Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PITCH PERFECT 3 (2017)

Jika mendengar kata "Pitch Perfect" secara otomatis pikiran saya tertuju pada salah satu adegan yang memainkan gelas plastik sebagi pengiring lagu, membungkus adegan simple menjadi sebuah mahakarya tersendiri kala menontonnya. Beberapa tahun berselang, Pitch Perfect 3 kembali hadir, masih digawangi oleh pemain yang sama dan tentunya penulis skenario yang masih dikerjakan oleh Kay Cannon dan Mike White, yang membedakan hanyalah bangku sutradara yang kini diisi oleh Trish Sie yang berbekal pengalaman dalam menggarap Step Up: All In (2014).

Seiring waktu bergulir, The Barden Bellas yang mana merupakan grup akapela yang membesarkan nama mereka kini tinggallah nama, berniat untuk bereuni ditengah aktivitas membosankan adalah sebuah tindakan yang tepat. Beca (Anna Kendrick) adalah produser musik bagi sebuah lagu busuk milik band keras kepala, Fat Amy (Rebel Wilson) menganggur sambil sesekali memparodikan Amy Winehouse di tengah kota, sementara yang lainnya tak lebih beruntung. Berniat meraih kejayaan lagi, The Bellas nekat ambil bagian pada tur dunia guna mengibur militer Amerika Serikat yang diselenggarakan oleh United Service Organization (USO).

Pitch Perfect 3 sejatinya mengusung tema yang cukup menarik mengenai sebuah realisasi terhadap realita yang mana merupakan sebuah cerita yang lebih dewasa ketimbang dua film pendahulunya. Namun alih-alih menjelaskan perkembangan ditengah waktu bergulir yang mendewasakan mereka, naskahnya justru kerepotan untuk memulai kembali, sehingga pilihan untuk membuka filmnya tampil bombastis pun dipilih dan diterapkan, Ya, pembuka yang menampilkan ledakan bom memanglah suguhan bombastis, namun apa esensi dari pembuka itu? Kalau bukan karena menggunakan bujet yang tiga kali lebih besar di film pertamanya sekaligus mempertemukan Amy dengan sang ayah (John Lithgow).

Ya, filmnya turut memberi ruang lebih terhadap Fat Amy dengan sang ayah yang mana turut digunakan untuk turut andil dalam cerita sebuah film akapela yang sayangnya justru nihil akan sebuah esensi selain demi memperpanjang durasi hingga menutupi kemalasan sang penulis naskah. Jajaran nomor musikalnya memanglah modern, sehingga kala lagu Toxic maupun Cheap Thrills dibawakan saya tak bisa menahan untuk menggerakan kaki, meski kali ini tak sebesar apa yang saya nikmati kala gelas plastik itu dimainkan.

Ketimbang melihat Barden Bellas bereuni dengan tingkah yang dewasa, filmnya justru terlihat lebih kekanak-kanakan, yang mana persaingan bak ajang pencarian bakat dimainkan demi merengkuh popularitas kembali turut digunakan. Saya memang mengharapkan para Barden Bellas tampil dewasa serta mengobati para penontonnya, namun apa yang didapat memang tak sesuai dengan harapan. Pun sama dengan story arc karakternya yang nyaris tanpa taji, semisal karakter Beca yang tampil begitu dangkal hingga Emily (Haille Steinfeld) yang lebih parah, hanya sebatas penggembira.

Walaupun demikian, suguhan komedi dalam film ini masih tampil mengocok perut lewat tingkah Fat Amy selaku "sumber derita" atau sikap aneh dari Lily (Hana Mae Lee) lewat absurditasnya. Kesimpulan akhir yang turut menimbulkan sebuah pertanyaan: Apakah Pitch Perfect 3 menyenangkan? Ya, komedinya menyenangkan namun tidak dengan hasil akhirnya yang kurang berkesan dan tak lama mengendap di ingatan. Saya ngin melihat kembali permainan gelas plastik itu ketimbang nomor musikal modern yang tampil sambil lalu.

SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar