Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

MIRZYA (2016)

Mengangkat cerita legendaris dari negeri seribu dewa, India, tepatnya dari daerah Punjab kisah cinta tragis Mirza Sahiban, kisah yang paling populer termasuk Heer Ranjha, Sohni Mahiwal dan Sassi Punun. Dikisahkan Mirza Khan seorang ksatria yang selalu membawa busur panah dan menunggangi kuda putihnya bernama Bakki, putra dari Wanjhal Khan pimpinan suku Khardi di Danabad, sebuah kota di Jaranwala wilayah Faisalabad Pakistan. Sedangkan Sahiban adalah seorang Putri dari Mahni kepala Khewa, sebuah kota di teritorisial di distrik Jhang, Pakistan. Rakeysh Omprakash Mehra memanfaatkan sebuah cerita legendaris tadi ke dalam sebuah film, memanfaatkan kisah cinta tragis Mirza Sahiban dengan modifikasi sana sini dengan membawa latar modern.

Munish (Harshvardhan Kapoor) dan Suchitra (Saiyami Kher) adalah dua sahabat akrab sejak kecil, kemana-mana mereka selalu bersama dan melengkapi satu sama lain, hubungan mereka lebih dari sekedar teman, namun mereka enggan mengakuinya. Suatu hari mereka dipisahkan satu sama lain oleh kedua orang tuanya. Takdir pun seolah mendampingi mereka, akhirnya mereka dipertemukan kembali secara tak sengaja, namun ada duka diantara keduanya, Suchitra hendak menikah dengan Karan (Anuj Choudhry) seorang anak bangsawan yang tak lain adalah majikan dari Manish yang menjadi pengiring kudanya. Cinta mereka terhalang takdir dan realita, bak Mirza dan Sahiban.

Menggabungkan cerita rakyat legendaris dan bumbu moderenisasi jelas adalah suatu yang patut diapresiasi, bagaimana tidak Rakeysh Omprakash Mehra dapat memadukan sebuah film dengan dua dimensi kisah dan waktu serta menggambarkan bagaimana Mirza dan Sahiban dalam spekulasi modern. Namun apa yang dilakukan Raykesh Omprakash Mehra rupanya tak sesuai ekspetasi, ia malah memilih jalan yang salah, dimana spekulasi waktu tak sesuai dengan jalan cerita, memang tak terlalu fatal, namun Mehra rupanya tak mau memperhatikan prosedur, ia berani membuat sebuah sesuatu yang berbeda namun ia tak mampu mempertanggung jawabkannya.

Try to create a surreal world rupanya spekulasi yang dibawakan Mehra dengan dibantu oleh sokongan naskah dari Gulzar, rupanya tak menjadikan film ini "create a surreal world" melainkan "create a dreamer world", menggabungkan dua dimensi dunia berbeda hanya menjadikan film ini seolah mendompleng kisah legendaris tadi menjadi sebuah kisah yang lemah dan terkesan hampa. Yang menyebabkan film ini terkesan hampa dan kosong adalah kesalahan Mehra memadukan dua dimensi dunia yang berbeda tadi saling menyerang dan bertubrukan satu sama lain, dua dimensi tadi tak mampu saling melengkapi dan terkesan porsi yang ditampilkan kurang.

Bereksperimen dengan times wrap rupanya tak bisa membuat film ini tampil standout, justru malah makin tenggelam dengan rasa ketidak percaya diri, seandainya penggunaan times wrap tadi dapat di directing dengan mumpuni, maka film ini bisat tampil dengan percaya diri. Porsi yang ditampilkan oleh dua dimensi tadi terasa tidak sinkron dan berat sebelah, jujur film ini lebih mengedepankan sisi modern ketimbang epic romantic Mirza dan Sahiban. Cerita yang ditampilkan oleh Gulzar seolah men-copy paste kisah tadi, dengan sedikit tambahan pemanis buatan yang sayangnya tak menarik.

Alur yang ditampilkan film ini lamban serta lagu yang tak sinkron dan pas ditelinga, membuat film ini semakin fatal, memang effect CGI ledakan bom serta serangan harimau terkesan bagus, namun masih kasar.

Overall, Mirzya sebuah epic fantasy romantic yang gagal dan saling bertubrukan satu sama lain serta alur cerita yang lamban dan lagu yang mengganggu.


Posting Komentar

0 Komentar