Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

THE WALL (2017)

Umumnya film yang berlokasi tunggal atau juga sering disebut dengan one place show, protagonis berada pada satu ruangan tertutup layaknya Ryan Reynolds di film "Buried'' maupun James Franco di film ''127 Hours" karena beragam alasan. Jelas yang sering diutamakan dari premis ini adalah kesan klaustrofobik yang digunakan sebagai senjata utama untuk memancing ketegangan dan tentunya menyulut atensi dari penonton. The Wall karya sutradara Doug Liman (The Bourne Identity, Mr. & Mrs. Smith, Edge of Tomorrow) yang turut dibantu oleh naskah olahan Dwain Worrell mengangkat situasi yang bertolak belakang. Ketimbang kungkungan serta kereman ruang tertutup, gurun lapang nan gersang di Irak jadi tempat yang menakutkan dengan sebuah tembok rapuh beas sekolah yang menjadi pemisah antara "dead or alive" serta "now or never" sang protagonis.

Di tengah perang Irak, Sersan Allen Isaac (Aaron Taylor-Johnson) dan Sersan Kepala Shane Matthews (John Cena) sedang menginvestigasi lokasi konstruksi pipa tempat pembantaian kepada para petugas dan pekerja keamanan. Setelah 22 jam nihil peristiwa, mereka menyatakan bahwa situasi aman dan pelaku telah pergi. Namun tatkala Matthews hendak mengambil sebuah radio milik salah satu korban, peluru penembak misterius mengenainya. Usaha Isaac menyelamatkan sang rekan justru turut tertembak, bahkan radio dan botol minuman miliknya pun ikut hancur. Bersembunyi di balik tembok, Isaac menyadari lawannya adalah Juba (disuarakan oleh Laith Nakli), seorang penembak jitu yang telah membawa maut bagi 35 prajurit Amerika.

Aspek utama yang perlu diperhatikan dalam menggarap sebuah film one place show adalah intensitas, dengan menghabiskan watu di suatu tempat dan kurangnya para pelakon kesan monotan kerap timbul, otomatis pundak utama berada pada sang protagonis, Aaron Taylor-Johnson yang durasinya dihabiskan untuk berbaring di gurun mampu menampilkan sebuah performa yang kuat, yang mati-matian berjuang untuk hidup sembari mengatur strategi untuk keluar dari tempat itu dan kemudian selamat. Meski di paruh awal tampil sedikit monoton serta first act ala kadarnya, namun Itu semua cukup tampil baik, terlebih dengan ia menuju paruh kedua dengan sebuah strategi terkait obrolannya dengan Juba yang memang seolah mengetahui keberadaannya secara jelas dan tentunya selangkah lebih maju darinya.

Worrell memang mendefinisikan naskahnya tampil ringan, bak ibarat kamu tengah bercerita dengan seseorang ditengah rasa panik lewat telepon, begitupun yang terjadi disini, dialog yang ringan serta mampu membangun sisi psikologis sang karakter, dan tentunya menyindir pihak Amerika serikat selaku penjajah Irak. Alhasil koneksi antara Isaac dan Juba bisa dibilang cukup kuat, dengan segala hambatan serta kelebihan Juba yang dipanggil "haji" (sebutan tentara Amerika untuk orang Irak atau Afghanistan), gemar membaca bait puisi Edgar Allan Poe kala Isaac yang hanya kenal dengan Shakespeare. Inilah sebuah pemandangan ketika penjajah dibodohi yang dijajah, dan pihak Superior terlihat kerdil pengetahuannya dibanding para "teroris" yang dianggap musuh.

Masalah yang dimiliki film ini adalahsoal aspek psikis, kalimat tulisan Worrell memang terlampau dangkal guna membangun permainan yang memikat serta obrolan yang terjadi antara Isaac dan Juba kurang menggali sebuah gambaran yang memang lebih dari sekedar seorang manusia, kelebihan masing-masing karakter kurang di gali secara dalam, begitupun yang berakibat pada penonton yang hanya menyaksikan mereka tanpa sebuah ikatan maupun koneksi, hanya menyaksikan saja tanpa adanya sebuah simpati maupun empati terhadap karakternya yang diakibatkan lagi oleh kurang jelasnya seluk beluk mereka dari kelalaian menjabarkan sebuah alasan.

Jelas sekali jikalau kita mendengar nama sutradara Doug Liman memang sutradara kelas wahid yang mampu bermain dengan segala spectacle yang ia miliki lewat karyanya yang biasa tampil leluasa, namun seperti Isaac, Liman sendiri masih kurang bisa memanfaatkan "ruang sempit" sebagai kajian utama, memang beberapa aspek mampu ia mainkan secara baik, termasuk hadirnya sebuah kejutan menjelang ending, ketiadaan musik mampu membuat film ini oke demi menghindari kesan over, namun setidaknya The Wall sendiri mampu mengalir rapi sehingga nyawan untuk diikuti.

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar