Emosi merupakan faktor penting dalam setiap karakter seseorang yang
dapat menunjukan perasaan mereka, tak ayal juga bagian tersebut
merupakan bagian yang ber urgensi and most important dalam sebuah film.
Tapi tak semua para filmmaker menggunakan emosi dengan begitu "masak"
acap kali juga terlihat "mentah". Emosi yang kuat yakni emosi yang
bersifat laten, eksis namun tersembunyi,
bermain di bawah permukaan lalu perlahan membawa kamu sampai di
klimaks. Hal tersebut yang diterapkan oleh Moonlight, sebuah film
tentang identitas dengan menggunakan perjuangan manusia.
Moonlight bercerita tentang karakter sentral pada rentang usia, Little
(Alex R. Hibbert), Chiron (Ashton Sanders) dab Black (Trevante Rhoses).
Ketika di sekolah dasar, Little menjadi "sasaran" dari teman-temannya,
ia menjadi anak yang pemalu dan memendam amarahnya. Ketika sekolah
menengah atas, hal tersebut menjadi semakin parah, untungnya ia
mempunyai teman bernama Kevin (Andre Holland) yang bersedia menerimanya
apa adanya. Beranjak dewasa, dunia semakin sulit baginya, dari kehadiran
sang pemasik narkoba (Mahershala Ali) hingga sang ibu yang pecandu
narkoba, Paula (Naomie Harris).
Setelah kamu membaca sinpsis di
atas, memang terasa sederhana karya dari Barry Jenkins sang sutradara
yang kemudian merangkap menjadi penulis naskah ini. Namun tak banyak
film yang dapat meninggalkan kesan kuat seperti Moonlight ini yang
berbicara tentang seorang karakter yang belajar dalam proses pencarian
identitas diri ini. Jenkins mampu mengeksplorasi secara lebih jauh
tentang bagaimana karakter mendefinisikan, melihat, dan memproyeksikan
dirinya, sebuah pesan don't be ashamed of who you are dengan balutan
kisah klasik tentang human struggle dari kaum minoritas yang tampil
sejak awal mempersentasikan tiga stages dari kelemahan manusia serta
lingkungan dan sosialnya.
Paragraf di atas mungkin terasa
berat, namun nyatanya tidak bagi Jenkins yang berhasil membuat hal-hal
yang klise dan klasik tentang manusia, dalam presentasi yang padat dan
memikat. Kekuatan utama yang Jenkins lakukan adalah ia berhasil
menyuntikkan sebuah charm pada cerita dan juga karakter di balik cerita
yang klise itu, dan membuat kisah boy becoming a man itu sebagai sebuah
study yang tenang dan lembut namun semakin kesini semakin memikat dan
menampilkan rasa yang kuat di dalam pikiran penonton, serta Jenkins pula
berhasil melumasi karakter dan cerita menjadi satu kesatuan yang tidak
hanya sekrdar "natural" namun mampu "mengakomodasi" penonton untuk
terlibat atas kisah yang dilalui oleh karakter. Hasilnya tergantung apa
yang ditangkap oleh penonton, disini Jenkins mempunyai karakter yang
memang bisa dikatakan "tragis" lengkap dengan kisah yang harus ia
hadapi, serta menekan karakter dengan sebuah kobaran yang besar yang
membuat penonton mampu melihat serta merasakan apa yang di rasakan oleh
karakter.
Hal lain yang membuat Moonlight terasa oke di samping
naskah, editing, penggarapan serta cinematography adalah ia mampu
membuat pesona karakter kian makin lengkap dalam rentang usianya,
batasan kontribusi antara lead dan supporting memang tidak terlalu
besar, namun itu memberikan sebuah arena yang luas bagi karakter sentral
untuk ,menampilkan sebuah perjuangan serta amarah yang di hadapinya,
yang membuat karakter sentral mempunyai inner life yang oke mulai dai
sorot matanya, wajahnya, lalu diam sejenak dan berbicara, dan hal itu
tampil menarik. Overall, Moonlight garapan Barry Jenkins berhasil
membuat hal-hal klasik tadi menjadi sebuah sajian yang oke dari pesona
karakter yang perlahan diam dengan segala problem yang di hadapinya lalu
luapan amarahnya yang begitu besar, sebuah pencarian jati diri yang
mumpuni dan oke tentunya di bantu oleh kinerja para cast and crew yang
oke.
0 Komentar