Pindah
dari tangan Agus Kuntz ke tangan Hanung Bramantyo jelas akan
menghasilkan sebuah eksekusi maupun pemikiran serta penggarapan yang
berbeda pula, Surga yang tak dirindukan, yang pada beberapa tahun yang
lalu mendapat gelar sebagai penonton terbanyak jelas menjadi sebuah
"keuntungan" bagi MD Pictures untuk membentangkan sebuah sekuelnya. So,
bagaimana eksekusi yang dihasilkannya?
Atas undangan sebuah Majelis Islam Indonesia yang berada di Budapest, Arini (Laudya Chyntia Bella) pergi bersama sang buah hati sekaligus ajang mempromosikan buku terbarunya, disana Arini jatuh pingsan, dan atas hasil pemeriksaan dari Dr. Syarief (Reza Rahadian), kanker rahim yang ia derita telah memasukki stadium 4 dan bahkan menjalar sampai ke otak. Tak mau sang suami, Pras (Fedi Nuril) khawatir akan keadaannya jikalau umur dia tak panjang lagi, Arini menyusun berbagai rencana, yang melibatkan Meirose (Raline Shah) yang ia temui di Budapest, yang menurutnya adalah jalan menuju Surga yang dirindukan.
Jika menilik berbagai film yang dinahkodai oleh Hanung Bramantyo, memang jelas ia terkenal dengan caranya menyulap materi sederhana menjadi sebuah suguhan yang tak sederhana ditemani dentuman musik yang menyayat hati yang menjadi andalan soundtrack-nya (lihat saja Rudy Habibie maupun Ayat-ayat Cinta). Hanung sendiri berhasil membuat penonton fokus untuk apa yang ia tonton, tak peduli seberapa klise maupun tipis cerita yang ia punya. Meski penggunaan kanker sebagai alat memanipulasi kesedihan penonton bukanlah sebuah trik yang baru, namun setidaknya keklisean lebih baik daripada khayalan "negeri dongeng" di flm pertama mengenai poligami. Biarpun begitu, eksploitasi berbagai ketegaran bisa dibilang terlalu berlebih, misalnya Arini yang menolak untuk menjalani pengobatan karena ia tak mau melawan takdir Allah, begitupun dengan hak seorang isteri yang memang harus menuruti perintah suami, seperti yang Arini bilang, tapi disini Arini malah menolak keinginan sang suami untuk berobat.
Jika harus membandingkan film ini dengan prekuelnya yang bisa dibilang tampil menguras emosi dalam nuansa kelam, maka disini Hanung menyuntikkan berbagai unsur comedy hinggga tata nuansa cerah, terlebih lagi dengan memasukkan view luar negeri (baca: Budapest) yang menjadi trend perfilman tanah air sekarang, dan memasukan nama Reza Rahadian guna menambah jajaran cast. Namun masalahnya sendiri bukan dari bagaimana ia tampil sedikit different, melainkan naskah yang ditulis oleh Hanung Bramantyo bersama Alim Sudio dan bahkan Manoj Punjabi minim kreatifitas untuk menjalin penceritaan yang interest. Mereka sekedar bertutur tanpa dinamika, kedalaman, atau intrik memadahi, dan terlebih lagi adalah terlalu banya adegan flashback untuk penggambaran memori, seolah film ini tak bisa berdiri sendiri tanpa pendahulunya yang kemudian berujung menjadi sebuah film chessy dan terlampau berepetisi.
Diantara nama beken yang berada di film ini adalah karakter Dr. Syarief yang dimainkan dengan penuh charm oleh Reza Rahadian, ia mampu menangani berbagai macam situasi, sementara itu Fedi Nuril masih terlihat sebagai sosok pria idaman "wanita sholehah", Laudya Chyntia Bella masih berkutat pada kesedihannya dan Raline Shah masih terlihat watchable meskipun ditengah transformasinya urung untuk menampilkan sebuah performa yang mampu menguras emosi layaknya di film pertama. Overall. Surga yang (tak) dirindukan 2 adalah sebuah sajian sekuel yang memang hanya bisa menjadi alat pemuas pangsa penonton Indonesia dibalik berbagai momen yang mampu menitihkan air mata.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar