Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

SLENDER MAN (2018)

Slender Man berawal dari sebuah creepypasta yang mampu menimbulakan rasa ngeri berkat ketiadaan wajah, bermodalkan sosok makhluk yang panjang menjulang yang mampu memainkan imajinasi liar kita akan sosoknya yang begitu menyeramkan. Tambahkan fakta bahwa Slender Man sering menculik seorang anak guna ikut bersamanya. Jelas sepintas hal tersebut terasa mengerikan jika kita bayangkan-namun film yang bermain dengan mitos makhluk menyeramkan ini dituangkan begitu jauh dari kesan menyeramkan oleh Sylvain White yang mana sewaktu menontonnya adalah pengalaman paling melelahkan.

Ya, seperti kebanyakan ekspetasi yang urung berjalan beriringan dengan realita, sosok Slender Man tak mampu menyulut rasa takut sama sekali pun, terlebih penggunaan CGI yang jauh dari kesan menyeramkan. Sekalipun jump-scared-nya pun dimainkan kita sama sekali tak merasakan bahwa kita sedang ditakuti, yang ada hanyalah rasa bosan pula menyebalkan kala mendapati filmnya yang tampil datar, belum lagi para tokohnya begitu menyebalkan.

Ya, saya tak salah menyebut karakter empat serangkai yang terdiri dari para remaja yang menginjak masa puber. Seperti kebanyakan para karakter remaja dalam film yang gemar bertingkah bodoh, pun karakter dalam ini sama demikian bodohnya ketika para remaja: Hallie (Julia Goldani Telles), Wren (Joey King), Chloe (Jaz Sinclair), Katie (Annalise Basso) yang pada suatu malam membuka sebuah situs untuk memanggil Slender Man dengan menonton sebuah video terkutuk. Seminggu berselang, dampak mengerikan terjadi, mulai dari penampakan aneh, hingga puncaknya Katie menghilang begitu saja.

Tentu ketika Katie menghilang sang teman berniat mencari keberadaan mereka, penampakan Slender Man muncul di hutan mengganggu mereka dan salah satu teman mereka pun terkena dampaknya. Sisanya momen tersebut bergiliran terjadi, pun mudah ditebak jika Hallie adalah sosok "Final Girl" yang sempat sang sutradara kenalkam pada kita mengenai keluarganya. Pun ia adalah sosok yang paling skeptis mengenai keberadaan makhluk halus, tak ingin disalahkan atas peristiwa yang telah merenggut temannya. Taktis ia adalah karakter yang paling menyebalkan, hingga saya pun menunggu kapan dia akan diambil oleh Slender Man.

Ya, nihil sebuah rasa peduli bahkan simpati terhadap karakternya sendiri yang kita lihat begitu menyebalkan. Hal ini pun menandakan bahwa sang sutradara gagal membangun sebuah koneksi terhadap penontonnya. Saya pun harus menunggu lama menikmati rasa bosan kala sang karakter meregang nyawa yang mana adalah momen yang ingin saya saksikan, bukan karena saya ingin menikmati serangan Slender Man yang tak menyeramkan itu, bahkan-sekilas sangatlah menggelikan, melainkan-karena saya ingin segera mengakhiri film ini.

Ya, sejatinya Slender Man adalah sebuah film yang dipaksa untuk tampil selama 85 menit bergulir. Sejatinya, menilik permasalahannya sendiri film ini bisa saja rampung hanya dalam waktu 15 menit untuk dijadikan sebagai film pendek yang mana mungkin lebih akan terasa mencekam. Menonton Slender Man sendiri adalah sebuah pengalaman yang begitu menyiksa, nihil sebuah hentakan yang ada hanyalah setumpuk kemalasan naskah yang coba disusun secara paksa oleh David Birke, yang mana saya mengharapkan kejelasan mengenai sosoknya alih-alih rasa hampa dan tak ada bedanya ketika sebelum menyaksikan film yang begitu menyiksa fisik serta batin di tahun ini.

SCORE : 1/5

Posting Komentar

0 Komentar