Sejenak
terpikir, untuk apa membuat ulang film yang sudah mendapatkan prestasi
di ajang bergengsi. A Star is Born adalah remake keempat pasca film
pertamanya yang rilis pada tahun 1937, memenangkan kategori Best Picture
serta nominasi lainnya. Kemudian dibuat kembali pada tahun 1954,
mengikuti jejak rekam film sebelumnya, film ini pun sukses masuk
nominasi Oscar, serta memenangkan Best
Actor dan Best Actress pada waktu itu. Menandai hal itu, A Star is Born
adalah hasil remake keempat jika menghitung panggung musikalnya pada
tahun 1976 pula Aashiqui 2 (2013) dari Bollywood. Muncul sebuah
keraguan, apakah versi terbaru ini akan bisa mengikuti prestasi film
sebelumnya aatau malah justru hanya bertindak mengekor saja. Pasca
menontonnya, A Star is Born adalah sebuah remaster terbaik dari pencapain film sebelumnya.
Pasalnya, sang sutradara Bradley Cooper yang turut bertindak sebagai pemeran utama memerankan Jackson Maine seorang musisi tenar yang ketergantungan terhadap alkohol. Tak salah jika Jack menjadikan alkohol sebagai teman setia pasca ditinggal sang ayah yang mengajarinya melanjutkan kebiasaaan rutin (sang ayah pula seorang alkoholik) sebagai musisi ia pun merasakan hal yang sama. Jack memang sukses membuat para penonton terpuaskan oleh aksinya-namun bukan berarti pula ia bak sebuah barang kepunyaan mereka. Para penggemar Jack sering memainkan sesuka hati meminta foto, di mana saja, kapan saja, Jack hanya bisa pasrah, meski dalam hati ia menerima. Inilah alasan mengapa ia berteman dengan alkohol.
Suatu malam, demi memenuhi kebiasaan meminum alkohol, Jack memasuki sebuah drag bar, yang mana ini kali pertama ia bertemu dengan Ally (Lady Gaga) yang kala itu tengah menghibur para pengunjung dengan bernyanyi La Vi en rose lengkap dengan dandanan drag queen. Di sinilah awal karakter kita mulai dekat, berawal dari sebuah obrolan kecil, dan seperti kita tahu mereka akan menjalin hubungan pula berduet bersama menyanyikan lagu Shallows ciptaan Ally, yang mana penampilan ini adalah sebuah penampilan kaya rasa bagi Ally. Pun serupa dengan saya yang tersenyum simpul melihat pemandangan ini. Bintang baru telah lahir.
Keberadaan Ally mengubah kehidupan Jack, dapat di pahami bahwa memang cinta mampu mendorong seseorang berbuat baik, seperti yang Jack lakukan terhadap Ally. Jack menerima Ally dengan segala kekurangannya (Ally sering dianggap aneh karena memiliki hidung yang besar) pula sebaliknya, Ally menerima seorang Jack yang alkoholik. Di sinilah sebuah relasi tercipta, cinta tumbuh dalam diri masing-masing, saling menguatkan pula menenangkan. Semuanya kian indah kala Cooper serta Gaga mampu membuat sebuah chemistry yang ciamik, realistis malahan.
Naskah yang ditulis oleh Cooper bersama Eric Roth (Forrest Gump, The Curious Case of Benjamin Button) dan Will Fetters paham betul bagaimana sebuah remake di buat. Mereka mempertahankan versi aslinya dan memperbaiki setiap kekurangan akan masing-masing film terdahulu selain menyelaraskannya dengan masa kini. Seperti yang telah saya sebut di atas, pencapain Cooper sangat subtil pun dapat tersaji begitu kompleks berkat chemistry para pemain yang menciptakan sebuah kesan lovable pula likeable.
Tentu jika anda telah menonton versi sebelumnya akan paham bahwa kebahagiaan yang mereka jalin tak akan berlangsung lama. Ally yang awalnya menemani Jack kini menjadi bintang yang tenar, sementara Jack kian memudar. Ini seperti dua sisi yang saling bersebrangan, bak sebuah uang logam yang terpaut dua sisi berbeda. Konflik yang sederhana namun tersaji begitu rumit berkat karakter yang saling keterkaitan. Ada sebuah kebangkitan pula keterpurukan.
Namun, Jack tak merasa iri dengan Ally. Ia hanya takut Ally tak bisa menjadi dirinya sendiri, salah mengartikan musik yang lewat sebuah dialog mereka berdua mengartikan bahwa "musik adalah obrolan dari hati". Ketakutan Jack terhadap Ally karena ia tampil di bawah tuntutan, menyanyikan lagu bernuansa dangkal, mengandalkan gimmick serta terlalu medioker dengan adanya penari latar. Walau demikian Ally tak berubah terhadap Jack, masih sama seperti kala bertemu atau kali pertama mereka manggung. Saling terkoneksi sembari saling mengisi.
Akhirnya apa yang disampaikan oleh Bobby (Sam Elliot) sang kakak sekaligus manajernya terkabul, Jack tak pernah menampilkan sebuah puncak performa terbaik, ia pun kni menjadi seorang gitaris bagi seorang penyanyi pendatang baru. Sempat terjadi pertengkaran anatara keduanya yang mana merupakan titik balik bagi filmnya yang terjerumus ke dalam momen mengharukan pula emosional. Cooper tak lantas menjadikan momen ini tampil murahan-namun kaya makna pula sebuah pencapaian dramatik yang mampu menguras mata.
Setidaknya itu akan terus terjadi pasca Lady Gaga menyanyikan I’ll Never Love Again yang menutup kisahnya. Gaga dengan ekspresi kaya rasa sembari tampil tegak berdiri tanpa sang inspirasi. Keberhasilan Cooper jelas tampil memuaskan. Ia mampu membawa kita terhadap sebuah rasa manis dan perlahan menggiring kita pada sebuah kenyataan yang telah tertulis oleh takdir. Seperti kehidupan, terkadang hal demikian bisa saja terjadi, di mana sebuah cerita pasti akan ada akhir, menciptakan sebuah kenangan sembari berdiri tegak untuk menghormati memori serta orang terkasih.
SCORE : 4.5/5
0 Komentar