Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

SURAT KECIL UNTUK TUHAN (2017)

Dilihat dari posternya, Surat Kecil untuk Tuhan jelas akan banyak mengucurkan air mata, memaksa penonton untuk melihat sebuah penderitaan dan kekejaman, membawa penonton larut dalam emosi dan juga tangis yang terus menerus hadir kala melihat Angel (Izzati Khanza) menulis Surat untuk Tuhan di tengah gemerincik hujan, menunggu sang kakak, Anton (Bima Azriel) menjemputnya guna menyetorkan uang hasil dari mengemis kepada Om Rudi (Lukman Sardi) selepas ia kabur dari rumah sang paman yang terus menyiksanya.

Naskah garapan Upi memang selalu mencari cara untuk menyisipkan sebuah kesedihan, bahkan momen seperti main ayunan atau mengemis dengan menyanyikan lagu "Ambilkan Bulan" di bawah iringan hujan pun begitu menyesakkan dada. Ini adalah tujuan utama filmnya, membuat tangis terus menerus, menjadikannya sebuah tearjerker yang ampuh menguras air mata. Itu memang tujuan utamanya, saya memahami itu dan sedikit memaafkan kelalaian Fajar Bustomi untuk mengeksplorasi, alih-alih berkutat pada sebuah penderitaan yang terus-menerus hadi mengundang air mata saya dan tentunya para penonton lainnya.

Om Rudi memang mengumpulkan anak-anak untuk mengemis dalam kedoknya sebagai penampungan. Ia tak segan menyiksa para anak-anak dengan kayu, membenamkan kepala dalam air, menempelkan setrika panas pada mereka jika setoran uangnya sedikit. Ini jelas penting untuk disimak, namun Fajar Bustomi yang ditemani musik gubahan Andhika Triyadi jelas memiliki satu kondisi, yakni penderitaan. Dan juga satu emosi, sedih.

Terjadilah peristiwa yang memisahkan Anton dan Angel. Angel (Bunga Citra Lestari) kini hidup tenang di Australia dengan orang tua asuhnya, bekerja sebagai pengacara yang membela para korban kekerasan, terutama pada anak. Ditengah kebahagiaannya, tersimpan satu pertanyaan terkait keberadaan Anton. Disinilah setumpuk pertanyaan mencuat masuk memberi rasa penasaran akan penonton. Angel kembali ke Indonesia guna mencari sang kakak, meninggalkan sang kekasih, Martin (Joe Taslim) ditengah persiapan pernikahan.

Sinematografi garapan Yudi Datau memang turut berjasa, menciptakan nuansa gelap dengan secercah cahaya lampu kelap-kelip jalanan. Alur dapat ditebak, Angel membongkar perilaku terkutuk Om Rudi, ditengah pencariannya untuk mencari sang kakak. Dimulailah courtroom drama, yang sayang sekali hanya sebatas pelengkap yang gampang berlalu begitu saja, yang kemudian memaksa twist yang sejatinya tak perlu untuk disimak, kalau bukan sebatas sebuah daya kejut.

Serupa tapi tak sama dengan Lion (2016), Surat Kecil untuk Tuhan menuturkan kisah terkait human trafficking, namun sangat disayangkan itu semua tak tampil begitu dalam, hanya sebatas mengutuk para pelaku tanpa sebuah impactyang cukup memadai. Bunga Citra Lesatari tampil begitu memikat, terutama kala amera close up menyorot wajahnya, membiarkannya bicara kepada penonton. Lukman Sardi denan jenggot tebalnya jelas mewadahi sosok pria keji yang mutlak untuk di benci, sementara Joe Taslim gagal menampilkan sebuah dramatisasi yang menuntutnya. Setidaknya saya dapat memaafkan kesalahan Fajar Bustomi, toh tensinya begitu terjaga, meski tuturan terkait alur dan eksplorasi cerita gagal untuk memberikan sebuah suguhan yang mumpuni sekaigus mewadahi.

SCORE : 3/5

Posting Komentar

0 Komentar