Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

DEATH WISH (2018)

Selaku film seorang Eli Roth (The Green Inferno, Knock Knock) Death Wish yang merupakan remake dari film berjudul sama pada tahun 1974 yang juga mengadaptasi novel Brian Garfield adalah sebuah panggung sempurna tempat terciptanya mayat berjatuhan dengan kadar gore yang meyakinkan. Pemuja gore tentu akan dibuat terkesima berkat kinerja Eli Roth yang mampu menampilkan sebuah aksi tembak-menembak yang tak sembarang, turut memperhatikan konteks pula kreasi yang simpel namun tak tertandingi. Setidaknya, ini adalah kali pertama bagi Roth yang kerap menelantarkan naskah turut memperbaiki kesalahannya. Hingga jika saya ditanya untuk menyebutkan film terbaik garapan Eli Roth, dengan tak sungkan saya akan menyebut film ini.
 
Dalam sebuah remake, perubahan jelas perlu diterapkan, mengubah seorang  Paul Kersey (Bruce Willis) yang difilm orsinilnya adalah seorang arsitek dengan menjadikannya seorang dokter bedah jelas sebuah usaha yang sinkron pula nantinya berdampak pada penceritaan. Tugas seorang dokter bedah adalah membantu pasiennya yang kesakitan, hingga kala sang dokter dirundung sebuah sakit siapa yang akan membantu? Pertanyaan ini yang nantinya turut menampilkan sebuah sinkronasi yang mendalam terhadap sebuah karakterisasi.
 
Di mata sang istri, Lucy (Elisabeth Sue) beserta sang puteri semata wayangnya, Jordan (Camila Morrone) Kersey adalah sosk pria pula ayah impian. Ia senantiasa mengutamakan keluarga diatas segalanya, tak ragu mendukung penuh apa yang dilakukan sang anak. Ini pula yang menguatkan seorang Kersey dalam memenuhi dan menjalankan tugasnya sebagai seorang ayah, kebersamaan yang mereka rengkuh seketika harus hancur kala terjadi sebuah insiden perampokan.
 
Lucy dan Jordan adalah korban dari sebuah pembobolan rumah. Ketiak hendak melakukan perlawanan yang berujung fatal, nyawa menjadi sebuah taruhan. Jordan mengalami koma, sementara Lucy meninggal dunia. Ini jelas membuat sebuah kerapuhan tersendiri bagi Kersey, ia dilanda depresi, frustasi hingga melakukan sebuah konseling yang menjadikan sebuah obligasi terhadap karakternya. Roth memang tak ingin berlama dalam ranah itu, hingga sebuah misi pembalasan dendam pun mutlak harus dilakukan.
 
Kala memasuki fase ini, seperti biasa Roth enggan untuk menahan rem. Pembantaian dilakukan oleh Kersey terhadap orang yang berhak menerimanya, menjadikannya seorang vigilantisme yang dipuja pula dikhawatirkan secara bersamaan. Naskah buatan Joe Carnahan enggan untuk menjustifikasi perbuatan Kersey, kita diajak untuk mengerti pula mengamini apa yang hendak dilakukan sang pria paruh baya yang dilanda kerapuhan. Ini membuat sebuah koneksi yang menghantarkan sebuah simpati tersendiri. Sesekali pendapat mereka terhadap perlakuan Kersey yang kemudian disebut "Malaikat Maut" berujung viral, menimbulkan sebuah pro-kontra yang untungnya tak berujung mengintimidasi.
 
Menuju konklusi, Roth kian menyajikan sebuah "panggung pembantaian" bagi sebuah premis yang terlampau usang ini kian menarik untuk disimak. Terdapat sebuah kepuasan tersendiri kala seorang Bruce Willis sempurna memerankan Kersey yang penuh dengan kesedihan pula dendam yang tak terhantarkan. Suntikkan "harap-harap cemas" terpatri sedemikian kuat kala seiring aksi dilakukan seiring pula intensitas dilonjakkan. Ini yang membuat sebuah hiburan kala semuanya berjalan lancar, sunggingan bibir pun dilakukan.
 
SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar