Remaja.
Mungkin adalah masa yang paling indah bagi saya dan tentunya semua
orang. Masa dimana kita mulai suka dengan yang namanya berkumpul bersama
teman, membicarakan gebetan atau mantan, berbelanja barang hits
kekinian dan tentunya memperhatikan yang namanya penampilan. Namun
terlepas dari itu semua, ada hal yang
lebih penting dalam sebuah masa remaja yakni sebuah proses pencarian
jati diri. Proses yang memang sulit, yag acap kali menimbulkan sebuah
kontradiksi maupun kegamangan batin akan hal yang kita pilih. Lady Bird
menjadi trek film kesekian yang melabeli dirinya dengan sebutan
"coming-of-age".
Karakter utama film ini adalah seorang
remaja putri bernama Christine McPherson atau yang biasa dikenal dengan
Lady Bird (Saoirse Ronan). "Lady Bird" bukanlah nama yang diberikan oleh
sang ibu atau keluarganya yang justru menolak memanggilnya dengan
sebutan itu, melainkan pemberian nama oleh ia sendiri. Lady Bird
bersekolah di Sacramento, sekolah Katholik yang awalnya ia tolak, namun
ia jalani atas keinginan sang ibu, Marion (Laurie Metcalf). Hubungan
Lady Bird dengan sang ibu memang tak berjalan harmonis akibat bedanya
persepsi. Sang ibu ia anggap terlalu posesif akan dirinya, tapi hal yang
melatarbelakangi sang ibu bertindak demikian sangat rasional, bukan
hanya sebatas keinginan melainkan lebih ke menyesuaikan hal terkait
finansial.
Daripada menjadikannya sebuah permusuhan, Greta
Gerwig sang sutradara lebih menekankan pada observasi pertentngan
pendapat. Marion bukanlah orang tua yang kolot dan keukeuh yang
menentang harapan Lady Bird. Naskah Gerwig sendiri menjadi alasan kenapa
sikap keras Marion begitu dapat dipahami. Film berjalan mengikuti
keseharian Lady Bird, mulai dari pertentangan dengan sang ibu di rumah,
hingga aktivitasnya mulai dari berbuat jahil di sekolah, meninggalkan
sobat karibnya Julie (Beanie Feldstein) demi bergaul dengan cewek hits
Jenna (Odeya Rush), atau pacaran dengan remaja anggota band, Kyle
(Timothee Chalamet). Ada pula konflik asmara menarik yang melibatkan
teman satu teater yang kemudian menjadi pacar pertamanya, Danny (Lucas
Hedges).
Film memang berjalan mengikuti ritme yang bisa
dibilang formulaik, namun Gerwig mampu memberikan rasa terhadap keping
demi keping perjalanan hidup seorang Lady Bird, yang nyatanya
terinspirasi dari kehidupan nyata yang ia alami saat remaja. Gambaran
personal dari Gerwig mampu tersaji begitu mulus, tingkah yang dilakukan
Lady Bird mungkin mewakili dirinya dan tentunya semua orang yang
menonton acap kali terlempar pada memori saat remaja, dan itu tergambar
manis dan terasa real disini. Turut disokong oleh performa Saoirse Ronan
yang begitu memukau, setara dengan aktris kelas wahid, Disamping itu
juga Laurie Metcalf mampu menjadi lawan argumen bagi Rinan, sehingga
relasi keduanya pun mampu tampil all out.
Musik gubahan Jon
Brion dengan alunan nada tenangnya mampu menemani perjalanan kisah
seorang Lady Bird terasa main klop, begitupun dengan bidikan kamera dari
Sam Levy yang bergerak cepat dan dinamis mengikuti arahan Gerwig. Lady
Bird adalah sebuah ode untuk rumah, kenangan, serta orang tercinta kala
kita menginjak usia dewasa, mengejar mimpi sembari mengingat rumah dan
keadaan sebelumnya, terasa manis, hangat dan berkesan kala bersamaan.
Sebuah film yang begitu memberikan sebuah impact yang sulit untuk
dilupakan seusai menontonnya.
SCORE : 5/5
0 Komentar