Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PARI: NOT A FAIRYTALE (2018)

Pari dalam bahasa Indonesia berarti Peri. Namun peri disini bukanlah makhluk cantik macam Tinkerbell atau sejenisnya melainkan hasil perpaduan DNA antara manusia dengan jin Ifrit yang dalam kepercayaan agama Islam Ifrit adalah jin terkuat. Sekilas memang tampak menarik, namun ternyata di balik potensi yang siap dikembangkan keenganan sang sutradara guna memproyeksikan itu semua tak semulus apa yang kita kira dan bahkan inginkan.

Ia adalah Prosit Roy (turut merangkap sebagai penulis naskah) bersama Abhishek Bannerjee punya setumpuk cerita yang mesti dipaparan, terlebih mengenai asal-usul para okultus pemuja Ifrit itu sendiri. Ketimbang mengelaborasi hal itu ia justru mengarahkan kisahnya pada intrik cinta segitiga. Arnab (Parambata Chatterjee) adalah seorang pemuda yang beruntung, pasca sebuah insiden saat mobilnya menabrak seorang wanita tua, ia bertemu dengan Rukhsana (Anushka Sharma) sang anak yang dirawat oleh wanita tua yang berparas cantik namun memiliki tingkah aneh, tak tahu benda macam salep dan televisi bahkan kesehariannya pun dipasung oleh sang ibu.

Seperti yang telah saya singgung diatas, Pari memang mempunyai setumpuk potensi untuk dikembangkan. Kala mayoritas asal-usul ditelantarkan, Prosit Roy sendiri bermain dalam ranah romansa antara pria canggung dan puteri jin Ifrit. Memang bisa saja dikembangkan ke ranah itu jika filmnya sendiri fokus diranah romansa, namun ambisi Prosit Roy tak pernah surut ketimbang memilih satu opsi, Roy menggabungkan dua opsi tersebut yang mana menimbulkan sebuah bencana tersendiri.

Ya, hal tersebut berdampak pada alur dimana terjadi kekosongan alur, untungnya interaksi antara Rukhsana dan Arnab tampil begitu manis pula lucu secara bersamaan, sebutlah momen kala menonton televisi yang membuat Rukhsana mampu melafalkan kalimat "i love you (too)" atau ketika ia meminta Arnab untuk memanggilnya dengan sebutan "sayang". Selaku romansa dipacu, latar belakang kisahnya sendiri luntur, seolah Roy tak punya cakupan kuat untuk membungkus kisahnya yang mana saling distraksi satu sama lain.

Alhasil apa yang terjadi adalah sebuah krisis identitas. Menyebut Pari: Not a Fairytale sebagai tontonan berbasis horor jelas kurang, pun sebaliknya dengan menyebutnya sebagai film romansa, yang mana mayoritas jumpscare begitu menakutkan untuk disebut, meski ketepatan timing jelas kurang mulus, kala seharusnya pace dipacu Roy sendiri melambatkan tone. Sinematografi hasil bidikan kamera dari Jishnu Bhattacharjee sejatinya enak dilihat namun kurang berdampak dan berkesan di tataran rasa.

Disamping itu pula ceritanya sendiri turut menghadirkan sosok Professor Qasim Ali (Rajat Kapoor) sosok yang ingin menghancurkan kehadiran Pari yang mana menurut kepercayaannya jika Pari berkembang pesat, maka dunia akan kiamat. Hal tersebut juga urung untuk mendapatkan eksplorasi lebih ketimbang sebagai tempelan belaka. Anushka Sharma tampil begitu meyakinkan menjadikan sosok Rukhsana seperti apa yang kita anggap aneh, pula disaat bersamaan sang aktris piawai menjalankan transisi karakternya bagaimana untuk tampil seram atau konyol sekalipun. Namun apa daya kualitas filmnya sendiri urung untuk berjalan selaras dengan penampilannya.

SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar