Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

SKYSCRAPER (2018)

Skyscraper adalah film dengan penuh kebodohan yang berada di luar nalar. Bayangkan seorang atlet mantan anggota FBI bernama Will Sawyer (Dwayne Johnson) yang harus kehilangan kaki kanannya pasca sebuah misi terakhir yang berjalan fatal mampu melompat di atas crane demi menyelamatkan sang istri, Sarah (Neve Campbell) beserta kedua anaknya yang terjebak di atas gedung bernama "The Pearl" gedung tertinggi yang membuat Burj Khalifa bak sebuah tiang listrik. Dan patut dimasukkan sebagai "keajaiban dunia kedelapan" begitu kata sang empunya gedung, Zhao (Chin Han).

Saya memafhumi tindakan diatas karena atas dasar pertanyaan "how much you love your family?" dan terciptanya sebuah blockbuster pop corn movie yang mampu membuat penonton menjerit bahkan turut merasakan ketegangan di tiap adegannya. Saya pun hanya bisa diam, memaklumi aspek yang saya yakini demi menghormati mereka yang menjerit dan teriak ketakutan ketika melihat Dwayne Johnson a.ka The Rock dengan aksi nekatnya yang bahkan pikiran logis pun harus saya hilangkan. Saya bukan tak yakin The Rock mampu berlompat di atas crane menuju kaca gedung yang penuh akan kobaran api. Mungkin saja, tapi saya hanyalah penonton naif yang hanya menyaksikan aksi Will Sawyer dan turut memujinya seperti rombongan penonton di Hong Kong yang melihat aksi Will Sawyer di sebuah layar besar dan turut memposting aksinya bahkan memujinya tanpa habis.

Sutradara Rawson Marshall Turber (We're the Millers, Central Intelligence) jelas paham betul membungkus sekuen demi sekuen tersebut begitu menegangkan sekaligus sebagai sebuah ajang bagi Dwayne Johnson sebagai action hero yang nyawanya melebihi kucing sekalipun. Tentu demi terciptanya sebuah hiburan pemuas mata rintangan pun harus di pertebal sedemikian rupa, meski sekali lagi saya harus memafhumi lagi bencana yang begitu sesak. Meskipun sistem keamanan begitu canggih, tetaap saja harus terjadi sebuah bencana dan sekali lagi demi sebuah blockbuster pop corn movie yang terasa menyenangkan jika kita memaklumi dan memafhumi semua itu.

Turber yang merangkap sebagai penulis naskah jelas begitu menggila menciptakan sekuen bombastis yang begitu sesak. Saya belum menyebut gedung itu mempunyai sebuah tempat futuristik yang menurut Zhao bak sebuah surga. Begitu memanjakan mata meskipun semuanya harus berjalan tak lama kala api siap melalap semuanya. Pun naskahnya mengikuti pakem film action ringan, berupa pengkhianatan dan juga balas dendam. Naskah yang begitu jamak ditemui jikalau enggan disebut malas dan minim kreativitas serupa adegan yang dilakukan Ethan Hunt di Mission Impossible: Ghost Protocol, namun kali ini versi cheap dan kental akan nuansa CGI.

Blockbuster yang baik ialah menepatkan karakternya pada situasi yang semakin menipis dan melakukan aksi nekat meski di luar nalar. Namun beda dengan Skyscraper yang mayoritas durasinya diisi oleh kebodohan demi kebodohan di luar nalar yang sekali lagi harus dimaafkan demi terciptanya sebuah sajian bombastis pemuas mata. Intensitas pun turut di jaga meski sekali lagi ini tak akan lama diingatan. Walaupun demikian, saya harus memuji Turber yang mampu bermain sesuai timing yang membuat Skyscraper terasa sedikit kokoh sebagai pop corn movie di tengah kebodohan demi kebodohan yang harus dimaklumi demi sebuah eskapisme sinematik.

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar