Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

TOMB RAIDER (2018)

Tomb Raider versi Angelina Jolie membuka aksinya dengan mengalahkan robot-robot canggih sebagai menu latihan pad 17 tahun yang lalu, versi Alicia Vikander justru menampilkan adegan martial arts yang membuat Lara Croft tak setangguh Jolie, ia bukan tak mampu, melainkan belum terbiasa. Lara adalah seorang kurir, yang menjarah apel kepunyaan sang pelatih pada saat latihan. Ditengah kehidupannya yang cukup keras, tersimpan sebuah kerinduan yang besar terhadap sang ayah yang mana ini adalah pendorong kuat bagi karakternya untuk menuju ke sebuah fase pendewasaan pula rintangan yang siap menghadang.

Lara memang membutuhkan uang, namun ia enggan untuk menandatangani surat wasiat yang akan memberinya kekayaan beserta aset yang dimiliki sang ayah, Richard Croft (Dominic West), karena jika ia menandatangani surat tersebut ia telah menganggap sang ayah telah tiada. Menghilangnya Richard 7 tahun yang lalu jelas menyisakan misteri. Setidaknya itu yang Lara alami yang perlahan ia mulai pecahkan kala mendapati sang ayah meninggalkan beberapa petunjuk mengenai proyek rahasianya: mencari makam Himiko, Ratu dari legenda Yamatai yang konon dapat menebar kematian hanya dalam satu sentuhan. Alih-alih menuruti perintah sang ayah untuk membakar arsipnya, Lara yang dibantu Lu Ren (Daniel Wu), nekat menyebrangi lautan iblis demi memulai pencarian, terlebih keberadaan sang ayah.

Disinilah beragam rintangan ditebar oleh sang sutradara Roar Uthaug demi membentuk kepribadian Lara juga menampilkan sekuen aksi yang membuat penonton menahan nafas. Deretan rintangan seperti mengejar jambret, bergelantungan di kapal, meniti sayap pesawat berkarat hingga sembunyi di balik rak demi menghindari musuh (yang kemudian turut melakukan penyerangan) memang gagal membuat saya menahan nafas ataupun beranjak dari kursi, namun yang terpenting dari itu saya mendapati pembentukan karakter Lara yang kian berani menghadapi tantangan.

Ya, motivasi karakter Lara untuk mencari kebenaran juga keberadaan sang ayah tersaji begitu kuat, meski Uthaug sendiri bak menyiksa Vikander untuk terus berada pada titik nadir yang mungkin sedikit terlampau repetitif, kala sekuen demi sekuen aksi membentuk film ini tanpa adanya sebuah esensi tersendiri. Untungnya Tomb Raider tak terjerumus pada pola tersebut, tensi memang terjaga namun deretan laga terus dibabat yang bagi sebagian penonton mungkin akan betah menikmatinya.

Alhasil ketimbang sebuah film bernada petualangan, Tomb Raider versi Vikander lebih condong ke ranah survival movie. Pilihan yang memberikan Vikander wadah tersendiri untuk menampilkan kemampuannya yang juga turut memberikan sentuhan olah rasa terhadap sosok ayah yang begitu ia rindukan. Uthaug juga piawai menempatkan set-pice tersebut terkesan catching dengan adegan yang ditampilkan, sembari menutupi tipisnya plot yang mungkin berjalan generik, seperti kehadiran Trinity yang dipimpin oleh Mathias Vogel (Walton Goggins) yang mempunyai misi lain.

Fakta terkait teka-teki yang ditampilkan pun mampu tampil mengikat, meski jika ditilik bukanlah sebuah kesan baru dan semua itu tampil menutupi kekosongan monotonitas alur berkat penulis Geneva Robertson-Dworet dan Alastair Siddons, mengusung konsep soal “dongeng selalu didasari realita”. Apakah Tomb Raider akan memiliki sebuah sekuel? Saya rasa iya, karena di ending sang sutradara memberikan sebuah tease terhadap sekuel. Memang pembukaan pendapatannya tak sebegitu meyakinkan, namun saya selalu siap untuk menikmati deretan aksi petualangan yang dilakukan Vikander, yang saya harap melebihi dari apa yang telah ditampilkan di film ini.

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar