Setelah
menyadur cerita Romeo & Juliet (1597) karya Shakespeare dalam
Gnomeo & Juliet (2011), kini giliran cerita dari Conan Doyle lewat
Sherlock Holmes-nya yang kemudian disadur dalam bentuk animasi parodi
oleh para patung kurcaci taman. Mengetengahkan kisah Gnomeo (James
McAvoy) yang kini sudah menikah dengan Juliet (Emily Blunt). Keduanya
terpilih sebagai pemimpin gnomes di
taman tempat mereka tinggal. Disinilah naskah garapan Ben Zazove yang
berdasar atas ide cerita dari Kevin Cecil, Andy Riley, Emily Cook dan
Kathy Greenberg memasukan konflik utama.
Gnomeo merasa dilupakan oleh Juliet yang sibuk mengurus taman, terlebih kala Juliet dihadapkan pada sebuah relokasi baru. Pertengkaran pun tersulut, namun pasca mereka kembali lagi ke taman, para gnomes sudah hilang. Ditengah kebingungannya, mereka bertemu dengan Sherlock (Johnny Deep) beserta sang asisten, Dr. Watson (Chiwetel Ejiofor) yang menemukan sebuah petunjuk terkait dalang menghilangnya para gnomes, yakni sang musuh bebuyutan mereka, Moriarty (Jamie Demetriou).
Tentu fokus cerita adalah menemukan para gnomes yang diculik oleh Moriarty, berbekal petunjuk yang ditemukan oleh Sherlock, kita diajak pada sebuah petualangan hide and seek yang cukup menyenangkan meski dibeberapa adegan naskahnya sendiri terasa bak sebuah tarik ulur. John Stevenson (Shrek, Shrek 2, Kung Fu Panda) masih mengikuti pakem dalam mengemas filmnya supaya tampil menarik, terlebih mencakup penonton dengan rating PG-13. Namun untuk penonton anak-anak rasanya menonton film ini kuranglah tepat, terlebih mengenai slapstick-nya yang tak pantas untuk ditonton seumuran mereka.
Cakupan aksinya terbilang medioker, kala salah satu dari mereka akan merenggut bahaya, kita tahu mereka tak akan meregang nyawa. Sherlock Gnomes memang bukanlah sebuah tontonan yang buruk, namun terlampau biasa untuk para penonton dewasa, pun selepas film usai jangan harap adegan yang ditampilkan akan mengendap lama di ingatan, meski sebuah twist di penghujung cerita digunakan pun semuanya tak menghadirkan sebuah impact yang signifikan.
Ya, Sherlock Gnomes adalah sebuah popcorn movie, dimana eksekusi hanya ditujukan sebagai tontonan ringan alih-alih selayaknya. Saya selalu suka bagaimana Stevenson menggunakan ilmu forensik guna memecahkan setiap petunjuk oleh Sherlock. Pun komedinya meski bukanlah hal yang baru, namun cukup efektif menyunggingkan senyum, sebutlah kehadiran tokoh katak dengan lipstik tebal plus tingkah nyeleneh miliknya.
Menyandingkan animasi garapan Paramount Pictures dengan Disney rasanya bukanlah hal yang tepat. Animasi Paramount lebih menekankan pada sebuah hiburan belaka, membuat filmnya sekedar untuk have fun dan mengocok perut. Itu tujuan utama filmnya, sehingga sebuah kewajaran pun patut untuk dialamatkan pada film ini. Meski dalam lubuk hati yang paling dalam, keinginan saya bagi animasi garapan Paramount Pictures mampu menampilkan apa yang ditampilkan Disney dalam segala aspek. Mungkin suatu hari nanti.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar