Sangat
mudah untuk menemukan film sejenis "1921" ini' formula haunted house
lalu bermain dengan cara menyakiti karakter serta mencari jawaban atas
semua yang terjadi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa "1921"
mengikuti pakem film horor generik yang kian hari sering di eksplorasi
maupun di eksploitasi. Itu bukan sebuah pilihan yang buruk, jikalau
kontribusi dari sang filmmaker
membuatnya sedemikian mengikat dan memikat. Toh untuk menghasilkan
sebuah film yang dalam artian "bagus" tak harus melulu menggunakan
formula yang baru, tapi beda dengan film garapan Vikram Bhatt ini,
nyaris tak ada yang benar-benar sesuai dengan pernyataan saya di atas.
Ayush (Karan Kundra) seorang pemuda dengan kemampuan bermain piano
yang sangat luar biasa, tak ayal kemampuannya itu di lirik oleh orang
terkemuka, Mr. Wadia (Vikram Bhatt) yang kemudian memberikan bantuan
berupa beasiswa untuk sekolah musik di Inggris dengan alasan ia tinggal
dan kemudian merawat sebuah Mansion besar miliknya. Ayush kemudian
bertandang dan tinggal di Mansion itu, namun bahaya seolah tak ingin
menjauh darinya. Ayush di ganggu oleh makhluk yang konon adalah penghuni
Mansion itu. Tak ingin dirinya berada dalam bahaya, Ayush lantas
meminta bantuan Rose (Zareen Khan) seorang wanita yang mempunyai sixth
sense.
"1921" tak lebih dari usaha Vikram Bhatt untuk
mengambil kesempatan atas filmnya terdahulu 1920 yang memang jauh lebih
baik daripada film ini. Sulit untuk benar-benar terikat oleh film ini,
kala filmnya berpotensi bermain dengan ranah psikis karakter yang
kemudian menyulut sebuah pergolakan batin dalam ajang menyakiti
karakter. Sayang memang, opsi tersebut urung untuk di lirik oleh Vikram
Bhatt kala ia lebih memilih serta mengikuti pakem horor kebanyakan,
scoring berisik dan penampakan yang urung tanpa henti guna menakuti
penonton. Alhasil film hanya berjalan sebatas membuat kaget serta
teriakan penonton, daripada menyulut sebuah ketakutan psikis penonton
juga karakter.
Belum lagi penggunaan visual effect untuk
penampaan "hantu" terkesan menggelikan daripada menakutkan. Abaikan
visual effect yang jauh dari kesan seram dan real itu, dan nikmatilah
trek demi trek film ini, lantunan lagu seperti Sunn Le Zara, Kuch Iss
Tarah, Yaara serta Tere Bina yang dinyanyikan oleh Arnab Dutta lebih
mengasyikan daripada melihat hantu film ini. Saya paham betul Vikram
Bhatt turut menyelipkan relasi dua karakter yang saling berhubungan
serta membutuhkan satu sama lain, namun dalam penyajiannya sendiri
sangat jauh untuk terikat langsung, pilihan dialog yang ingin tampil
puitis di mainkan, daripada perlakuan non-verbal yang jauh lebih ampuh
menciptakan suasana yang benar-benar romantis dan tentunya realistis.
Bukan Vikram Bhatt jika tak bermain-main dengan twist, acap kali
pilihan twist begitu berkelok dan juga menumbuhkan ranting kembali.
Perlu di garis bawahi penggunaan twist sekali pun ampuh asalkan twist
itu sendiri memberikan sebuah impact yang besar yang turut diikuti daya
kejut juga sinkronisasi terhadap cerita itu sendiri. Apa gunanya banyak
twist jikalau itu tampil melelahkan, bukan rasa kagum juga "tipuan' yang
di dapat, melainkan rasa jengah akan plot yang terlalu bertele-tele.
Kesalahan yang cukup fatal jika itudigunakan, kecuali berpindah jalur ke
arah noir film.
Harus diakui Vikram Bhatt adalah sutradara
yang berani memasukan semua ilmu serta keterkaitan hal baru dalam
naskah, seperti praduga penyakit epidemik yang menimpa Ayush misalnya,
itu memang patut di apresiasi, namun bagaimana jika keterkaitan itu
dijadikan sebagai tempelan belaka tanpa adanya sebuah eksplorasi maupun
elaborasi mengenai hal itu. Jelas ambiguitas dan menyulut pertanyaan.
Walaupun demikian, Karan Kundra dan Zareen Khan bermain tampil baik
meski nihil chemistry.
SCORE : 2/5
0 Komentar