Beberapa
alasan mengenai mengapa seseorang takut untuk melangkah ke jenjang
pernikahan justu mengenai kesiapan mental, bagaimana menyatukan dua
karakter yang masing-masing berbeda dan bagimana pula menghindari setiap
permasalahan tersebut. Takut Kawin yang menandai debut penyutradaraan
pertama Syaiful Drajat AS (juga bertindak sebagai eksekutif produser)
menyoroti hal demikian. Menarik memang jika disimak, namun dalam penuturannya sendiri masih kurang mulus menyampaikannya.
Ya, itu bisa saya lihat dari penokohan serta karakterisasi yang
dimiliki sang pemeran utama, Bimo (Herjunot Ali) yang melamar Lala
(Indah Permatasari) sang kekasih pada saat upacara penyambutan pada
pesta pernikahan sang sahabat, Romy (Junior Liem). Saya rasa dalam hal
sambutan bukan waktu yang tepat untuk melamar, pula jika ditilik dari
persepsi kesopanan hal tersebut jelas terasa kurang sopan. Namun ini
adalah film bukan sebuah realita, wajar kejadian yang semestinya
memalukan tersebut disambut begitu baik, termasuk sang mempelai
pengantin.
Kita tahu sejak kejadian lamaran tersebut Bimo
bakalan menunda pernikahan bersama Lala dikarenakan melihat kondisi sang
sahabat yang dilanda perceraian akibat perbedaan pendapat. Film memutar
balik, menyoroti keseharian Bimo yang kerap adu argumen dengan Lala
yang menurutnya keras kepala Sedangkan bagi Lala, Bimo tak ubahnya pria
pengecut pula tak bernyali dengan gampang begitu saja membatalkan
rencananya untuk maju ke jenjang yang lebih serius.
Naskah
garapan Alim Sudio sejatinya di paruh awal banyak memperlihatkan
kerenggangan hubungan Bimo-Lala berkat pendapat yang saling
bersebrangan, memberikan sebuah kode alasan mengapa judul Takut Kawin
dipilih. Namun sejatinya tendensi awal serta utama yang dipaparkan oleh
film ini terlampau singkat pula kurang terasa kuat dalam penuturannya.
Penonton menginginkan chemistry serta komunikasi yang kuat antara
Bimo-Lala yang urung ditampilkan guna mengajak penonton masuk dalam
cerita. Ini yang membuat filmnya terasa terbata-bata dalam penuturannya.
Herjunot Ali diparuh awal dipaksa untuk memainkan comedy yang
tersaji begitu kurang terasa menjiwai, sang sutradara terlampau
berambisi menekankan Junot untuk main dalam ranah komedik yang begitu
mentah, dipaksakan bermodalkan bibir terkatup pula dialog yang kurang
ngena. Kecuali saat seorang perempuan yang diperankan oleh Nina Kozok
mencium bibir Bimo seraya bertanya "Is it good?", Bimo menjawab lewat
dialog non-verbal berupa mengacungkan jempol. Disinilah performa sang
aktor terasa natural, tak mesti melakoni apa yang semestinya menjadi
tugas Babe Cabita dan Adjis Doaibu.
Seperempat durasi
menjelang akhir sejatinya menjadi penyelamat Takut Kawin dari kisahnya
yang terlampau monoton nihil akan sebuah esensi. Disini kebersamaan
antara Bimo-Lala ditekankan, saling bertukar perasaan pula pikiran yang
seperti dalam sebuah adegan di dalam mobil ditemani lagu Berpisah-nya
milik Angel Karamoy. Sehingga konklusi akhir yang sejatinya sudah
penonton kira bakalan begitu pun tersaji cukup manis ditengah pesan yang
hendak disampaikan mengenai persoalan kultur pernikahan sejatinya
kurang tersaji mulus ditengah pengadegan Syaiful Drajat AS yang kerap
terasa jumpy dan kacau yang menjadi akar permasalahan film ini.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar