Cinta
pertama. Menilik kalimat yang terdiri dari dua kata itu memang terasa
menyenangkan sekaligus menyakitkan di saat bersamaan. Cinta pertama
telah dan pasti kita alami, pada saat kita merasakan yang namanya cinta
pertama kita tak tahu entah itu sebuah perasaan yang benar-benar nyata
ataukah sesaat, kita ta peduli apapun
itu. Gejolak hasrat yang membara untuk mencinta dan akhirnya memiliki
sehingga berbagai cara pun dilakukan demi meraih atensi. Namun apakah
cinta pertama selalu indah? Itulah apa yang coba di angkat oleh film
ini, "Call Me by Your Name" sebuah adaptasi dari novel berjudul sama
karangan André Aciman sekaligus salah satu nomine berat di ajang
bergengsi, Academy Award a.ka Oscar 2018.
Kebiasaan rutin
tahunan di musim panas Mr. Perlman (Michael Stuhlbarg) yang seorang
professor arkeologi adalah membawa mahasiswanya untuk magang di rumahnya
yang berada di pinggiran kota. Oliver (Armie Hammer) adalah mahasiswa
yang beruntung kali ini. Dalam kedatangannya Oliver di sambut dengan
baik oleh keluarga Perlman, mulai dari sang istri (Amira Casar) yang
sering memberikan sebuah jamuan makan malam yang istimewa, hingga kamar
khusus yang telah disediakan. Kedatangan Oliver awalnya mengganggu Elio
(Timothée Chalamet) karena mengharuskannya untuk berbagi kamar mandi.
Namun setelah momen demi momen yang mereka lalui, timbul sebuah
kenyamanan akan hati berupa sebuah rasa yang dinamakan cinta.
Sedari awal film bergulir, kita telah disuguhi sebuah kredit pembuka
berisi foto-foto Classical Sculpture yang kemudian ditemani iringan
musik klasik.Bersetting tahun 80-an tepatnya pada tahun 1983, dengan
latar kota Itali yang begitu cantik dan memanjakan mata berkat
kepiawaian Sayombhu Mukdeeprom sebagai sinematografer. Setelah kredit
bergulir, giliran Luca Guadagnino selaku sutradara mengejawantahkan
hasil ide orsinil dari André Aciman yang kemudian dibantu sokongan dari
Walter Fasano dan James Ivory. Eksekusinya memang berjalan pelan, namun
perlahan tapi pasti semua tersusun begitu rapi, meski latar belakang
tokoh mengenai Oliver serta aktivitasnya untuk meneliti sebuah patung
Yunani tak digambarkan secara eksplisit. Nyatanya "Call Me by Your Name"
masih begitu mulus tampil mengikuti ritme film.
Memang ini
adalah film yang menyangkut kisah cinta sesama jenis, namun itu semua
terasa relatable dengan kondisi yang pernah kita alami terkait cinta
pertama. Dalam cinta pertama kita tak mengenal apa dan pada siapa, sama
halnya yang terjadi pada Elio disini, ia memang tengah dekat dengan
seorang gadis bernama Marzia (Eshter Garrell) begitupun Oliver yang
dalam sebuah scene berdansa dengan seorang gadis lokal dan kemudian
bercumbu di depan Elio. Secara tak langsung Guadagnino membuat sebuah
perbandingan antar sebuah "kenyamanan" tadi, pergolakan rasa turut
bermain, saling uji satu sama lain yang dilakukan guna menarik kepekaan
pun tampil begitu natural.
"Call Me by Your Name" lebih
tepat disebut sebuah romantika yang sensual daripada seksual, memang ada
beberapa adegan intim, namun Guadagnino tak mau memfokuskan pada hal
itu. Drama terkait rasa hingga kegamangan akan hati di tengah proses
pencarian sebuah jati diri karakter tampil begitu mendominasi, dan itu
tersaji begitu manis, turut pula di sokong oleh performa Timothée
Chalamet yang penuh antusiasme dan bergerak lincah untuk menarik simpati
sang pujaan hati, momen emosional pun mampu ia lakoni begitu natural
terutama kala adegan ending yang begitu mengiris hati menampilkan
keadaan Elio dalam balutan kamera close up. Armie Hammer mampu menjadi
lawan yang sepadan bagi Elio, sikap cool dalam balutan tubuh tegapnya
mampu menampilan sebuah aura kharismatik.
Dengan iringan
musik dari Sufjan Stevens yang mengiringi setiap adegan kebersamaan
Oliver dan Elio yang begitu terasa sense of realism-nya mulai dari
bersepeda, berenang hingga tukar tatapan begitu terasa. Sebuah romantika
yang tak biasa dan turut melibatkan rasa, pelajaran hingga sebuah
proses penerimaan akan sebuah keadaan. Sebuah proses menerima kenyataan
akan sebuah hidup yang tak sesuai dengan yang kita inginkan. Bukankah
kehidupan harus tetap di jalani?
SCORE : 5/5
0 Komentar