Setelah
kehadiran film pertamanya, Kingsman: The Secret Service (2014) yang
mana merangkum sebuah harapan terhadap apa yang ingin penonton rasakan
kala menikmati sebuah film di bangku bioskop yang mana menghasilkan 414
juta dollar yang menjadi sebuah kewajaran. Adaptasi dari komik karangan
Mike Gibbons dan Mark Millar selain mengandalkan sebuah faktor
terkait finansial, ia pun masih sanggup mengulang sebuah formula apa
yang diterapkan pada film pertamanya, yang kali ini kadar tersebut
semakin jamak terjadi dan semakin banyak pula untuk diterapkan lewat
eksplorasi yang tak kalah menawan.
Tengok opening sequence-nya kala Eggsy (Taron Egerton) merampungkan aksi perlawanan di sebuah mobil, turut dilibatkan pula tangan robot, sepatu dengan pisau tajam hingga gadget unik lainnya untuk melawan Charlie (Edward Holcroft) si mantan trainee Kingsman yang membelot. Anarkisme yang diterapkan Vaughn yang mendobrak nalar masih diterapkan disini bersama iringan stunt yang memikat pula pergerakan kamera temp cepat jadi andalan, menekan kadar tensi untuk diturunkan selama 141 menit berlangsung demi menciptakan sebuah sajian yang mendobrak batas.
Tentu kesan "impossible" dan "too much" kerap menjadi andalan Vaughn untuk membuat Kingsman tetap memikat perhatian, dimana kepanikan berskala global yang melibatkan massa harus tetap diterapkan. Kali ini Kingsman dihadapkan pada Popy Adams (Julianne Moore) pemilik organisasi terbesar pengedar narkoba bernama The Golden Circle yang ekistensinya tersembunyi. Memaksa Eggsy dan Merlin (Mark Strong) untuk meminta bantuan kepada Statesman, organisasi agen rahasian Amerika berkedok pusat penyulingan whiskey di Kentucky. Dari sini mereka berdua kembali menemukan sebuah kemustahilan berikutnya, yakni terkait keberadaan Harry (Colin Firth) yang ternyata masih hidup.
Dibanding pendahulunya, The Golden Circle lebih memantapkan pada sebuah sekuen aksi dan mengurangi kadar komedi. Itu menjadi sebuah kewajaran kala Vaughn kini menambah sebuah agensi baru yang mana didalamnya terdapat Channing Tatum berserta Halle Berry dalam misi kali ini. Berbagai trik serta twist kerap melekat pada The Golden Circle dan tentunya terkait ruang kehidupan personal pribadi Eggsy yang kini menjalin hubungan dengan Tilde (Hanna Alstrom) si putri Swedia, yang mana memaksa karakternya digempur sebuah gencatan tersendiri.
Sekuen aksi tetap tampil memikat terlebih kali ini melibatkan sebuah mesin penggiling yang mana selain bad-ass mampu menghasilkan sebuah kesan serupa pada film pertamanya. Memang keberadaan karakter terkesan terasa kurang dimanfaatkan seperti kehadiran Channing Tatum yang mendapatkan porsi sedikit. Namun itulah apa yang diinginkan Vaughn, menekan kadar filmnya untuk tetap tampil berlebihan guna memuaskan dahaga penontonnya yang kali ini kembali lagi untuk mengesampingkan logika kala menontonnya dan itu pun masih sama ketika menikmati film pertamanya.
Ensemble cast makin solid, Taron Egerton kembali tampil mempesona dan kali ini ia pun kebagain memainkan sebuah momen olah rasa. Colin Firth masih sosok penuh kharisma, sementara Mark Strong mampu meraih atensi dan kepedulian kita. Julianne Moore adalah sosok psikopat yang patut untuk dibenci, senyum sinis serta tindakan tak segan melekat pada dirinya. Sementara Elton John yang memerankan versi alternatif dirinya mampu mencuri gelak tawa penonton lewat kostum unik yang senantiasa dipakainya.
Melalui The Golden Circle, Vaughn selain terus naik kelas mampu membuat sebuah kemustahilan itu bersifat dan bahkan tampil positif dengan kadar kekerasan lewat rating R yang dimilikinya. Dimana tindak kekerasan harus dibabat habis termasuk perilaku presiden adidaya, perang melawan narkoba mampu terealisasikan hingga mendobrak sebuah batas meruntuhkan sebuh sistem kasta lewat pernikahan. Inilah yang membuat saya akan terus menunggu kehadiran sang sutradara dalam karya selanjutnya.
SCORE : 4/5
0 Komentar