Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

MARA (2018)

Diatas kertas, Mara yang menandai debut penyutradaraan pertama feature film-nya dari Clive Tonge yang sebelumnya menggarap short movie seperti Emily & The Baba Yaga (2005), Love Lesson (2006) dan Sunday Best (2011). Mara sendiri mengetengahkan sebuah mitos yang dekat dengan masyarakat kita mengenai "ketindihan" pada saat tidur atau dalam konteks film ini disebut sleep paralysis. Saya sendiri sering mendengar kerabat dekat saya mengalami "ketindihan" yang seperti pada film ini tampilkan begitu menakutkan, menyerang fisik bahkan psikis.

Dr. Kate Fuller (Olga Kurylenko) seorang psikolog kriminal dihadapkan pada sebuah kasus kematian seorang pria dalam keadaan tidur. Mulanya Kate menyangkal bahwa tindakan tersebut ada sangkut-pautnya dengan sang istri yang mengalami gangguan jiwa. Pelahan Kate mulai menyibak kasus tersebut yang mana kali ini lewat sebuah lukisan yang digambar oleh sang anak, Sophie (Mackenzie Ismand) memberitahu Kate bahwa sosok yang mmbunuh anaknya adalah Mara, Iblis yang menyerang manusia pada saat tidur.

Mara mengikuti standar horor belakangan dengan sebuah penuturan yang konvensional dimana satu persatu misteri mulai tersibak dan teror pun mulai menampakan wujudnya. Tonge yang dibantu sokongan naskah dari Jonathan Frank sejatinya menggarap Mara sedemikian rapi, sesekali teknik slow-burn horror digunakan yang kemudian menampakan wujud dari sosok Mara yang diperankan oleh Javier Botet yang mana langganan dalam memerankan karakter hantu, mulai dari Insidious hingga Slender Man.

Selain teknik slow-burn Tonge juga menekankan pada filmnya ke arah horor psikologis yang mana kali ini giliran Olga Kurylenko memerankan karakter Kate sedemikian apik, menampilkan situasi ketakutan hingga teknik olah rasa yang menggugah, seolah Kurylenko memang tengah berhadapan dengan sosok asli. Pun sama halnya dengan Craig Conway yang memerankan Dougie, si pengidap sleep paralysis tingkat akut yang mana ia tidur selama 20 menit per-harinya. Conway dan Kurylenko adalah penggerak filmnya ditengah alur tipis yang dimiliki filmnya.

Ya, menuju pertengahan Mara mulai tersanjung pada sebuah situasi yang kurang konsisten, kala misteri perlahan mulai tersibak luntur pula atensi penonton terhadap filmnya. Kita mungkin ingin tahu sosok Mara secara lengkapnya yang hanya disodorkan lewat halaman koran yang dimuat di dinding oleh Dougie tanpa kejelasan lebih tokohnya untuk memecahkan proses tersebut secara lebih lengkap, disinilah sandungan Mara yang membuatnya kehilangan arah tujuan.

Untungnya Tonge tak memasukan scoring berlebihan, hingga musik gubahan James Edward Barker mampu menekankan keberadaan Mara akan datang. Sinematografi bidikan kamera dari Emil Topuzov perlahan bergerak pelan namun pasti. Mara mungkin bisa saja menjadi sebuah sajian yang intens jikalau Tonge sendiri memainkan tensi sedemikian apik. Bukan semula berawal meyakinkan dan berakhir terlampau menggampangkan yang dengan singkat melucututi semua aspek yang telah dibangun sedari awal.

SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar