Mengambil
jeda satu tahun adalah hal yang paling strategis untuk perilisan sebuah
film Sekuel. Yups, begitu juga dengan franchise The Purge, setelah
sukses dengan film sebelumnya, The Purge dan The Purge : Anarchy
meskipun dengan budget yang rendah, dan The Purge mampu mencetak
keuntungan finansial. Namun pertanyaannya adalah bagaimana kualitas film ini hasilkan? Apakah memberikan sesuatu yang segar, ataukah masih stuck disitu?
Lolos dari perayaan serupa dua tahun yang lalu, Leo Barnes (Frank
Grillo) kini bekerja sebagai kepala keamanan bagi seorang senator,
Charlene Roan (Elizabeth Mitchell). Roan yang mencalonkan diri sebagai
presidan tidak suka dan tidak setuju dengan "The Purge" yang ia anggap
rasis dan berjanji untuk menghapus "ritual" rutin tersebut jika ia
terpilih. Edwige Owens (Kyle Secor), anggota The New Founding Fathers
(NFF) yang juga rival Roan dalam pemilihan presiden, bersedia
mempertahankan status quo. Dianggap sebagai ancaman, Roan menjadi
sasaran ketika The Purge berlangsung, dengan perlindungan dari Barnes
mencoba melarikan diri dari tim yang ditugaskan untuk menangkap Roan.
Masih ditangani oleh James DeMonaco yang juga merangkak sebagai screen
writer, The Purge : Election Year masih tetap menjaga thrill khas
DeMonaco, yaitu tetap menampilkan baku tembak dan desingan peluru yang
dahsyat. Salut kepada DeMonaco yang tetap konsisten dalam menampilkan
sebuah film action, dystopian thriller dengan thrill yang masih sama,
dan tentunya dengan muncratan darah yang begitu khas, khas DeMonaco.
De Monaco juga sukses mengartikan kata "We have one goal night now :
survival" lewat film yang digawangi oleh sang produser kenamaan, Michael
Bay. Ya, DeMonaco berhasil menampilkan bagaimana sang senator dan
orang-orang yang tidak setuju dengan the purge, lewat bantuan Barnes,
survive dalam satu malam yang penuh dengan kejahatan yang siap mengancam
dan merenggut nyawa mereka, kapan saja. Tentunya dengan menambahkan
situasi dan isu politik yang melengkapi film ini.
Ya, memang
film ini tak memberikan formula baru, masih menggunakan formula lama,
DeMonaco hanya menampilkan sedikit sentuhan situasi politik. Ya, memang
sulit untuk mengatakan film ini memberi sebuah loncatan yang besar bagi
franchise film ini. DeMonaco sepertinya kurang memperkuat atensi yang
sebenarnya dapat membuat film ini berpeluang menjadi sebuah sajian
thriller dystopian yang segar dan baru. DeMonaco tidak memanfaatkan
peluang yang begitu luas melalui film ini, ia sepertinya memilih bermain
dalam ruang lingkup yang sempit.
Terbatasnya ruang, membuat
film ini mungkin terkesan jalan ditempat, tanpa ada kemajuan.
Sebenarnya, ruang lingkup yang dimiliki film ini sangat luas, namun
DeMonaco sepertinya kekeh membuat film seenaknya, tanpa memikiran atensi
sebenarnya film ini, it's a stupid treatment.
Sebenarnya,
peluang film ini begitu besar, namun entah kenapa bibir ini sulit untuk
mengatakan bahwa film ini memiliki peluang yang besar. What's the
problem? The answer is DeMonaco too much busy with his treatment. Yang
justru membuat film ini terkesan stupid.
Sangat disayangkan,
jika film thriller dystopian favorit saya ini, harus stuck in the
street. Padahal saya berharap lebih lewat film ini. Namun apa boleh
buat, nasi sudah menjadi bubur.
Overall, The Purge : Election
Year, sebuah sajian thiller dystopian yang menggunakan formula sama, dan
bermain lewat ruang lingkup yang sempit.
SCORE : 3/5
0 Komentar