Tab

Ticker

6/recent/ticker-posts

PESANTREN IMPIAN (2016)

Bisa dibilang adaptasi dari novel Asma Nadia ini cukup berani, mencoba menggabungkan genre religi dengan aksi thriller, ya memang sebuah pioner yang baru di ranah perfilman Indonesia, ditambah lagi sutradara sekelas Ifa Isfansyah yang menuai pujian bergemuruh lewat film Sang Penari, akankah Pesantren Impian menjadi sebuah pioner yang memuaskan ditengah usungan genre baru yang bisa dibilang fresh?

Film dibuka dengan sebuah pembunuhan misterius, yang lalu memperkenalkan kamu kepada sosok Briptu Dewi (Prisia Nasution), seorang polisi muda yang bermodalkan ambisi dan kepercayaan diri. Demi mengungkap kasus pembunuhan itu, Dewi menyamar sebagai Eni, guna mendatangi sebuah undangan untuk tinggal di sebuah pesantren di pulau terpencil bernama Pesantren Impian. Pesantren yang didirikan oleh Gus Budiman (Deddy Sutomo) itu khusus untuk menuntun perempuan menuju jalan lurus sekaligus sebagai kesempatan kedua. Termasuk Dewi/Eni, 10 perempuan dari berbagai latar belakang kelam (PSK, artis, junkie, pengedar narkoba, pecandu, perokok) tiba di sana.Namun teror mulai menyerbu tatkala satu per satu penghuni pesantren ditemukan tewas dengan cara yang mengenaskan.

Keberhasilan utama film ini terletak pada unsur religi yang mungkin bakal sulit diterima di khalayak, ya, menggunakan setting Pesantren yang lekat dengan unsur untuk mendekatkan diri pada-Nya sebagai tempat pembantaian dan pembunuhan, adegan pembunuhan saat karakter tengah menjalankan Sholat, ya, keberanian Ifa yang menyadur novel gubahan Asma Nadia memang patut diacungi jempol. adegan pembunuhan itu juga cukup menampar, bila kebanyakan film bertema religi mengatakan "Shalatlah, maka semua akan tenang" tapi disini Ifa cukup berani, ia meluruskannya bahwa tindak bengis bisa terjadi di mana saja, termasuk pesantren yang berisikan para ahli agama, namun bukan berarti kita harus pasrah begitu saja, toh dengan kita melawan diri menjauhkan dari marabahaya di balik ibadah yang memang bentuk kebaikan berpahala, dan itu bukan berarti kita menodai kesucian beragama.
Sejak opening credit-nya bergulir, memang saya secara pribadi sudah mencium ketidakberesan, sebuah film yang mencoba mengangkat sebuah "Pesantren" toh malah membukanya dengan sajian misteri, sempat saya berpikir mungkin Ifa sendiri mencoba membuat sebuah puzzle, namun lambat laun semuanya mulai terasa kusut. Alur yang ia punya sendiri berjalan berantakan, alhasil sebuah film bertema misteri maupun thriller memang sejatinya membutuhkan setumpuk materi guna menyusun beragam puzzle maupun twist yang akan ditampilkan, saya tidak menyalahkan bagaimana Pesantren Impian bergerak ke ranah slasher yang memang bisa dinikmati, namun masalahnya sendiri terletak pada materi yang memang kian terasa kendor dan mulai stuck bahkan terasa menjemukkan.

Novel yang kaya akan karakter dengan latar belakang berbeda yang tentunya dapat menjadi potensi untuk dikulik itu sayang sekali urung untuk dimanfaatkan oleh Ifa Isfansyah, ia hanya membuat karakter hanya sebagai "calon korban" yang menanti akan dibunuh, andai saja dilakukan berbagai eksplorasi yang oke terhadap karakter bisa jadi film ini tidak akan mengalami hal demikian, bukan hanya itu saja, kesan thriller yang ia punya sulit untuk dibilang "artsy" maupun "slasher" ia hanya terkesan malu-malu untuk menampilkan sebuah kebrutalan lewat sebuah jump scare yang terasa minim intensitas, tak hanya itu saja unsur genre religi yang ia punya seakan merosot. Disini kita punya Prisia Nasution, Indah Permatasari, Fachry Albar serta Dinda Kanya Dewi yang memang tampil prima, namun apa daya aspek akting hanya berarti nol besar jikalau tak dibarengi naskah dan eksekusi maupun penggarapan yang mumpuni.


SCORE : 2.5/5

Posting Komentar

0 Komentar