Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

GHOST STORIES (2017)


Sepintas, Ghost Stories yang diadaptasi dari sebuah pementasan berjudul sama buatan Andy Nyman dan Jeremy Dyson (turut merangkap sebagai sutradara dan penulis naskah) hanya akan bertutur lewat antologi cerita hantu yang diutarakan oleh Profesor Phillip Goodman (Andy Nyman). Lebih jaugh dari itu, Ghost Stories adalah sebuah film horror asal Eropa yang akan memainkan tensi berkat kejeliannya dalam membungkus elemen horor yang dimilikinya. Kita hanya mendapati bahwa sang Profesor tidak percaya akan hal yang berbau mistis, hingga ia sendiri pun mempunyai acara khusus guna membongkar sebuah pertunjukan yang mengatasnamakan mukjizat atau lainnya. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa sang Profesor percaya akan sebuah hal yang bersifat faktual.

Jika anda jeli dalam menangkap beragam benih yang diterbar Nyman dan Dyson sedari awal, anda akan mendapati sebuah kepuasan tersendiri kala film usai. Sedari awal kita diperlihatkan sebuah adegan lewat penuturan bak home video mengenai masa kecil sang Profesor, yang kala itu mendapati sebuah kejadian yang tak harus ia lihat. Sang ayah adalah penganut Yahudi yang taat. Hingga tatkala sang anak perempuan berpacaran dengan seorang pria berdarah Asia, ia tak segan untuk mengusirnya. Dari sini kita paham, bahwa situasi diatas bukanlah dampak dari sebuah kepercayaan melainkan sang penganut yang terlalu buta hingga sulit merangkul perbedaan.

Goodman menjadi saksi terjadinya konflik tersebut, hingga wajar itu berdampak pada kondisinya yang terlampau menjadi seorang skeptis. Tak ubahnya seperti sang ayah. Hingga kala Goodman harus berhadapan pada tiga kasus terkait supranatural pun ia tetap sama, masih menjadi seorang yang skeptis. Pertama kita dihadapkan pada kasus Tony Matthews (Paul Whitehouse) seorang penjaga bangun asylum bekas rumah sakit jiwa. Kedua, mengenai seorang remaja bernama Simon Rifkind (Alex Lawther) yang pasca pulang dari sebuah pesta mengalami sebuah kejadian aneh. Ketiga, mengenai Mike Priddle (Martin Freeman) yang penuh dengan sebuah misteri pasca sang istri melahirkan. Segmen ketiga inilah yang tampil mengesankan pula mendorong penonton masuk pada sebuah fakta yang mengejutkan.

Ghost Stories mengukuhkan bahwa "hantu" dalam hal ini bukan berupa penampakan yang mengerikan atau wujud sosok monster, melainkan lebih kepada masa lalu berupa kejadian traumatis yang membuat tokohnya bak dihantui. Benar, Dyson dan Nyman masih memasukan trope elemen film horror berupa penampakan, jump scare, hingga hal ikonik seperti mati lampu. Namun dibalik sampul horrornya demikianlah apa yang ingin diutarakan film ini, yang mana lebih realistis pula membumi. Karena sosok hantu di dalam kejadian nyata memanglah berupa sebuah kejadian masa lampau yang terus mengikuti hingga menghantui.

Andi Nyman memang tampil total berkat kejeliannya membalikan sebuah fakta. Namun sulit untuk menyangkal bahwa Martin Freeman lah yang mampu tampil sedemikian mengesankan berkat beragam detail tingkahnya. Sementara Alex Lawther menjadi sosok yang paling kelam. Teknik slow burn yang diterapkam Nyman dan Dyson dirasa cocok untuk membungkus filmnya, sembari ditemani scoring gubahan Frank Ilfman menyeruak masuk, lonjakan horornya kian meningkat.

Menuju konklusi, filmnya menampilkan dua cabang twist. Jika yang pertama terasa mind blowing, sementara yang kedua dipaksa masuk guna mengakhiri cerita. Bagi penonton yang mengharapkan sebuah twist jelas akan merasa terpuaskan, pun demikian halnya dengan saya. Namun, menilik penggunaan twist yang kedua, memang bagus dan rapi namun sejatinya hal tersebut terlampau sering digunakan, bahkan untuk ukuran film lokal pun. Sebutlah Pintu Terlarang garapan Joko Anwar. Pintar, memang, Namun setelah cukup banyak tak terasa lagi istimewa.

SCORE : 4/5

Posting Komentar

0 Komentar