Addri (Vino G. Bastian) merupakan anggota tim SAR yang telah banyak berjasa menyelamatkan jiwa manusia. Layak disebut pahlawan, nyatanya Addri kesulitan membagi peran dalam hal sebagai ayah untuk dua orang anak sekaligus suami dari Indri (Putri Ayudya). Ketika bencana banjir mulai menghampiri Jakarta, Addri pun disibukkan oleh tugasnya, mengesampingkan keluarga. Namun banjir kali ini berbeda dari biasanya. Arifin (Deva Mahenra) anggota BMKG yang hubungannya dengan dokter bernama Denada (Acha Septriasa) tengah dirundung masalah menjelang hari pernikahan yakin banjir kali ini berpotensi menenggelamkan Jakarta walau opininya itu ditolak mentah-mentah oleh sang bos, Hadi (Ferry Salim).
Ya, aspek CGI menjadi apek signifikan dalam sebuah disaster movie, semakin jelas efek tersebut semakin pula rasa takut tersulut yang kemudian dibarengi dengan ketegangan. Pun sebaliknya, jika efek tersebut ala kadarnya semakin pula keengganan penonton untuk melihat dan bahkan menganggapnya murahan. Bangkit! setidaknya berada di antara keduanya, ya, beberapa memang nampak nyata seperti practical effects bangkai pesawat misalnya serta mobil yang terendam air mampu memberikan kesan yang memperkuat tata visual. Pun demikian, beberapa effect CGI untuk sebuah ledakan amat dahsyat seperti banjir yang meluluh-lantahkan kota Jakarta misalnya, terlihat jelas sekali masih nampak kasar.
Kesalahan terbesar justru hadir pada naskah rekaan Anggoro Saronto yang berulang kali menciptakan sebuah kebodohan pada karakternya, misalnya sewaktu Dwi (Adriyan Bima) masuk ke terowongan rahasia, itu jelas tak lain dan tak bukan hanya semata untuk menciptakan motivasi bagi Addri di klimaks serta mencemaskan karakter lain. Begitupun dengan Hadi yang selalu menolak pendapat Arifin, yang mana memang seorang ahli di bidangnya, mana ada seorang kepala staff yang menolak tanpa mendengarkan terlebih dahulu penjelasannya dan kemudian menghasilkan pendapat lain yang jelas bertolak belakang.
Bukan hanya itu saja, kekurangan Rako Prijanto dalam storytelling-nya terkait pacing serta perpindahan adegan. Kita melihat cuaca Jakarta cerah, Kantor Gubernur Walikota aman, serta jalanan pun lancar. Padahal di Jakarta sendiri tengah terjadi banjir yang berpotensi tampil besar dan menenggelamkan kota Jakarta bukan? Bukan hanya itu saja, karakter pun seolah berpindah ke satu tempat ke tempat lainnya hanya sekejap, masalahnya sendiri yakni kurangnya jembatan penghubung antar adegan yang mengakibatkan filmnya sendiri terasa jumpy. Pun mengenai unsur komedik yang terasa ragu, seolah adanya unsur komedik menjadikannya terasa ambigu dan tidak serius.
Untung saja performa Vino G. Bastian yang penuh akan kharisma sangat likeable, serta Putri Ayudya yang mampu bermain dalam porsi dramatik, Acha Septriasa mampu menyulap dialog cheesy penuh akan emosi, dan sayang, Deva Mahenra seolah kehilangan antara ia harus berlakon serius atau tampil komedik. Pertanyaannya sendiri, Apakah ''Bangkit!" merupakan film bagus dan berkualitas? Sayangnya bukan. Tapi sekali lagi, Bangkit! sendiri layak untuk di apresiasi berkat penggunaan CGI dengan budget yang besar terasa maksimal, meski belum seutuhnya total. Tak perlulah saya membandingkan film ini dengan Roland Emmerich (He's master of disaster movie) karena jelas itu adalah sebuah kebodohan.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar