Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

KELUARGA CEMARA (2019)

Keluarga Cemara adalah sebuah drama keluarga yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Pasalnya, ini menyangkut sebuah kelompok yang dibentuk dengan cinta yang kita sebuat sebagai keluarga. Dari tangan yang salah, Keluarga Cemara memang bisa saja menjadi sebuah suffering porn di mana tiap konflik tersusun atas rentetan musibah yang bisa saja tampil cengeng. Namun berada di tangan yang tepat seperti yang dilakukan oleh Yandy Laurens beserta Gina S. Noer, terjadilah sebuah pembeda antara dramatisasi dan eksploitasi. Ini yang membuat filmnya kian bersinar pula hangat saat bersamaan dan tentunya seperti keluarga, semuanya disusun atas dasar cinta.

Adaptasi sinetron legendaris Keluarga Cemara (1996-2005) yang juga dibuat berdasarkan kumpulan cerita pendek berjudul sama karya buah tangan Arswendo Atmowiloto ini tersaji begitu manis. Meskipun kita tahu, modernisasi perlu untuk diterapkan-dan apa yang dilakukan oleh Yandy Laurens sendiri kian tampil prima, tak melulu harus terpaku dengan cerita yang sama, tetapi tetap mempertahankan materi aslinya.

Dari sini pula kita tak melihat Abah yang tiba-tiba menarik becak, atau Euis yang berjualan opak keliling. Ceritanya sendiri menyoroti kala Abah (Ringgo Agus Rahman) masih berada pada kondisi yang mapan bersama Emak (Nirina Zubir) serta sang buah hati tercinta, Euis (Zara JKT48) dan si kecil Ara (Widuri Puteri). Keluarga yang harmonis ini tiba-tiba harus mengalami sebuah kondisi di mana perusahaan Abah mendadak bangkrut serta rumah yang mereka tempati harus tersita berkat kesalahan sang kakak ipar. Disinilah tanggung jawab seorang Abah teruji.

Abah bersama keluarga kemudian pindah ke rumah masa kecilnya di daerah Jawa Barat, Bogor tepatnya. Yang artinya kini Abah harus memulai kembali menata kehidupan. Emak harus terbiasa hidup dalam kondisi yang pas-pas-an, Ara harus berjalan jauh ke sekolah hingga Euis yang harus pindah sekolah ke sekolah negeri, meninggalkan team dance-nya yang berada di Jakarta. Tentu penyesuaian ini dirasa berat bagi mereka, namun inilah namanya kehidupan, bagaimanapun harus tetap dijalani.

Ini yang menarik sekaligus menjadi titik utama filmnya, bagaimana karakter tersebut tetap berjalan di tengah sebuah kondisi yang tak lagi sama. Abah berusaha keras mencari kerja yang dirasa sulit karena usia yang tak lagi muda, hingga kuli bangunan pun ia pilih sebelum akhirnya bekerja sebagai driver ojek online. Emak harus bekerja keras pula dengan memproduksi opak demi menambah keuangan keluarga. Hingga Euis pun harus berjualan opak di sekolah. Memang semuan dirasa berat, namun keluarga mereka punya Ara, sang peluluh hati yang tampil begitu alamiah berkat kepiawaian Widuri Puteri berbekal tingkah polosnya yang tetap membuat kita tersenyum. Ara pula yang mampu menguatkan Abah kala ia putus asa.

Semua karakter tampil begitu gemilang. Ringgo Agus Rahman yang suprisingly tampil memukau memerankan Abah sang otot keluarga, yang mana di dalam lubuk hatinya tersimpan banyak cinta-namun bingung bagaimana untuk menyampaikannya. Euis yang menginjak masa pubertas justru memberikan Zara JKT48 dalam penampilan yang apik, dalam diamnya terdapat sebuah sebab, pun kita tahu perseteruan Abah-Euis acap kali tersulut yang mana memberikan sebuah dampak emosional di paruh akhir. Namun, karakter yang paling kuat di sini adalah Emak sebagai penyangga keluarga, Emak adalah tempat mencurahkan isi hati, memberikan solusi pula mengajarkan beragam arti. Semuanya tersaji begitu kuat berkat tatapan serta emosi kaya rasa Nirina.

Ini semua berkat kepiawaian Yandy Laurens yang mampu merangkai momen sederhana tersebut kaya akan sebuah rasa pula sangat berdampak di tataran rasa. Kepekaan Yandy turut tampil kala ia memasukan scoring pengisi adegan, sebutlah lagu Sepanjang Jalan Kenangan, Tentang Rumahku hingga Harta Berharga yang dinyanyikan ulang oleh Bunga Citra Lestari. Semua tampil menemani adegan, memperkuat adegan alih-alih hanya sebatas penggiring. Ini membuktikan bahwa Yandy Laurens mempunyai sensitivitas yang tinggi dalam merangkai adegan.

Pun dalam eksekusinya sendiri, Yandy turut menyelipkan momen komedik yang mampu menyulut tawa selain karakter Ara yang polos ia pun menambahkan Asri Welas sebagai "loan women turns to enter women" di mana tiap kehadiran Ceu Salamah yang diperankannya mampu mencuri layar dan menyulut tawa sekaligus memberi jeda terhadap filmnya.

Seperti yang telah saya singgung di atas, Yandy memang tak mengemis untuk meminta atensi, ia merangkul kita masuk dalam sektor cerita. Memang ceritanya berpotensi menguras tangis-namun sekali lagi Yandy piawai menempatkan mana momen yang tepat mencurahkan semua emosi. Itu pun tersaji menjelang paruh akhir kala terjadi sebuah pertengakaran antara Abah dan Euis. "Kalian semua itu tanggung jawab Abah!" yang mana menampilkan sebuah puncak emosi seorang Ringgo sebelum ditimpali "Lalu Abah tanggung jawab siapa?" ucap Euis. Momen inilah tentu refleks mengundang air mata. Pun demikian dengan saya yang entah berapa kali menyeka air mata.

Keluarga Cemara memang sederhana, namun Yandy menolak untuk hanya sekedar menampilkan suasana. Menyulut tangis tanpa menjual air mata, ini lebih kepada masalah sederhana terkait keluarga. Di mana momen tersebut turut menampilkan sebuah kesan untuk menjaga dan dijaga, mencinta dan dicinta, serta memiliki dan dimiliki. Jika semua bersatu dalam sebuah harmoni, maka akan tercipta sebuah harta yang paling berharga, yakni keluarga.

SCORE : 4.5/5

Posting Komentar

0 Komentar