Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

WONDERFUL LIFE (2016)

Dalam "Wonderful Life" Aqil (Sinyo) sang protagonis, adalah bocah pengidap disleksia. Filmnya sendiri mengajak kita untuk melihat bagaimana tanggapan karakternya, mulai dari Amalia (Atiqah Hasiholan) sang ibu, yang tak percaya pada diagnosa psikolog, meyakini bahwa putera semata wayangnya dapat sembuh. Sang Ayah (Arthur Tobing) menganggap Amalia telah gagal mendidik Aqil, karena ia tak bisa menjadikan sang cucu berprestasi di sekolah. Sedangkan gurunya (Putri Ayudya) kerap mempermasalahkan ketidakmampuan Aqil dalam membaca dan menulis. Ketiga karakter tersebut memiliki persamaan, yakni sama-sama menganggap Aqil bermasalah.

Kita tahu bahwa ketiga karakter tersebut berpendidikan, tapi mengapa mereka kurang memahami apa yang dimaksud dengan disleksia? Semuanya kembali kepada tanggapan umum bahwa kepintaran seorang anak di ukur dari bagaimana sang anak berprestasi di sekolah, berada pada rangking berapa serta bagaimana sang anak mendapat nilai matematika dan penguasaan akademis lainnya. Sekalipun sang anak berprestasi di bidang seni lukis maupun olahraga, masyarakat kita sering memukul rata itu semua. Sutradara debutan Agus Makkie mampu menyampaikan isu terkait sempitnya sudut pandang masyarakat kita terkait pendidikan serta enggan menerima suatu hal yang dianggap beda.

Amalia kemudian memutuskan membawa Aqil dalam sebuah perjalanan yang kemudian menimbulkan pertanyaan terkait "apakah sebuah perjalanan itu demi menenangkan hati Amalia atau sepenuhnya demi Aqil?" kedua pertanyaan itu bisa dibilang sama besarnya. Di dalam perjalanannya Amalia kerap mengunjungi beberapa orang terkait kondisi Aqil, namun semua jawaban pun sama, "Aqil tidak sakit, hanya kurang makan dan minum serta tertawa" bahkan ta hanya satu orang saja, seorang dukun pun di kunjungi oleh Amalia. Ironis memang mendapati seorang yang berpendidikan justru malah berpaling pada hal yang berbau mistis.

Di sadur dari Novel berjudul sama karya Amalia Prabowo, "Wonderful Life" di presentasikan dalam durasi yang bisa di bilang singkat selama 79 menit. Bukan berarti serba nanggung, tapi Agus Makkie sendiri membuatnya terasa tepat guna tanpa adanya sebuah adegan yang terlalu panjang maupun over sekaligus. Naskah garapan Jenny Jusuf pun bisa di bilang tak memiliki konflik yang rumit, namun kuat di segi karakterisasi.Adegan demi adegan pun terasa selaras dan berjalan seimbang dengan apa yang ingin di suarakan oleh film ini. Kekurangan film ini adalah di segi titik balik-nya tatkala karakter memberinya sebuah pelajaran hidup yang di tampilkan terkesan "biasa" dalam balutan sebuah road movie.

Sekali lagi, Agus Makkie piawai sekali bercerita, cara ia menjaga tensi hingga menampilkan perjalanan Amalia dan Aqil pun terasa sangat dinamis dan disertai curahan emosi yang begitu selaras dengan cerita. Scoring dari Mc Anderson juga Band asal Bandung, Bottlesmoker pun menemani film ini dan menciptakan sebuah feel yang begitu good, serta tata artistik gambar yang menampilkan imajnasi Aqil pun ditampilkan begitu cantik, membuat saya kagum akan bocah ini meski penyajiannya sendiri di hantaran terlalu singkat. Atiqah Hasiholan memberikan performa terbaiknya di film ini, hantaran emosi skeptikal hingga frustasi terpendam pun mampu di tampilkan secara baik, momen terbaik sekaligus puncaknya adalah tatkala Amalia berbicara kepada sang ayah "Aqil nggak sakit pah, kita yang sakit". Sementara itu Sinyo mampu memainkan karakternya sedemikian baik, hantaran emosi marah hingga bertingkah penuh semangat pun mampu tersampaikan secara baik oleh aktor cilik yang baru debut di film pertamanya, dan itu memudahkan kita untuk bersimpati pada karakternya.

Walaupun disajikan sedemikian singkat sekalipun. nyatanya "Wonderful Life'' mampu menjadi sebuah sajian yang solid, berbagai penggarapan dari Agus Makkie pun mampu membuat film ini terasa menyenangkan untuk di ikuti dan tak lupa akan pesannya, lewat film ini pun penonton di ajak untuk mengerti apa itu disleksia, bukan menjauhinya ataupun membencinya serta mengajak kita memahami bahwa perbedaan yang disebabkan bukan serta merta membuat si penderita lebih buruk dari orang "normal", bahwa prestasi akademis di sekolah bukan satu-satunya hal penting.

SCORE : 4/5




Posting Komentar

0 Komentar