, Shashank Khaitan (Humpty Sharma Ki Dulhania, Badrinath Ki Dulhania).
 
Janhvi Kapoor, anak mendiang Sridevi yang melakoni debutnya jelas memiliki kriteria pula pesona wanita idaman. Parasnya yang menawan pula tingkahnya yang semau saja membuatnya semakin terpandang, terlebih ia adalah anak dari seorang calon gubernur, Ratan Singh (Ashutosh Rana) yang terpandang. Meski sempat di larang oleh sang ayah yang hanya seorang pemilik restoran untuk berjanji tak mendekati Parthavi, Madhu memang menuruti. Namun hasrat untuk ingin bertemu Parthavi kian pasti, kondisi ini memang bisa diterima, pasalnya mereka masih bocah, gemar bertingkah labil.
 
Paruh awal durasi memang diisi serangakaian dialog gombal kahas kawula muda kala di mabuk asmara, Parthavi meminta Madhu untuk menyanyikan ebuah lagu Inggris di depan seluruh mahasiswa, Madhu menuruti karena alasan cinta. Pula seiring interaksi mereka berdua yang canggung, Parthavi kemudian luluh juga berkat pesona Ishaan Khatter yang kerap menebar senyum sebagai pesona. Hingga ia pun di undang untuk datang pada pesta ulang tahun Roop (Godaan Kumar), kakak Parthavi yang menyajikan sebuah gelaran festivity dengan lampu warna-warni, diiringi lagu Zingaat yang merupakan satu-satunya musikal yang ditampilkan Shashank, sementara lagu dari gubahan musik Ajay-Atul hanya sebatas pengiring.
 
Saya memang ingin berlama-lama menikmati gelaran pesta tersebut untuk tak pernah usai, -namun itu merupakan titik balik bagi filmnya untuk memasuki ranah yang lebih serius, konflik yang seperti kita duga justru akan terjadi. Dhadak pun mulai mengeskalasi gemerlap kemeriahan, yang kemudian menekankan pada sebuah makna terkait resiko untuk mencintai, bahwa mencintai bukan hanya sebatas bertukar kalimat yang saling mengisi, mencintai penuh dengan resiko yang bisa saja penuh dengan emosi.
 
Seond act-nya menggiring kita pada sebuah fase yang lebih gelap, yang mana ini merupakan sebuah teritori yang cukup kompleks seiring senyum memudar, asmara kian redup untuk merekah. Naskah yang ditulis oleh Shasank memang formulaik, kental repetisi khas opera sabun yang kerap mengisi. Sebutlah kecemburuan. Namun seiring durasi bergulir, Shasank juga memberikan suasana yang mampu mengundang air mata lewat sebuah hal yang kecil sekalipun. Misalnya ketika Parthavi merasa bersalah karena tak berguna dalam mencuci baju, atau kala ia yang tetap setia terhadap perlakuan sang pria yang gemar berprasangka keliru.
 
Hingga puncaknya, sebuah emosi kembali disulut oleh Shasank, berguna menaikan tensi yang turut menanyakan sebuah pertanyaan "Why did you love me?" yang begitu sempurna menjawab semua permasalahan pribadi. Kenapa justru mencintai tatkala sudah tahu resikonya, dan tatkala resiko itu terjadi kenapa menyalahkan? Shasank memang tak mudah untuk menjawab pertanyaan itu dengan hanya menjual air mata, lebih dari itu, Shasank menjadikan apa yang terjadi sebagai sebuah proses pendewasaan diri.
 
Memasuki 15 menit terakhir, Dhadak kemudian menampilkan sebuah pertunjukan yang menegangkan. Kala semuanya sudah berjalan aman, Shasank menciptakan sebuah shocking moment yang begitu paripurna. Mengabaikan pertanyaan yang mengganjal dan mencekik dengan sebuah ketidakpastian. Hingga kala konklusi ditutup dengan sebuah kebisuan, Dhadak kemudian menampilkan sebuah emosi berupa jeritan yang tertahan.
 
SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar