Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

TARGET (2018)

Sebelumnya, pada tahun 2016 seorang Raditya Dika pernah membuat Hangout,-sebuah comedy thriller bertemakan whodunit. Sepeti kita tahu juga pada Hangout (2016) Radit memberikan karakternya memerankan diri sendiri (versi alternatif tepatnya) dengan memasang komedi meta selaku jualan utama. Senada dengan hal itu, Radit pun kini menawarkan tema serupa. Entah ini karena ketidakpuasan Radit terhadap film pertamanya ataupun bentuk penggampangan belaka, yang jelas Target jauh lebih baik daripada Hangout.

Lebih baik di sini yakni dalam artian “penokohan”. Setidaknya yang di sampaikan Radit di sini terjalin cukup kompleks meski urung untuk tampil sama rata. Ia memberikan sebuah penokohan tak terduga kepada Willy Dozan, pula memberi sisi lain seorang Samuel Rizal yang terjebak pada karakter Adit dalam dua film Eiffel...I’m In Love serta memberikan Cinta Laura dengan karakter yang tangguh. Namun, kita tak ingin pula melihat Ria Ricis kena batunya akibat lelucon garing khas miliknya.

Kredit pembukanya jelas memberikan sebuah ketegangan tersendiri lewat scoring gubahan Andhika Triyadi (Dilan 1990, Dear Nathan) seraya membuka kisahnya lewat pertemuan sembilan selebritis yang akan bermain bersama dalam sebuah film berjudul Target: Raditya Dika, Cinta Laura Kiehl, Romy Rafael, Willy Dozan, Samuel Rizal, Abdur Arsyad, Hifdzi Khoir, Ria Ricis, Anggika Bolsterli. Mengaharapkan sebuah proses yang cepat dan mudah dalam sehari, para selebritis ini justru mendapati diri mereka tengah dikurung oleh seseorang bertopeng bernama Game Master di sebuah gedung kosong. Bukan itu saja, mereka dipaksa melakukan beragam permainan maut sembari direkam gerak-geriknya oleh kamera yang sudah terpasang di tiap sudut gedung. Game Master ingin menciptakan sebuah film dengan konflik yang nyata, serta kematian yang nyata.

Melihat premis diatas, praktis ini mengingatkan anda pada film Saw. Namun, Target bukanlah Saw dengan segala jebakan khas-nya yang variatif pula beragam. Dalam Target, jebakan tersebut hanya sebatas pistol dan “lubang lantai”. Ya, terdengar seperti versi Saw yang terlampau murah. Namun, dapat dimafhumi karena Radit sendiri tak memfokuskan pada bagaimana jebakan tersebut dapat membunuh para pesohor, melainkan lebih kepada karakter yang mereka mainkan.

Ya, seperti yang telah saya singgung di atas, Radit memperbaiki kekurangannya dalam menggarap Hangout (2016) terlebih dalam hal karkterisasi. Samuel Rizal misalnya dengan tingkah yang terlampau dramatis atau Willy Dozan yang sangat anti terhadap kekerasan dan alih profesi sebagai penjual obat anti wasir. Cinta Laura ia berikan peran badass meski ketiadaan koreografer mumpuni menyurutkannya untuk tampil bersinar dan sebatas mentok pada kesan “keren”. Sayang, semuanya tak berjalan rata, Anggika Bolsterli kurang digali kemampuannya, serta trio Hifdzi-Abdur-Ricis harus tampil dengan lawakan receh nan garing.

Mengenai peraturannya sendir memang kadang tak solutif. Apalagi kala salah satu karakter meregang nyawa, karakater lain hanya menganggap angin lalu. Nihil emosi pula intensitas mumpuni. Yang membuat filmnya selali bersinar berkat penokohan yang terasa kompleks tadi, terlebih kala mereka diberikan sebuah momen komikal verbal yang mampu menggelak tawa meski receh sekalipun. Terutama Samuel Rizal dan Willy Dozan yang memparodikan diri sendiri. Mengasyikan memang, tapi lain hal lagi jikalau itu diterapkan kepada Radit sendiri yang telah kita tahu jelas akan bagaimana.

Tentu kala konklusi di tutup, kita akan tahu siapa sang pelaku utama. Radit menutup kisahnya terlampau menggampangkan dengan menyisakan setumpuk pertanyaan di ranah logika. Jelas Target bukanlah film yang sempurna. Namun ini adalah usaha Radit pasca belajar dari film sebelumnya, yang mana terlihat jelas dalam sektor penokohan yang berjalan pasti namun tak rata. Target adalah sebuah pembuktian seorang Raditya Dika dalam bereksperimen,-yang mana ia adalah salah satu sineas paling berani tampil beda di tengah sineas kita yang kebanyakan masih berkutat pada ranah romansa-horor-drama. Setidaknya itulah hal yang patut di apresiasi dalam hal ini.

SCORE : 3.5/5

Posting Komentar

0 Komentar