Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

TAKUT KAWIN (2018)

Beberapa alasan mengenai mengapa seseorang takut untuk melangkah ke jenjang pernikahan justu mengenai kesiapan mental, bagaimana menyatukan dua karakter yang masing-masing berbeda dan bagimana pula menghindari setiap permasalahan tersebut. Takut Kawin yang menandai debut penyutradaraan pertama Syaiful Drajat AS (juga bertindak sebagai eksekutif produser) menyoroti hal demikian. Menarik memang jika disimak, namun dalam penuturannya sendiri masih kurang mulus menyampaikannya.

Ya, itu bisa saya lihat dari penokohan serta karakterisasi yang dimiliki sang pemeran utama, Bimo (Herjunot Ali) yang melamar Lala (Indah Permatasari) sang kekasih pada saat upacara penyambutan pada pesta pernikahan sang sahabat, Romy (Junior Liem). Saya rasa dalam hal sambutan bukan waktu yang tepat untuk melamar, pula jika ditilik dari persepsi kesopanan hal tersebut jelas terasa kurang sopan. Namun ini adalah film bukan sebuah realita, wajar kejadian yang semestinya memalukan tersebut disambut begitu baik, termasuk sang mempelai pengantin.

Kita tahu sejak kejadian lamaran tersebut Bimo bakalan menunda pernikahan bersama Lala dikarenakan melihat kondisi sang sahabat yang dilanda perceraian akibat perbedaan pendapat. Film memutar balik, menyoroti keseharian Bimo yang kerap adu argumen dengan Lala yang menurutnya keras kepala Sedangkan bagi Lala, Bimo tak ubahnya pria pengecut pula tak bernyali dengan gampang begitu saja membatalkan rencananya untuk maju ke jenjang yang lebih serius.

Naskah garapan Alim Sudio sejatinya di paruh awal banyak memperlihatkan kerenggangan hubungan Bimo-Lala berkat pendapat yang saling bersebrangan, memberikan sebuah kode alasan mengapa judul Takut Kawin dipilih. Namun sejatinya tendensi awal serta utama yang dipaparkan oleh film ini terlampau singkat pula kurang terasa kuat dalam penuturannya. Penonton menginginkan chemistry serta komunikasi yang kuat antara Bimo-Lala yang urung ditampilkan guna mengajak penonton masuk dalam cerita. Ini yang membuat filmnya terasa terbata-bata dalam penuturannya.

Herjunot Ali diparuh awal dipaksa untuk memainkan comedy yang tersaji begitu kurang terasa menjiwai, sang sutradara terlampau berambisi menekankan Junot untuk main dalam ranah komedik yang begitu mentah, dipaksakan bermodalkan bibir terkatup pula dialog yang kurang ngena. Kecuali saat seorang perempuan yang diperankan oleh Nina Kozok mencium bibir Bimo seraya bertanya "Is it good?", Bimo menjawab lewat dialog non-verbal berupa mengacungkan jempol. Disinilah performa sang aktor terasa natural, tak mesti melakoni apa yang semestinya menjadi tugas Babe Cabita dan Adjis Doaibu.

Seperempat durasi menjelang akhir sejatinya menjadi penyelamat Takut Kawin dari kisahnya yang terlampau monoton nihil akan sebuah esensi. Disini kebersamaan antara Bimo-Lala ditekankan, saling bertukar perasaan pula pikiran yang seperti dalam sebuah adegan di dalam mobil ditemani lagu Berpisah-nya milik Angel Karamoy. Sehingga konklusi akhir yang sejatinya sudah penonton kira bakalan begitu pun tersaji cukup manis ditengah pesan yang hendak disampaikan mengenai persoalan kultur pernikahan sejatinya kurang tersaji mulus ditengah pengadegan Syaiful Drajat AS yang kerap terasa jumpy dan kacau yang menjadi akar permasalahan film ini.

SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar