Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

THE NUN (2018)

The Nun adalah sebuah usaha memanfaatkan sang makhluk potensial pasca kejadirannya di The Conjuring 2 (2016) yang mampu menarik atensi. Ya, benar, siapa lagi kalau bukan Valak. Mengambil cerita jauh sebelum The Conjuring 2, tepatnya 25 tahun sebelumnya, kita tentu berharap sang sutradara, Corin Hardy (The Hallow) serta James Wan sang produser menyibak habis asal-muasal sang iblis ini. Namun apa daya, The Nun adalah korban benturan antara niatan artistik dan cakupan finansial.

Sebagaimana empat film sebelumnya yang meraup lebih dari angka $1,2 miliar, dengan ciri khas-straight up haunted house ride, maka terciptalah sebuah ambisi serta niatan yang baik bercampur kepentingan finansial yang mana pola demikian adalah alasan mengapa para penonton berbondong-bondong menyambangi bioskop. Alhasil apa yang dicapai sang sutradara bersama sang penulis naskah Gary Dauberman (Annabelle: Creation, It) adalah sebuah benturan yang dipaksa beriringan hadir, meski sejatinya pola demikian sangatlah tak koheren.

Memasukan unsur adventure layaknya The Mummy (1999) serta teknik jump scared yang terinspirasi dari sang produser gagal tersaji berkat ketiadaan timing yang pas terhadap filmnya, pun demikian dengan sentuhan comic timing-nya yang menyimpan banyak potensi-namun terabaikan begitu saja. Dengan demikian dapat kita tarik kesimpulan bahwa kelemahan utama The Nun terletak pada story arc-nya yang terlampau menggampangkan (detail jelasnya akan di bahas nanti).

Mengetengahkan cerita mengenai seorang novice bernama Irene (Taissa Farmiga) yang mana ia diutus Vatikan guna membantu seorang pendeta bernama Burke (Demián Bichir) untuk menyelediki sebuah peristiwa bunuh diri yang dilakukan seorang biarawati di Rumania. Tentu, peristiwa tersebut adalah upaya untung menggiring para karakternya guna menghadapi serangan serta teror dari Valak serta menyibak asal-muasalnya. Dibantu oleh pria setempat, Frenchie (Jonas Bloquet), keduanya perlahan menyibak apa yang ditampilkan tagline-nya sebagai "Babak tergelap dalam dunia The Conjuring".

Nuansa gelap memang tampil mendominasi dan menguatkan detail cerita, namun apa yang kita harapkan sebagai "babak tergelap nan terkelam" filmnya sendiri urung tersampaikan secara detail, alih-alih tampil menggampangkan. Asal-muasal Valak sendiri kurang tergali dan tersampaikan bahkan jika anda tak menonton filmnya pun pertanyaan terkait "Dimanakah asal-muasal Iblis?" dapat anda jawab dengan begitu gampang, pun sama halnya dengan eksekusi filmnya yang terlampau menggampangkan.

Ketiadaan chemistry anatara pemain turut meniadakan sebuah karakterisasi, sama halnya dengan apa yang ditampilkan Ed-Lorrain, kehadiran Irene-Burke pun demikian, nihil sebuah ikatan maupun karakterisasi yang kuat. Padahal filmnya sendiri turut menyinggung kemampuan yang dimiliki Irene yang sama seperti dimiliki Lorraine, namun semua urung di eksplorasi dan ditampilkan secara mendadak menjelang ending guna mengakhiri filmnya yang sudah berada pada titik nadir. Sangat disayangkan kemampuan Bichir yang pernah menyabet nominasi Oscar kurang diperhatikan, padahal beliau jelas mampu menampilkan performa yang baik jika diarahkan dengan baik pula.

Menuju konklusi, filmnya telat menampilkan sebuah kesenangan yang diinginkan sepanjang durasi bergulir, dimana sekuennya sendiri kini tampil berani tanpa malu-malu, turut pula menempatkan senjata guna melawan-plus pencarian benda pusaka yang sejatinya cukup asik dan menyenangkan. Seandainya timing jump scare demikian tampil sedari awal, maka kesenangan dibalik lubang menganga pasti di dapat.

SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar