Bisa
dibilang adaptasi dari novel Asma Nadia ini cukup berani, mencoba
menggabungkan genre religi dengan aksi thriller, ya memang sebuah pioner
yang baru di ranah perfilman Indonesia, ditambah lagi sutradara sekelas
Ifa Isfansyah yang menuai pujian bergemuruh lewat film Sang Penari,
akankah Pesantren Impian menjadi sebuah pioner yang memuaskan ditengah usungan genre baru yang bisa dibilang fresh?
Film dibuka dengan sebuah pembunuhan misterius, yang lalu
memperkenalkan kamu kepada sosok Briptu Dewi (Prisia Nasution), seorang
polisi muda yang bermodalkan ambisi dan kepercayaan diri. Demi
mengungkap kasus pembunuhan itu, Dewi menyamar sebagai Eni, guna
mendatangi sebuah undangan untuk tinggal di sebuah pesantren di pulau
terpencil bernama Pesantren Impian. Pesantren yang didirikan oleh Gus
Budiman (Deddy Sutomo) itu khusus untuk menuntun perempuan menuju jalan
lurus sekaligus sebagai kesempatan kedua. Termasuk Dewi/Eni, 10
perempuan dari berbagai latar belakang kelam (PSK, artis, junkie,
pengedar narkoba, pecandu, perokok) tiba di sana.Namun teror mulai
menyerbu tatkala satu per satu penghuni pesantren ditemukan tewas dengan
cara yang mengenaskan.
Keberhasilan utama film ini terletak
pada unsur religi yang mungkin bakal sulit diterima di khalayak, ya,
menggunakan setting Pesantren yang lekat dengan unsur untuk mendekatkan
diri pada-Nya sebagai tempat pembantaian dan pembunuhan, adegan
pembunuhan saat karakter tengah menjalankan Sholat, ya, keberanian Ifa
yang menyadur novel gubahan Asma Nadia memang patut diacungi jempol.
adegan pembunuhan itu juga cukup menampar, bila kebanyakan film bertema
religi mengatakan "Shalatlah, maka semua akan tenang" tapi disini Ifa
cukup berani, ia meluruskannya bahwa tindak bengis bisa terjadi di mana
saja, termasuk pesantren yang berisikan para ahli agama, namun bukan
berarti kita harus pasrah begitu saja, toh dengan kita melawan diri
menjauhkan dari marabahaya di balik ibadah yang memang bentuk kebaikan
berpahala, dan itu bukan berarti kita menodai kesucian beragama.
Sejak opening credit-nya bergulir, memang saya secara pribadi sudah
mencium ketidakberesan, sebuah film yang mencoba mengangkat sebuah
"Pesantren" toh malah membukanya dengan sajian misteri, sempat saya
berpikir mungkin Ifa sendiri mencoba membuat sebuah puzzle, namun lambat
laun semuanya mulai terasa kusut. Alur yang ia punya sendiri berjalan
berantakan, alhasil sebuah film bertema misteri maupun thriller memang
sejatinya membutuhkan setumpuk materi guna menyusun beragam puzzle
maupun twist yang akan ditampilkan, saya tidak menyalahkan bagaimana
Pesantren Impian bergerak ke ranah slasher yang memang bisa dinikmati,
namun masalahnya sendiri terletak pada materi yang memang kian terasa
kendor dan mulai stuck bahkan terasa menjemukkan.
Novel yang
kaya akan karakter dengan latar belakang berbeda yang tentunya dapat
menjadi potensi untuk dikulik itu sayang sekali urung untuk dimanfaatkan
oleh Ifa Isfansyah, ia hanya membuat karakter hanya sebagai "calon
korban" yang menanti akan dibunuh, andai saja dilakukan berbagai
eksplorasi yang oke terhadap karakter bisa jadi film ini tidak akan
mengalami hal demikian, bukan hanya itu saja, kesan thriller yang ia
punya sulit untuk dibilang "artsy" maupun "slasher" ia hanya terkesan
malu-malu untuk menampilkan sebuah kebrutalan lewat sebuah jump scare
yang terasa minim intensitas, tak hanya itu saja unsur genre religi yang
ia punya seakan merosot. Disini kita punya Prisia Nasution, Indah
Permatasari, Fachry Albar serta Dinda Kanya Dewi yang memang tampil
prima, namun apa daya aspek akting hanya berarti nol besar jikalau tak
dibarengi naskah dan eksekusi maupun penggarapan yang mumpuni.
SCORE : 2.5/5
0 Komentar