Rasuk
selaku karya kerjasama keempat antara MD Pictures dengan Dee Company
yang mana merupakan production house milk Dheeraj Kalwani yang kini
sudah tak dirasuki judul-judul film horor macam Dendam Pocong Mupeng
atau Pocong Mandi Goyang Pinggul. Syukurlah saya lega rasanya beliau
telah kembali ke jalan yang lurus. Mari kita baca do'a bersama-sama. Itu
merupakan sebuah poin positif yang
dimiliki film ini, sebelum akhirnya saya dirasuki rasa frustasi yang
luar biasa terus menarik kaki, otak dan pikiran saya-sama halnya dengan
apa yang ditampilkan di poster filmnya.
Sebelumnya kolaborasi mereka telah menelurkan berbagai macam judul seperti Gasing Tengkorak (2018), Bayi Gaib: Bayi Tumbal Bayi Mati serta Kembang Kantil yang luar biasa buruk. Kali ini giliran sang sutradara Ubay Fox kembali setelah menggarap Kembang Kantil dengan membawa naskah garapan Alim Sudio yang luar biasa sama berbekal materi dari sebuah novel berjudul sama karangan Risa Saraswati. Tentu pikiran anda mulai bermain dengan kata "Luar Biasa" yang saya gambarkan pada film ini. Setidaknya saya meminta anda mengurungkan harapan untuk mencoba membayangkan filmnya, mari kita hela nafas dalam-dalam dan lupakan logika, karena sejatinya film ini sangat jauh dari logika.
Opening sequence-nya menampilkan karakter utama kita, Langgir Janaka (Shandy Aulia) yang tengah berada diatas puncak gunung, menenangkan diri sembari mengingat ucapan Abah yang mengatakan "jika kamu merasa bersedih, maka naiklah ke puncak gunung". Langgir begitu membenci dunia, telebih sang ibu yang telah menyalahkannya atas peristiwa kematian Abah. Ia pun sama membenci sang adik tirinya, Bakula Borneo, sesekali ia membentak sang adik karena terlalu berisik.
Semua orang di benci Langgir, kecuali Abhimanyu (Miller Khan) pria yang ia sukai. Disinilah Langgir mulai bersikap sebaliknya, sebelum ia kembali membenci semua orang (padahal dirinyalah yang penuh dengan rasa benci) termasuk geng "Puteri Sejagat" yang mana teman dekat Langgir. Langgir merasa kehidupan mereka sempurna, seringkali ia bersikap ketus terhadap mereka. Hingga sebuah perjalanan menuju sebuah villa bernama Karma Rinjani pun mereka tempuh yang mana merupakan titik balik filmnya untuk menyiapkan penampakan plus skoring yang luar biasa memecah gendang telinga sampai saya pun rasanya ingin menutup telinga kala menontonnya.
Bisa ditebak, di tengah perjalanan mereka tersesat. Namun tenang kompas masih dipegang oleh Langgir, tetapi karakter dalam film ini luar biasa menyebalkan, ketika kompas menunjukan arah Utara, mereka pun memilih arah Selatan berkat feeling salah satu geng Puteri Sejagat. Luar biasa dahsyat memang, ketika kompas tak lagi dipercaya setidaknya hati selalu bertindak benar. Benar membawa mereka ke sebuah malapetaka yang mereka takutkan dan bertemu sesosok wanita misterius yang digunakan sebagai ajang untuk memperkenalkan bahwa mereka adalah "Puteri Sejagat" kala yang harus dilakukan pada saat itu ialah membaca do'a "Sapu Jagat".
Saya tak masalah dengan cerita yang tampil sedemikian bodoh, namun kala kebodohan sudah tak lagi mampu melukiskan film. Setibanya di Villa, Langgir mendapat sebuah kejutan kala Abhimanyu datang dan salah satu anggota Puteri Sejagat memamerkan dan mengenalkan dii bahwa ia telah berpacaran. Disini kemarahan Langgir membuncah dan kabur keluar villa serta bertemu dengan sesosok penampakan yang mempunyai riasan bak bubur basi, begitu menggelikan pula sangat menyebalkan melihat penampakannya.
Disini Ubay Fox bak kehabisan tenaga, sehingga repetisi adegan kesurupan pun dilakukan. Selain rasa menjemukan saya juga rasanya ingin sekali tertawa lepas melihat orang kesurupan hanya bermodal pensil alis yang menebalkan kelopak mata yang kemudian diperparah dengan suara bak radio rusak dari para pemainnya. Rasanya saya ingin mempertanyakan kepada sang penata rias, apakah anda kehabisan lensa mata hingga tetek bengek kosmetik lainnya? Ataukah anda sedang menabung dan menghemat biaya?
Menuju konklusi, saya makin dirasuki oleh kerusakan demi kerusakan filmnya yang sudah berada pada titik luar biasa sangatlah bodoh. Klimaks yanh ingin menyimpulkan sebuah pesan terkait "semua orang punya masalah, bukan kamu saja" tersaji sedemikian mentah, gagal untuk tersampaikan. Selain kesan "ujug-ujug" film ini pun semakin membodohi pikiran, menggerayangi logika yang kian mesti disimpan rapat-rapat berkat kebodohan demi kebodohan yang sudah tak bisa dibendung lagi. Sama seperti posternya yang tengah meminta tolong, saya pun rasanya perlu bala bantuan untuk mengembalikan pikiran saya setelah menonton film yang membuat saya mendadak seperti amnesia.
SCORE : 0.5/5
0 Komentar