Poin
terpenting dari sebuah remake adalah mempertahankan esensi film
aslinya, bakal tumbuh oke jika sang sutradara mampu menambal kekurangan
yang telah terjadi di film sebelumnya, menyesuaikan dan menyelaraskan
keadaan pada masa sekaang meski itu mengambil tema klasik sekalipun.
Beauty and the Beast garapan sutradara film The Twilight saga : breaking
dawn part 1 & 2, Bill Condon mampu merealisasikan apa yang semestinya terjadi.
Saya yakin kalian semua sudah familiar dengan ceritanya, dikisahkan
Belle (Emma Watson) adalah seorang gadis cantik di pedesaan Prancis, ia
tinggal bersama sang ayah, Maurice (Kevin Kline). Pada saat Maurice
pergi ke hutan untuk mengambil bunga mawar kesukaan Belle, ia ditahan
disebuah kastil tua oleh sesosok makhluk seram bernama Beast (Dan
Stevens), Belle yang berbakti kepada sang ayah, menggantikan tempatnya
sebagai tahanan abadi. Namun seiring berjalannya waktu, Belle mulai
menemukan sifat Beast yang baik dan empati terhadapnya. Apalagi
mengetahui bahwa Beast sebenarnya adalah seorang pangeran yang dikutuk
karena memliki perangai yang kurang menyenangkan. Mengetahui Belle
memiliki rasa terhadap Beast, pemuda populer di desa yang menaruh hati
kepada Belle, Gaston (Luke Evans) menghimpun massa untuk menyerbu istana
dan membunuh Beast.
Walau diyakini sebagai kisah klasik,
Stephen Chbosky dan Evan Spiliotopoulos menyadati beberapa lubang yang
teradi pada film aslinya, dan kini ia melakukan sedikit perombakan kecil
namun berdampak cukup besar, misalnya berkenaan timeline yang tak lagi
menanyakan berapa usia sang pangeran atau asal muasal keberadaan Chip
(Nathan Mack), si cangkir kecil putera dari Mrs. Potts (Emma Thompson),
Chbosky dan Spiliotopoulous turut menyelipkan fakta bahwa sejatinya
penyihir telah menghilangkan ingatan warga kampung terkait Pangeran dan
istana, dan disini narasi berjalan lebih baik ketimbang versi
sebelumnya.
Penokohan pun bertambah kompleks, disini
karakter Belle memang dianggap seorang gadis yang aneh, yang sering
menghabiskan waktunya dirumah untuk membaca, dan itu terasa relevan di
jaman sekarang, ia juga berani terang-terangan menolak lamaran dari
Gaston, serta tokoh lain seperti Gaston yang diberi bobot cukup menarik
serta kehadiran sang ayah dari Belle, Maurice juga tumbuh berkembang
menjadi karakter penting bukan hanya sebagai hiasan belaka, turut juga
selipan kisah masa lalu terkait sang ibu dari Belle dijelaskan guna
menjelaskan terhadap seseorang yang mungkin bertanya-tanya tentang
keberadaannya serta asal usul keluarga Beast yang cukup menjelaskan
sikap kasarnya, juga disisi lain memberikan sebuah bobot bagi cerita.
Memang sepertiga awal cukup tertatih, namun Bill Condon rupanya
cukup lihai serta membalas ketertatihan itu dengan sebuah aksi awal
penyelamatan Belle oleh Beast sekaligus sebagai jalan pembuka bagi kisah
kedekatan mereka yang kelak berujung sebuah romansa, diiringi
sinematografi lewat tata visual yang memikat serta iringan lagu yang
begitu catchy menemani dua insan yang sedang dimabuk asmara dan
merasakan bagaimana makna dari sebuah "cinta" yang tak hanya harus
diutarakan lewat kata-kata saja, melainan cukup bertatap satu sama lain
dan saling mengisi dan mengerti perasaan. Emma Watson tampil memukai
disini, memerankan karakter Belle sangat pas olehnya, egitupun dengan
aksi Dan Stevens dalam balutan sebuah visual CGI yang menawan serta
karakter Gaston dan Maurice dan tak lupa perabotan di istana mmberikan
sebuah kontribusi yang memadai dan kuat.
Beauty and the
Beast memang sebuah sajian klasik yang tampil menawan berkat suguhan
naskah dari Chbosky dan Spiliotopoulous serta didukung oleh garapan
Condon tampil begitu solid, mampu menutupi kekurangan serta menjabarkan
definisi "cinta" yang tak hanya lewat pasangan saja, melainkan disinggug
juga terhadap keluarga dan diri sendiri dalam sebuah balutan
sinematografi yang menawan dan tata musik yang memukat, Beauty and the
Beast adalah sebuah suguhan remake yang sesungguhnya.
SCORE : 4/5
0 Komentar