Dari
produser "It Follows" yang secara mengejutkan mampu tampil begitu baik
menyampaikan pesan terkait penyakit menular seksual. The Ninth Passenger
yang disutradarai oleh Ian Pfaff sejatinya tak akan mengikuti
kesuksesan It Follows sekalipun filmnya tak dibuat. Mengikuti pakem yang
jamak ditemukan mengenai delapan orang remaja yang melakukan perjalanan
laut, bisa ditebak disanalah pula teror menunggu mereka.
Saya begitu membenci sebuah film horor maupun thriller remaja yang
kerap bertingkah bodoh, dimana adegannya bak sebuah menyulut marabahaya.
Pun demikian dengan film ini dimana para penumpang terdiri dari
berbagai karakter dengan sifat berbeda sebutlah Lance (Tom Maden) si
playboy, Nicole (Cinta Laura Kiehl) si cewek nakal, Jess (Alexia Fast)
si introvert, Marty (David Hennessey) si anak orang tajir bahkan Brady
(Jesse Metcalfe) si cowok dengan misi terselubung. Karakter ini jelas
jamak kita temui di film horor maupun thriller berbasis remaja yang
sekali lagi selalu dan akan tampil bodoh.
Kebanyakan film
horor atau thriller remaja memang demikian, semuanya bermula kala sebuah
pertemuan yang tak sengaja, jangan tanyakan mengapa mereka begitu akrab
secara cepat karena naskah garapan sang sutradara bersama Steve M.
Albert sendiri begitu tipis dimana keadaan karakter hanya sebatas calon
dari teror yang bersiap untuk mati ketimbang memberikannya amunisi lebih
dalam sebuah karakterisasi. Mayoritas durasi diisi dengan dialog yang
tak perlu, tak ada sumbangsih untuk adegan selanjutnya sehingga durasi
hendak mencapai akhir intensitas pun dipacu lebih kencang, menciptakan
sebuah pergerakan kasar sekaligus menggampangkan.
Ya, The
Ninth Passenger bak sebuah kapal yang berjalan tanpa arah tujuan kemana
filmnya akan sampai. Durasi 76 menit pun terasa kosong dan hampa karena
ketiadaan tensi guna menciptakan sebuah teror yang koheren terhadap
cerita. Tentu pertanyaan terkait siapa penumpang kesembilan pun
memunculkan tanda tanya besar yang nantinya akan penonton harapkan.
Namun Ian Pfaff sendiri bak kebingungan menjawabnya alhasil jawabannya
pun tak pernah mencapai titik temu sekaligus hanya sebatas tempelan
tanpa urgensi lebih kecuali menciptakan teror menakutkan yang justru
tampil memalukan.
Ya, terornya memang memalukan, ingin
tampil gahar namun susah untuk disebut bahkan untuk mencapai kata sadis
pun perlu pemikiran lebih guna mengucapkannya. Beberapa kali saya
terkantuk kala menyaksikan film ini yang mana membuktikan ketiadaan
intensitas pada filmnya yang tanpa arah. Jajaran cast pun sulit sekali
untuk menolong filmnya yang kian surut hingga sampai dititik menjemukan
sekalipun. Satu-satunya aspek yang cukup baik adalah sinematografi
filmnya yang menciptakan sebuah nuansa sederhana namun punya potensi
tampil mencekam jika digunakan lebih baik.
Memasuki konklusi
filmnya sendiri kebingungan untuk mengakhiri cerita, kehadiran makhluk
yang meneror mereka seolah kurang akan daya pikat, memunculkan sebuah
opsi terkait makhluknya yang begitu murahan hanya bermodalkan sebuah
buku yang urung untuk dijamah kembali kecuali guna mewadahi tampilnya
sebuah twist yang gagal menciptakan daya kejut. Alhasil apa yang
dihasilkan oleh The Ninth Passenger sendiri adalah sebuah kebingungan
besar dibalik besarnya ambisi yang urung tersampaikan dan berujung
memalukan dibalik terornya yang malu-malu.
SCORE : 1.5/5
0 Komentar