A
Head Full of Dreams adalah rangkaian tur yang berawal dari 8 November
2017 di Argentina yang kemudian berakhir di Buenos Aires pada rangkaian
tur yang ke 115. Coldplay, bersama Muse dan U2 adalah beberapa rock band
yang mampu tampil memikat hati berkat lagu-lagu bernuansa anthemic,
puitis serta easy listening. Itulah mengapa saya mengukuhkan diri
sebagai seorang Coldplayer (nama fans Coldplay). Entah itu kala
beraktivitas atau sebagai lagu penghantar tidur, seperti yang banyak
dilontarkan oleh para Coldplayer di Inggris sana.
Di sutradarai oleh Mat Whitecross yang mana turut menjadi salah satu saksi kejayaan Coldplay kala masih memakai nama Starfish, A Head Full of Dreams berawal dari sebuah arsip video yang selalu Whitecross abadikan selama 20 tahun perjalanan Coldplay yang kala itu masih bermula di sebuah kamar asrama sempit tempat Chris Martin, Guy Berryman, Jonny Buckland serta Will Champion berkumpul bersama sembari memainkan musik, bertukar pikiran dan berjanji bersama bahwa mereka akan menjadi sebuah band yang besar.
Dan siapa sangka, seperti yang telah kita lihat sekarang, mimpi tersebut menjadi kenyataan. Sulit memang untuk tak mengatakan sebuah keajaiban kala Chris Martin berkata kepada kamera yang di bawa oleh Whitecross "Kami akan jadi band yang luar biasa besar! Kami akan ditayangkan televisi nasional dalam waktu empat tahun. Empat tahun!". Dan bang, empat tahun selang tiga hari mereka kemudian tampil di Glastonbury Festival sebagai salah satu band ternama.
A Head Full of Dreams sebuah dokumenter yang manis pula intim. Dalam filmnya Mat Whitecross merangkai berbagai peristiwa penting rekam jejak selama 20 tahun perjalanan Coldplay. Di buka kala Mat bertenu Coldplay pada tahun 1996, sementara voice over Chris Martin menemani, melemparkan kita kala mereka membentuk sebuah band yang bermula di Universitas Collage London, mewujudkan sebuah isi kepala yang penuh akan mimpi. Itulah yang membuat dokumenter ini terasa intim, bahwa Mat merangkum semuanya atas dasar sebuah mimpi awal yang perlahan menjadi kenyataan, memunculkan beragam kesenangan pula kenangan tersendiri bagi mereka.
Selain jejak rekam Coldplay, Mat juga memberikan sebuah drama personal masing-masing personilnya. Seperti kala album Parachutes (2002) yang penuh akan emosi karena berkaca pada kondisi sang ibunda Will yang tengah sakit, pula album tersebut sebgai surat cinta untuk beliau. Album Ghost Stories (2014) sebagai bentuk manifestasi seorang Chris Martin pasca bercerai dengan Gwyneth Paltrow. Guy Berryman yang seorang pecandu minuman berat hingga Jonny Buckland yang lebih pendiam. Semua kisah tersebut merangkum filmnya menjadi sebuah kesatuan yang utuh yang membuat filmnya terasa begitu dekat dengan kita, baik itu para Coldplayer atau penonton awam.
Sesekali Mat membawa kita pada sebuah kesan nostalgic, seperti kala para personil Coldplay berjalan bersama di Ramsay Hall. Semua itu dirangkum sama persis oleh Mat yang semakin menghidupkan kisahnya untuk kian di kenang dalam sebuah ingatan. Di temani iringan lagu Coldpaly yang di buka oleh lagu A Head Full of Dreams (pun demikian dengan segmen selanjutnya, tentunya dengan lagu yang menggambarkan kisahnya).
Entah mengapa menyaksikan Coldplay berada diatas panggung selalu memunculkan kesan tersendiri, sebuah euphoria yang bercampur dengan perasaan di tengah kemeriahan serta gemerlap warna-warni dari lampu LED wirstband yang melingkar di tangan para penonton. Momen tersebut di tangkap dengan begitu sempurna oleh Mat, pun kita disuguhkan kebersamaan para personil kala rehearsals sebelum manggung, melihatkan Chris Martin dengan semangat yang penuh kala berjalan atau sekedar membelakangi.
Terpenting, A Head Full of Dreams adalah sebuah manifestasi dari harapan, cinta dan kebersamaan. Poin ketiga menjadi sebuah pondasi yang sangat kuat-karena berkat kebersamaan itulah mereka kuat. Itulah yang membuat Chris Martin selalu yakin terhadap mereka bertiga. Berempat tepatnya bersama Phil Harvey selaku salah satu manajer yang sempat bersama mereka.
Seperti yang telah saya singgung, aspek kekeluargaan menjadi hal yang terpenting selain mimpi dan harapan yang menyeimbangi. Chris Martin mengatakan bahwa Coldplay sendiri seperti sebuah keripik, jamur, pancake dan telur dalam satu wadah, Berbeda, namun mampu menciptakan sebuah rasa yang khas. Pun sama halnya dengan film ini yang bak sebuah wadah berisi mimpi, harapan, kebersamaan pula usaha yang membuat Coldplay seperti yang saat ini kita lihat, sebgai salah satu band besar dengan penggemar yang sangat masif. Inilah hasil yang mereka tempuh selama proses 20 tahun.
SCORE : 4.5/5
0 Komentar