"Menghitung
apa aja yang udah kita dapat di dunia ini rasanya sepuluh jari tangan
pun gak cukup untuk menghitungnya, tapi, menghitung apa yang sudah kita
berikan untuk dunia ini rasanya mungkin satu hitungan jari pun belum
tentu ada."
Kinetik selaku debut karya penyutradaraan dari Putri Tanjung yang kemudian ia rilis beberapa hari yang lalu di channel YouTube miliknya memanglah sebuah film pendek yang sederhana, melemparkan sebuah pertanyaan "jika kamu sudah bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan berkarya untuk memuaskan batin, apa lagi yang harus kamu lakukan supaya kamu terus merasa hidup?". Itulah yang dirasakan ketiga karakter di film ini, mereka adalah Karim (Refal Hady), Dhea (Dhea Seto) dan Kevin (Kenny Austin) sahabat dekat yang telah merengkuh kesuksesan lewat jalannya masing-masing. Mereka merasa stuck dan jenuh akan kehidupan yang telah mereka jalani dan merasa bahwa ada sebuah "ruang kosong" yang harus mereka lakukan.
Kinetik selaku debut karya penyutradaraan dari Putri Tanjung yang kemudian ia rilis beberapa hari yang lalu di channel YouTube miliknya memanglah sebuah film pendek yang sederhana, melemparkan sebuah pertanyaan "jika kamu sudah bekerja untuk menghidupi diri sendiri dan berkarya untuk memuaskan batin, apa lagi yang harus kamu lakukan supaya kamu terus merasa hidup?". Itulah yang dirasakan ketiga karakter di film ini, mereka adalah Karim (Refal Hady), Dhea (Dhea Seto) dan Kevin (Kenny Austin) sahabat dekat yang telah merengkuh kesuksesan lewat jalannya masing-masing. Mereka merasa stuck dan jenuh akan kehidupan yang telah mereka jalani dan merasa bahwa ada sebuah "ruang kosong" yang harus mereka lakukan.
Sederhana. Seperti yang telah saya
kutip diatas, "Kinetik" yang berdurasi hanya 24 menit ini membuka sebuah
realita yang terjadi di Ibukota, dimana orang-orang mewujudkan semua
angan-angan serta khayalannya di tempat itu, mereka tak berhenti
bergerak meskipun harus berdesakan sekalipun, sehingga jalannya terlalu
sempit untuk dilalui. Marah, tawa serta tangis sudah menjadi bagian dari
kota yang lelah akan rutinitas serta kerasnya kehidupan yang terjadi
disana, walaupun demikian sang penggerak utamanya (baca: manusia)
membuatnya sulit untuk berpaling dari sebuah tempat yang bernama
Jakarta. Ya, itulah gambaran yang terjadi dan terus melekat pada Jakarta
seperti yang diungkapkan oleh Karim disini. Kinetik membawa penontonnya
untuk kembali ke fitrahnya masing-masing, dalam artian melakukan apa
yang harus kita lakuin terhadap tempat darimana kita berasal, bukan
hanya sebatas menempati tanpa balas jasa dan terima kasih, hal yang
sangat sukar dilakukan oleh masyarakat kita, saya, bahkan kamu yang
sedang membaca.
Rasanya sulit untuk melakukan apa yang
dilakukan seperti tiga karakter di film ini, mereka merenovasi sebuah
sekolah yang sudah tak layak untuk pakai, yang tempatnya hanya berjarak
dua jam dari Jakarta. Putri Tanjung mampu menampilkan dua sisi yang
memang tampil bak seolah gap disini, pertama kita melihat jalanan ibu
kota kemudian sisa durasinya Uthi (Panggilan akrab Putri Tanjung)
membawa kita untuk melihat arah yang sebaliknya. Adegan per adegan yang
dilakukan Uthi disini tampil dalam gerak cepat, tapi bukan berarti ia
tampil nihil esensi disini, walaupun demikian ia mampu membawa
penontonnya larut akan suasana bak seperti kehidupan kita sehari-hari
khususnya ketika momen tampil bersama sahabat tercinta. Asik. Ya seperti
itulah, ia juga enggan membawa filmnya untuk tampil menggurui meskipun
dialog diisi oleh kata yang terbilang puitis, "Kinetik" sejatinya tampil
santai namun berhasil memikat para penontonnya, membawa penonton untuk
mengilhami serta membuka mata terhadap kewajiban kita sebagai sesama
manusia untuk saling membantu dan menjaga satu sama lain, bukan
memperkaya diri maupun mengejek mereka yang berada pada kondisi dibawah
kita.
Saya terenyuh melihat anak-anak yang bersekolah di
Desa Wanajaya, mereka sekolah tanpa memakai alas kaki sekalipun, belajar
dengan buku yang sudah robek hingga kondisi bangunan sekolah yang
sangat jauh dari kata layak. Kendati demikian, mereka sangat semangat
untuk belajar menambah wawasan guna merubah nasib mereka kelak,
begitupun dengan asal muasal tiga karakter di film ini, mereka punya
semangat yang tinggi serta tekad yang kuat untuk maju, dan itupun
terbukti tatkala mereka dewasa, hasil memang tak pernah mengkhianati
proses. Walaupun filmnya berpotensi untuk tampil sebagai tearjerker,
"Kinetik" jauh dari kesan itu, Uthi mengukuhkan bahwa nasib yang kita
dapati dalam keadaan sekarang bukanlah untuk dijadikan sebagai sebuah
ajang meratapi diri, melainkan untuk mengubahnya kelak, dimulai dari
sekarang dengan modal tekad, semangat serta doa yang kemudian dilakukan
dalam bentuk nyata bukan sekedar omong belaka, sama seperti yang
dilakukan oleh ketiga karakter di film ini.
Performa dari
ketiga cast pun turut memfasilitasi film ini, bermpdakan dialog
sederhana serta sebuah bentuk nyata terkait sosialisme mereka tampil oke
dalam sebuah chemistry yang kuat dan prima, tak lupa turut hadir cameo
lain seperti penyanyi Kunto Aji dan Vidi Aldiano. Ditemani photography
dari Rizal Wimba serta Denny Gompal yang berjasa dalam mewujudkan sebuah
pengadeganan, "Kinetik" adalah sebuah film pendek yang tampil kompleks,
meskipun dalam tata cara eksekusi terkait pengerjaan rekontruksi
sekolah tampil secara cepat hanya dengan bantuan Karim dan Kevin, saya
cukup memaafkan kesalahan itu, meskipun tanpa adanya bantuan dari
masyarakat sekitar dalam penggambarannya, selama itu tak mengganggu
konsistensi cerita, Seperti lagu yang dibawakan oleh Kunto Aji di film
ini, saatnya kita sebagai barisan muda untuk bergerak untuk sebuah
pergerakan serta menggantikan yang berserak.
SCORE : 4.5/5
0 Komentar