Sambut
Kingsman: The Secret Service adaptasi dari komik Mark Millar yang
mewadahi aspek hiburan tertinggi. Ya, filmnya sendiri penuh dengan
darah, kekerasan, komedi hitam, dan tentunya punya visual yang begitu
keren. Setidaknya itu yang kita alami kala opening sequene-nya bergulir.
Eggsy (Taron Egerton) adalah remaja bandel yang mempunyai IQ tinggi.
Harry Hart (Colin Firth) seorang agen rahasia yang merasa bersalah atas
kematian ayah dari Eggsy. Tentu haluan cerita sangat predictable-di
mana nantinya Harry akan menjadi mentor Eggsy, pun jika di lihat dari
poster dan trailernya kita sudah tahu bahwa Eggsy akan masuk ke dalam
anggota Kingsman.
Tentu agen rahasia dengan segala gadget
canggihnya butuh sebuah misi yang harus diselesaikan. Untuk itulah
mengapa seorang milyuner bernama Richmond Valentine (Samuel L. Jackson)
hadir dengan seorang tangan kanannya, ia adalha Gazelle (Sofia Boutella)
si wanita yang mempunyai kaki pedang. Valentine dan Gazelle ingin
menghancurkan dunia demi membuatnya lebih baik lagi, upaya tersebutlah
yang musti dilakukan oleh Eggsy dan Harry, memberantas kejahatan dan
menegakan keadilan.
Dari segi cerita memang filmnya sendiri
tampil begitu tipis, namun pengemasan Matthew Vaughn-lah yang membuat
cerita setipis kertas ini mampu dan layak untuk tampil bombastis.
Kingsman: The Secret Service jelas punya segala apa yang pop corn movie
inginkan, aksi badd-ass, karakter dengan tampilan bak James Bond,
mengenakan Jas lengkap ketika bertarung sekalipun, yang mana setelah
bertarung-pakaian itu jauh dari kesan kusut sekalipun. Memang tak masuk
akal, namun demi sebuah hiburan tiada tara semua itu haruslah wajib
tercipta.
Ya, kesan saya setelah menyaksikan film ini adalah
bak berupa parodi dari film James Bond yang mana (sorry to say) lebih
asik daripada materi asli yang diparodikan. Vaughn jelas tahu dan paham
betul keinginan penontonnya, dimana semuanya tampil lepas tanpa
kehilangan atensi dari penonton, mampu bersorak dan bahkan merasakan
ketegangan, hingga lelucon plus ending yang tampil "seksi" semuanya
dikemas secara ringan namun berkelas. Saya pun setelah menonton filmnya
sendiri-ingin rasanya bertindak bak seperti di filmnya-yang mana ini
membuktikan filmnya berhasil meraih atensi bahkan simpati dari penonton.
Ya, Vaughn menggarap filmnya bak kental style-over-substance yang
mana slow-motion kerap digunakan, namun itu tak menghasilkan kesan
annoying sama sekali, karena seperti yang telah saya singgung diatas
filmnya bertujuan serupa. Beragam aksi memukau pun patut untuk diacungi
jempol, misalnya adegan yang melibatkan gereja sebagai tempat
pembantaian, yang mana itu adalah sekuen aksi terbaik, dipenuhi darah,
kekerasan dan tentunya dikemas secara cool and stylish. Ini merupakan
puncak kepiawaina Vaughn dalam mengemas sekuen aksi over-the-top yang
kerap akan selalu diinginkan bagi penontonnya.
Menuju
konklusi, Vaughn makin leluasa memainkan sekuen aksi yang selain bad-ass
juga menciptakan sebuah visualisasi yang memikat, pertarungan sengit
diiringi dengan ledakan kepala yang saling bergantian, menciptakan
sebuah nuansa menakutkan namun terkesan kalem, membuat saya semakin
terkesima dengan kinerja sang sutradara yang kemudian memunculkan sebuah
celotehan "Ini adalah apa yang harus dimiliki pop corn movie", cantik,
seksi, stylish dan tentunya memuaskan.
SCORE : 4/5
0 Komentar