Mudah saja untuk menyangkal bahwa "Cahaya Cinta Pesantren" garapan
sutradara Raymond Handaya adalah sebuah film romansa khas kawula muda
dengan embel-embel "pesantren" sebagai tempat berlangsungnya. Namun
ternyata anggapan saya salah, ini
bukanlah sebuah kisah romansa (meski ada beberapa yang terkandung)
melainkan makna "Cinta" disana adalah tertuju pada Allah Swt. sang
MahaPencipta. "Cahaya Cinta Pesantren" sebuah film coming-of-age yang
masih terjebak pada sebuah penyakit film umumnya, yakni klise dan
predictable.
Marshila Silalahi (Yuki Kato) adalah seorang ana nelayan yang tinggal di sekitar Danau Toba, impiannya adalah melanjutkan sekolah ke sebuah SMA swasta favorit di Medan. Namun apa daya, sang ibu malah ingin memasukkannya ke pesantren. Hendak mengadu kepada sang ayah agar tak memasukkannya ke pesantren, justru rasa kecewa harus Shila alami, pasalnya sang ayah setuju dengan pendapat sang ibu. Shilla pun dengan terpaksa masuk pesantren, yang kemudian mempertemukannya dengan Manda (Febby Rastanti), Aisyah (Sivia Azizah) dan juga Icut (Vebby Palwinta). Kehidupan pesantren yang penuh dengan kegiatan serta kedisiplinan lambat laun membuat Shilla menemukan sebuah arti kehidupan yang sebenarnya.
Jika menilik sinopsis diatas jelas memang formulaik, karakter digiring menuju sebuah konflik serta permasalahan di sekitar pesantren yang kemudian turut di selingi oleh beberapa aksi kocak serta nyeleneh selama mondok, termasuk hadirnya duo santri laki-laki bernama Abu (Rizky Febian) dan juga Rifqy (Fachri Muhammad) demi menambah sektor penceritaan semakin luas. Naskah garapan Anggoro Saronto memang seperti yang saya katakan tadi, sangat klise dan lemah dalam bertutur, itupun yang menyebabkan film ini sendiri terjebak pada sebuah keadaan klise dan predictable, Kurang kuatnya narasi terkait penceritaan film ini sendiri membuat filmnya terkesan gampangan, walaupun harus diakui beberapa adegan terkesan hit namun tak sedikit pula mencapai miss.
Tentu dengan mengambil tempat pesantren kaya akan pesan moral yang ingin disampaikan kepada penonton, begitupun sama halnya yang terjadi pada film ini, adegan per adegan dimaksudkan sebagai jalan pembuka konklusi mengenai sebuah value terkait kehidupan, meski harus diakui pesan yang disampaikakan kelewat jamak kita jumpai di film lain, penyampaian alurnya memang linier, tak memberikan sebuah gesekan yang kuat mengenai sektor konflik sendiri selain mengenai ruang lingkup sahabat, keluarga serta pencarian jati diri, nyaris tak ada yang baru disini, untungnya film ini mempunyai Yuki Kato sebagai lakon utama yang mampu berlakon baik ditengah lemahnya naskah dan kurangnya galian konflik, Yuki mampu membuat karakter Shilla makin hidup, menciptakan sebuah dramatisasi yang tepat, terutama hal terkait sang ayah, yang berpotensi tampil memukau. Rizky Febian di debut aktingnya juga memberikan sebuah karakter yang likeable yang turut menambah ramai cerita. Ditengah naskah yang urung tampil maksimal, Cahaya Cinta Pesantren setidaknya punya penyelamat dan itu terletak pada Yuki dan Rizky yang berhasil membuat tone cerita terasa oke, ditengah tumpukan kekurangan demi kekurangan yang ia miliki.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar