Entah
itu sekedar kurang kerjaan atau sebuah keberanian kala sekelompok orang
dalam sebuah film horor mencoba memanggil makhluk halus baik itu
berupa iblis maupun roh jahat untuk bergabung bersama mereka. Jelas
sebuah resiko berada di depan mata meski hal demikian kerap dan bahkan
acap kali di hiraukan. Midnight Game sama halnya dengan Ouija Board,
sebuah bentuk permainan memanggil arwah
serta roh dalam permainan yang seperti kita tahu akan diikuti dengan
ketakutan dan bahkan memakan nyawa sekalipun. Rupanya permainan (sok)
berani yang di awali dengan sebuah rasa keingintahuan ini kembali
memakan korban dan tentunya kutukan.
Itulah yang dimainkan oleh Anna (Lin Shaye) sewaktu kecil yang kini kerap menghantuinya dalam keadaan sekarang kala ia lebih menghabiskan waktu di tempat tidur, di rawat oleh sang cucu Alex (Gabrielle Haugh). Seperti yang kita duga, permainan tersebut kembali dimainkan oleh Alex bersama sang kekasih, Miles (Grayson Gabriel). Awalnya mereka menganggap bahwa memanggil Midnight Man masuk ke rumah hanyalah lelucon belaka, namun kini pikiran tersebut harus terbayar kala sosok Midnight Man berada di depan mata.
The Midnight Man mengikuti pakem film horror bertema pemanggilan sebuah arwah ke dalam permainan. Layaknya Ouija, Midnight Game pun memiliki aturan main sendiri. Jika semua peraturan telah di lakukan dan Midnight Game sudah berada di rumah jelas bahaya otomatis menyeruak masuk mengincar nyawa sang pemanggil lewat ketakutan terbesar sang pemanggil. Tentu ada harapan film ini mengambil langkah psikis terhadap karakternya, meski sangat di sayangkan sutradara Travis Zariwny yang kemudian merangkap sebagai penulis naskah beserta Rob Kennedy menampilkannya sebatas saja, tanpa ada sebuah eksplorasi yang lebih dalam terhadap karakterisasi karakternya yang setipis kertas.
Benar sekali, repetisi terhadap fimnya kerap terjadi. Kala Midnight Man di panggil otomatis ia datang menghantui sang pemanggil, lilin mati sang pemanggil menghidupkan kembali guna menghindari Midnight Man. Jelas ini adalah sebuah kebodohan terkait logika yang bermuara dari tindakan (sok) berani yang mana tindakan tersebut yang sangat saya benci dalam film horor. Buat apa tampil sok berani jika takut untuk mengambil resiko? Sebuah kebodohan yang bodohnya sering saya pertanyakan.
Sedari opening bergulir, Zariwny memang piawai membungkus sebuah bloody disgusting horror, entah itu lewat banjiran darah maupun muncratan tubuh kala sang pemain melanggar aturan. Narasi lebih terasa formulaic jika tak ingin di bilang malas untuk bereksplorasi. Kehadiran Lin Shaye sang cenayang dari Insidious series jelas menjadi magnet utama, meski penokohannya sendiri sebagai kunci utama film ini terlampau biasa terlebih ia memegang twist akhir film ini yang cukup memberikan sebuah daya kejut meski sekali lagi twist tersebut terlampau sering jamak dipakai.
Walaupun demikian, tensi yang di tebar oleh Zariwny sangatlah terjaga turut dilengkapi jump scare yang tak serampangan asal masuk, menciptakan sebuah kengerian meski tak berada pada level yang tinggi sekalipun. Angle kamera bergerak perlahan namun pasti, menutupi tipisnya naskah yang acap kali terjangkit sebuah repetisi di engah para pemain yang urung memberikan nyawa, terkecuali Lin Shaye yang dalam peran minimnya mampu menghidupkan karakternya begitu ketakutan, meski filmnya sendiri sangat jauh dari rasa takut.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar